MARGARET X VENITA

5 1 0
                                    

Saat jam 12.00 siang, suara bel sekolah berbunyi tapi kali ini suara bel tersebut berbunyi seperti suara wanita di google "Jam istirahat telah dimulai, waktunya ISHOMA!" Bunyi suara bel tersebut yang kemudian di lanjutkan dengan suara versi bahasa Inggris. Aku dan teman-teman dijemur seperti ikan asin, kami sangat lelah sekali setelah mengikuti PBB yang di mulai pukul 08.00 pagi sampai 12.00 siang, ditambah dengan drama panjang Margaret, Riska, dan Coach Adi. Kira-kira hampir empat jam-an semua murid kelas sepuluh menghabiskan waktu hanya untuk baris-berbaris. Adi meninggalkan lapangan kemudian Michelle mengambil alih untuk membubarkan kami semua. Semua murid dipersilakan untuk beristirahat, kami semua munuju kantin yang berbarengan dengan murid kelas sebelas dan dua belas. Seperti kemarin aku mengambil meja di pojok kantin, kami semua sengaja meninggalkan tas di lapangan sekolah agar tidak penuh, saat di meja makan nanti.

Posisi formasi tempat duduk kami, saat di kantin diurutkan dari ujung sebelah kiri tepat pedagang di depan wajahku, dimulai dari Bimo, aku, Margaret, Andin dan Regita. Di depanku, di mulai dari Devi, Betty, dan Regina. Di saat kami sedang memesan makan siang, Riska dan Yuni datang kemudian meminjam dua bangku bewarna biru milik seorang pedagang kantin. Aku juga sempet memperhatikan kamera CCTV di pojok atas yang kurasa kamera tersebut dinonaktifkan atau sedang rusak karena lampunya tidak nyala.

"Gua sama Yuni gabung ye, soalnya gua kaga ada tempat duduk nih." Ucap Riska yang kemudian meletakkan bangku plastik bewarna biru bersamaan dengan Yuni.

"Oh boleh kok Ris." Balasku dengan ramah.

"Makasih, bule." Ucap Riska.

Ketika kami sudah memesan makanan, aku beranjak ke luar dan memberikan menu makanan kepada pedagang kantin masing-masing. Menu di kantin sekolahku ada banyak jadi ketika murid ingin membeli makanan atau minuman tinggal mencari menu tersebut. Sebenarnya, aku bisa saja berteriak langsung seperti Andin atau Margaret. Namun, aku tidak bisa seperti itu, aku rasa hal tersebut sangat tidak sopan dan tidak etis.

Andin dan Regita memesan sushi. Aku, Riska, Yuni, dan Margaret memesan soto betawi yang menurut Riska rasanya cukup enak karena ia orang betawi asli. Bimo memesan ketoprak. Devi, Betty dan Regina memesan nasi goreng.

Di saat kami sedang asik mengobrol, aku melihat Regina agak kebingungan dan gelisah seperti kehilangan sesuatu kemudian ia mulai bertanya kepada kami semua.

"Kalian liat Miya gak?" Tanya Regina.

"Oh iya, Miya kemana ya?" Ucap Devi bertanya-tanya.

"Regina, lu sadar gak sih? Si Miya itu aneh banget kek ada sesuatu yang dia sembunyiin. Kek misalnya inget gak pas kemarin kita selesai ibadah. Kita kan ngumpul di depan gereja tapi Miya gak ada kan, terus waktu kita di kelas, Miya sendirian di kelas." Curiga Margaret.

"Iya, ya. Aneh banget tuh orang." Celetuk Andin.

Aku curiga dengan Miya, aku bisa melihat dari wajahnya ketika Rizal mengelus rambutnya. Miya seperti merasa nyaman bukan melawannya melainkan Regina yang harus bertindak. Di saat aku sedang mimikirkan Miya, Betty mengalihkan pembahasan kami.

"Sumpah ya, tadi tuh gua merasa capek banget pas PBB. Untungnya gua pake kacamata UV, jadi gak sakit mata gua kena matahari." Ucap Betty.

"Apa sih Bet yang sakit badan lu, kenapa jadi ngomongin kacamata." Celetuk Margaret.

"Itu gua ngalihin pembicaraan, Mar. Biar gak usah bahas si Miya. Kita tuh lagi istirahat cuy mending ganti topik yang fresh." Ucap Betty.

"Iya gua setuju, Bet. Gua berharap banget bukan dia guru olahraganya." Ucap Regita.

"Apa sih git, gak mungkin lah dia jadi guru udah tau dia seorang polisi." Ucap Andin.

Regita dan Betty sebenarnya hampir memiliki prilaku yang sama yaitu seperti orang yang telat mikir dan gaya pembicaraan mereka yang terdengar lucu membuat kami kadang tertawa kecil. Sesaat kemudian Margaret ingin menjelaskan kepada kami semua, siapa sebenarnya Adi. Saat PBB, Andin, Regina, dan Devi tidak tahu bahwa Adi adalah abangnya Margaret. Margaret sengaja membuat rencana tersebut agar ia bisa melihat siapa dari murid kelas sepuluh yang bermental kayu dan siapa yang bermental baja. Margaret juga menjelaskan kepadaku bahwa Badai adalah teman SDnya. Ia meminta bantuan Badai untuk menjadi target, awalnya ia memintaku. Namun, ia harus mencari target yang sesuai walau sebenarnya Badai tidak bisa akting. Setelah semuanya berjalan lancar, Margaret menarik kesimpulan bahwa kelas sepuluh sangat bermental kayu atau lebih tepatnya lemah dan payah dalam urusan mental. Suasana meja menjadi heboh akibat ulah Margaret, untung saja kami semua menerima ide Margaret walau sebenarnya Regina tampak tidak senang karena ia masih memikirkan Miya teman sebangkunya. Setelah kami menunggu, makanan datang secara bersamaan begitupula dengan es teh manis kesukaanku dan Margaret. Setelah Margaret menjelaskan aku sempat bertanya kepada Yuni, mengapa ia tertawa saat di lapangan. Ia menjelaskan bahwa akting mereka cukup bagus walau sebenarnya Badai masih kelihatan kaku untuk menguasai panggung. Kami semua kaget ternyata Yuni jauh lebih handal dalam menilai kualitas akting.

Sang MultitalentaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang