KEHEBOHAN SAAT DI KELAS

9 2 0
                                    

Kami semua diperintahkan oleh Kak Dirham untuk masuk ke dalam kelas, pintu kelasku berwarna coklat dan di atas pintu tersebut terdapat nama kelas yang terbuat dari kayu berwarna hitam dan ditambah nama kelas berwarna biru tua, benda tersebut di gantung menggunakan besi berwarna emas. Nama kelasku bertuliskan X Bahasa dan dibaliknya selalu bahasa Inggris. Namun, saat kulihat dari belakang ternyata bukan bahasa Inggris melainkan Langage X yang berasal dari bahasa Prancis yang kemungkinan besar, aku akan belajar bahasa Prancis.

Aku masuk ke dalam ruang kelas, kami menyaksikan kemegahan kelas yang indah dan sempurna. Ruang kelasku sangat bersih dan rapih, meja dan bangkunya terbuat dari kayu jati berwarna coklat susu yang telah di amplas, bangku dan meja tersebut telah disusun membentuk empat baris ke belakang. Ada dua bingkai pahlawan di kelasku, yaitu Bapak Ki Hajar Dewantara dan Ibu Kartini yang di letakkan di tembok belakang paling kiri dan kanan sedangkan dua gambar seniman dari penulis sastra terkenal, yaitu Chairil Anwar dan W.S Rendra yang dibuat dari sekumpulan puisi mereka yang diacak. Gambar tersebut diapit di tengah-tengah foto pahlawan, aku pikir dua pahlawan tersebut adalah pahlawan pendidikan sedangkan dua penulis tersebut merupakan sosok ikonik dalam dunia sastra dan bahasa yang sesuai dengan jurusanku.

Foto presiden dan wakil presiden diletakkan di dinding atas papan tulis, di bawahnya terdapat lima jam dinding dari berbagai macam kota di lima negara, di mulai dari pojok sebelah kiri, ada London, Jakarta, Madrid, New York, dan Tokyo. Peta Jakarta terpajang di dinding tembok kelas sebelah kanan dari awal ku berdiri menghadap foto pahlawan dan sastrawan. Di kelasku juga terdapat sebuah AC yang berada di atas bingkai pahlawan. Di jendela sebelah kiri dari arah kumasuk ditutupi oleh gorden berwarna hijau sedangkan jendela sebelah kanan di biarkan terbuka. Cat tembok di kelasku dibagi menjadi dua yaitu putih dan hijau. Saat aku sedang asyik memandang properti mahal di kelasku, tiba-tiba ada sebuah pertanyaan.

"Kak Dirham, kenapa semua cat di sekolah ini lebih banyak menggunakan warna hijau?" Tanya Andin dengan wajah polosnya.

"Kalo menurut gua ya karena warna hijau itu warna alam dan udah jadi warna ikonik sekolah kita, iya gak sih, guys." Sahut Margaret dengan nada anak gaulnya.

Dirham mempertegas bahwa sekolah tersebut menggunakan warna hijau sebagai lambang kesehatan bukan keindahan alam karena pada saat itu SMAN Internasional Jakarta bekas rumah sakit. Dirham menceritakan skandal yang terjadi di rumah sakit tersebut, saat itu ada sepasang suami istri yang menurut saksi mata masih hidup. Namun, pasangan tersebut meninggal karena kehabisan oksigen kemudian ibu dari korban menuntut rumah sakit tersebut karena lalai dalam penjagaan yang ketat. Akhirnya, rumah sakit tersebut ditutup dan dihancurkan. Satu hal yang ada di sana hanya ada rumput liar berwarna hijau yang menjadi ide untuk warna dasar sekolah.

Sebenarnya aku sudah tahu alasan Andin bertanya seperti itu karena ia mencoba untuk menggoda Kak Dirham. Sepanjang tur sekolah ia dan Regita membicarakannya yang menurut mereka berdua, Kak Dirham memiliki badan yang tinggi, tampan, dan memiliki suara serak-serak basah. Aku baru sadar sepanjang aku melewati koridor, dari ruang perpustakaan sampai di kelasku semuanya memiliki kamera pengawas atau CCTV, ini baru permulaan belum semua ruang kujelajahi. Aku tahu betul badanku tinggi jadi aku memilih duduk di paling belakang. Namun, tempat tersebut sudah diisi oleh Sahrul dan Alvaro, di depannya sudah ada seorang perempuan dan laki-laki, di depan mereka sudah ada Bimo. Namun, tempat duduk di sebelahnya kosong.

"Hey bro, sini aja duduk bareng gua." Pinta Bimo.

"Ya bro, boleh deh." Balasku.

"Kenalin nama gua Bimo, lu bisa panggil nama gua Bim-bim atau Bimo." Ucapnya yang sok akrab.

"Nama gua Ferdian, lu bisa panggil gua Ferdian, Ferdi atau Ian." Kataku.

Disela pembicaraanku dan Bimo tiba-tiba perempuan di depanku ikut menyela dia adalah Margaret.

Sang MultitalentaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang