UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL

2 1 0
                                    

Hari ini, 11 Desember 2017. Semua murid akan melaksanakan ujian akhir semester sebelum libur natal dan tahun baru. Setelah upacara dan pengumuman ujian akhir sekolah, kami dihimbau oleh Pak Bonar untuk tidak melakukan tindak kecurangan seperti menyontek dan bekerja sama. Tindakan yang melanggar akan diberi sanksi yang berat, yaitu akan mengerjakan ujian di lapangan sekolah saat matahari sedang terik-teriknya.

Dari lapangan sekolah, aku berjalan melalui koridor kemudian melewati segerombolan murid. Aku mengenakan name tag dengan tali berwarna biru sebagai tanda kelas sepuluh, merah untuk kelas sebelas dan kuning untuk kelas dua belas. Hari ini mata ujian Matematika dan Bahasa Inggris, aku telah mempelajari dan menghafal beberapa rumus yang telah di berikan oleh guru matematika, Pak Harry. Aku mempelajari rumus matematika beberapa diantaranya ada pertidaksamaan Linear, persamaan linear, persamaan kuadrat, relasi dan fungsi, trigonometri dan terakhir ada fungsi komposisi.

Sebenarnya matematika itu tidaklah sulit hanya harus dikerjakan oleh orang-orang yang tepat. Aku dan Margaret bagaikan raja dan ratunya angka, nilai kami selalu beda sedikit dan kami berdua paling anti untuk memberikan kunci jawaban kepada murid-murid yang ingin instan dan tidak mau belajar.

Saat SMP, salah satu temanku bernama Ligiana, dia adalah salah satu murid terkaya karena papanya bekerja sebagai pilot dan ibunya seorang model. Ia selalu mendapatkan nilai yang bagus saat ujian bahkan selalu mendekati nilai yang sempurna. Namun, untuk nilai tugas, ia selalu mendapatkan nilai di bawah rata-rata. Sampai pada akhirnya, aku dan Margaret bekerja sama untuk mencari tahu apa yang membuatnya mendapatkan nilai yang tidak seimbang. Aku mendapatkan beberapa bukti saat kelas dua belas semester awal. Pertama, ia adalah seorang buyer atau pembeli jawaban dengan harga Rp.300.000 per mata pelajaran. Ia membeli di salah satu sainganku yang mendapat peringkat lima besar. Kedua, orangtua Ligiana selalu menyogok beberapa guru untuk membulatkan hasil nilainya menjadi lebih baik. Ketiga, ada alasan di balik itu semua, ternyata, Ligiana adalah anak yang tidak pernah diperhatikan oleh kedua orangtuanya. Ayahnya Ligiana seorang pilot yang sering terbang ke beberapa kota di Indonesia sehingga tidak pernah ada waktu untuk bersama. Selain itu, ibunya Ligiana seorang model ternama di dunia mode. Ibunya juga sering menjadi model di Jakarta Fashion Week. Orangtua Ligiana adalah pasangan muda yang sehingga lebih memikirkan karir daripada keluarga.

Aku turut prihatin dan merasa bersalah karena telah melaporkan perbuatannya ke kepala sekolah. Sebelum masuk ke semester dua kelas sembilan. Ligiana dinyatakan bersalah dan dikeluarkan dari sekolah. Namun, sebelum ia pergi, aku sudah meminta maaf dengannya dan ia bilang ia pantas mendapatkan hukuman atas perbuatannya.

Ujian akhir semester akan di mulai pukul 07.30 pagi, aku sampai di kelasku, saat aku menegakkan kepalaku. Betapa terkejurnya aku melihat ruang kelasku digabung dengan kelas dua belas. Tempat duduk dikelasku diurutkan berdasarkan awalan huruf depan. Aku melihat Alvaro duduk di paling depan pojok sebelah kiri dari arah kumasuk, di baris kedua sebelah kiri ada Andin, dibaris ketiga sebelah kiri ada Betty kemudian di baris keempat pojok sebelah kiri ada Bimo, dan selanjutnya di belakang Bimo ada Devi, dan di pojok sebelah kiri selanjutnya ada Irfan. Aku melangkahkan kakiku ke arah kursi yang sudah ku pastikan berada di baris keempat pojok sebelah kiri. Aku membaca namaku yang ada di meja dan ternyata benar nama Ferdian Merriman berada di sana.

Aku meletakkan tas selempangku di kursi dan menunggu waktu ujian di mulai. Saat aku sedang mengelilingi kelas, aku melihat Camille yang datang dari ujung pintu. Ia menghampiriku yang ternyata ia duduk disebelahku.

"Salut." Sapa Camille dengan senyumanya yang indah.

"Salut, Camille." Balasku.

"Kamu bisa bahasa Prancis?" Tanya Camille.

"bien sûr, je peux, J'ai étudié le français dès l'âge de 4 ans." Ucapku fasih.

Camille tidak percaya bahwa aku bisa belajar bahasa Prancis sejak umur empat tahun. Kami mengobrol dan tertawa bersama. Kami membicarakan soal keindahan kota Paris yang di sebut sebagai kota cinta, kota yang selalu didamba-dambakan oleh semua orang. Ia juga mencintai puisi Shakespeare dan saat ini ia sedang fokus untuk mengikuti lomba paduan suara di luar kota. Saat aku sedang melihat jam sudah menunjukkan 07.25 pagi yang menandakan lima menit lagi ujian akan di mulai. Aku melihat ke samping kiriku, Devi memberikan sebuah kode. Sepertinya ia penasaran apa yang kubicarakan dengan Camille karena menggunakan bahasa Prancis.

Tak lama kemudian, jam ujian di mulai. Kami semua terkejut karena pengawas yang datang hari ini bukan berasal dari pengawas guru sekolah kami. Namun, pengawas dari dinas langsung. Ia mengenakan seragam berwarna coklat PNS.

"Selamat pagi semuanya, perkenalkan nama bapak Ryanto Putra. Bapak dari Dinas Pendidikan Jakarta Utara yang akan mengawasi kalian selama mengerjakan ujian. Hari pertama kalian akan di awasi oleh pihak dinas untuk delapan hari ke depan ujian akan di awas oleh guru. Jadi bapak hanya hari ini saja. Bapak ingin kalian semua tertib dan mengikuti prosedur yang berlaku. Ingat kerjakan dengan teliti karena tahun ini soal ujian yang diberikan lebih sulit karena tahun lalu murid dari SMANI paling unggul karena ada murid beasiswa." Ucap Pak Ryanto dengan tegas.

Aku jadi penasaran seberapa sulit soal ujian akhir sekolah di SMA. Kertas ujian dibagikan oleh kakak kelas. Aku mengisi namaku dan nomor ujian. Lembar soal diletakkan di mejaku, ujian pertama adalah matematika. Aku membuka lembar kertas ujianku, saat kubuka, betapa malunya aku melihat ujian tersebut sangat mudah, aku sudah mempelajari banyak rumus matematika sebelum aku masuk SMA. Aku pikir ini adalah soal tersulit. Namun, ternyata jauh lebih mudah dibanding soal-soal lomba matematika di New York, Amerika Serikat. Kemungkinan aku bisa mengerjakan soal tersebut dalam kurun waktu 15 menit ke depan paling cepat dan 30 menit paling lama.

Saat aku sedang mengerjakan soal ujian terakhir dinomor 40, aku melirik soal Camille yang ujian matematikanya menggunakan Bahasa Inggris, aku pikir beberapa murid blasteran dan exchange school atau anak-anak bule akan mendapatkan lembar ujian yang sama menggunakan bahasa asalnya. Aku selesai mengerjakan ujian pada pukul 08.00 pagi.

"Pak, saya sudah." Ucapku.

"Cepat sekali, coba periksa lagi." Pinta pengawas.

"Pak, temen saya itu juara terus lomba matematika." Sahut Betty.

"Ahh yang bener?" Tanya pengawas serius.

"Bener pak, udah percaya sama saya deh pak. Dia itu udah sering banget lomba internasional." Sahut Betty yang semakin kencang.

Omongan Betty membuatku malu, apa yang ia bilang membuat semua murid terkejut. Tak lama kemudian aku meletakkan lembar ujianku dan pergi menuju kantin.

Sang MultitalentaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang