"Maaf ya, kakak telat ngambil absennya." Ucap Kak Dirham.
"Iya gpp kok, kita mah selalu sabar nungguin kakak." Sahut Andin sambil tersenyum kecil.
"Apa sih ndin, lu kalo suka bilang dong." Sindir Betty sambil tertawa.
"Gak kok, Bet. Gua cuma becanda. Jangan di lebih-lebihin ya. Tuhan tidak suka yang namanya berlebih-lebihan." Ucap Andin kemudian tersipu malu.
Di kelasku, baru beberapa menit kududuk sangat terasa hangat dan seperti keluarga, di kelasku ada beberap murid yang pendiam, cuek, dan suka menyiyir. Terlihat dari wajah mereka dengan kesan pertama yang sedikit tidak suka dengan rombongan di baris tempat dudukku. Kak Dirham tampaknya tertarik dengan wajah Andin yang cantik, rambut berwarna hitam yang panjang, dan memiliki wajah sedikit chinesee. Ia diam-diam melirik Andin dari kejauhan semua murid bisa melihat dari sorot matanya. Aku setuju jika Andin dan Kak Dirham berpacaran kemudian aku melihat jam di dinding atas Kota Jakarta sudah menunjukkan pukul 09.00.
"Baik, adik-adik karena sudah jam 09.00 pagi, kalian boleh istirahat tapi ingat setelah jam 10.00, kita berkumpul di kelas ini dan melanjutkan tur sekolah rutenya adalah Lab Bahasa, Lab MIPA dan Lab IPS, Ruang Teater, Ruang Musik, Taman, Parkiran, Gedung Olahrga, Gudang Pramuka, dan beberapa tempat lainnya kemudian semuanya akan berkumpul di Lapangan." Ucap Dirham yang menjelaskan di papan tulis.
"Baik Kak." Sahut semua murid.
Aku yang mendengar penjelasan dari Kak Dirham semakin tertarik untuk sekolah di sini dan sangat beruntung bisa menjadi bagian dari sekolah ini. Walaupun, aku masih menyimpan segudang rahasia yang mereka belum tahu siapa diriku sebenarnya. Namun, aku sudah berusaha untuk melupakan kejadian yang lalu, semalam dan fokus sekolah di sini agar aku bisa kuliah di Harvard. Aku dan Margaret berjalan keluar kelas dan menuju kantin untuk mengobrol soal kejadian semalam. Aku pergi menuju lift dan turun ke bawah karena jika tidak buru-buru, lift yang kugunakan akan ramai sekali. Di dalam lift terdapat empat tombol lantai, dua tombol membuka dan menutup serta tombol alarm. Di ujung pojok sebelah kiri ada kamera CCTV dan poster kelas MIPA, IPS dan Bahasa. Poster tersebut bergambar gelas kimia, manusia purba dan globe.Kami menuju lantai dasar dan kurang dari satu menit akhirnya kami sampai di bawah. Ternyata lift yang kupakai berhenti di samping Ruang Seniman. Aku dan Margaret segera berlari untuk mengambil tempat duduk di pojok sebelah kiri dari arah kumasuk.
"Bang Pop Ice Cappuccino dua sama roti bakar rasa coklat-keju dua ya." Sahut Margaret kepada salah satu penjual di kantin.
"Baik, neng." Balas penjual roti dan es.
Saat ini suasana kantin agak sepi karena aku dan Margaret sudah sampai duluan, lima detik kuhitung, segerombolan murid datang dari arah kumasuk dan mengambil tempat untuk makan dan minum.
"Fer, gua langsung to the point ya, lu tuh semalam mabok setan. Lu janji sama gua cuma sekedar minum doang tapi lu malah to much. Lu mau tau gak? Semalem lu mau ngefuck anak orang, lu goblok banget ya Fer. Sumpah, gila lu!" Ucap Margaret sambil mengusap rambutnya.
"Ya Mar, sorry. Semalam gua kebablasan." Ucapku.
"Lu udah janji ya Fer sama gua. Last night was the last time you got drunk, sampe lu mabok lagi, gua gak bakal mau bantuin lu. Semalam oma lu bilang ke gua, dia lagi tenangin diri dirumah om lu." Ucap Margaret sambill mendorong kepalaku.
"Om gua yang mana?" Tanyaku.
"Bapaknya, Karen dan Alam." Jawab Margaret.
"Oh, gua pikir oma gua kerumah si sepupu laknat." Pikirku.
Aku benar-benar tidak menyangka semalam menjadi malam terakhirku. Namun, kesannya sangat bodoh dan memalukan, aku sangat menyesal menuruti nafsuku yang bodoh ini. Seharusnya aku mengontrol diriku, terakhir aku mengikuti sebuah pertemuan yang dihadiri oleh sejumlah korban kekerasan, pelecehan, pecandu, dan alkoholik sepertiku disebuah komunitas bernama Pertemuan Ruang Rindu. Tempat tersebut dihadiri beberapa orang yang menceritakan diri masing-masing ke depan semua orang yang berada di dalam secara bergantian. Hal ini dilakukan agar beban pencerita tidak terlalu berat dan memotivasi mereka semua supaya lebih baik dari sebelumnya. Namun, usaha yang kulakuan hanya sementara dan semalam aku bernostalgia kembali dan bersumpah untuk meminum minuman haram itu untuk terakhir kalinya sebelum menuju SMA tapi yang kudapatkan hanya sebuah penyesalan. Saat aku sedang berbicara dengan Margaret, tiba-tiba pembicaraanku disela.
"Oh lu udah duluan Fer, gua pikir lu kemana." Pikir Bimo.
"Gua duluan booking nih tempat, supaya kebagian tempat duduk." Ucapku.
Saat Bimo hendak ingin duduk tiba-tiba datang Devi, Regina, dan Miya bersamaan dengan pop ice dan roti bakar miliku dan Margaret.
"Ikut nimbrung ya, Mar. Gua, Regina sama Miya gak kebagian tempat." Ucap Devi kegerahan menggunakan kipas plastik yang berwarna ungu.
"Duduk tinggal duduk, lu kenapa keringetan?" Tanya Margaret.
"Capek banget gua turun tangga, mana sih Miya ribet banget lagi segala cuci tangan. Nungguin Regina nangis dulu soalnya abis baca novel." Ungkap Devi dengan nada engos-engosan.
Aku yang duduk bersama mereka merasa nyaman dan hangat terasa seperti sebuah keluarga inti. Aku belum merasa senyaman ini dan memiliki banyak teman. Regina jika kugambarkan sepertinya dia pintar dalam membuat sebuah kata-kata mutiara, rambutnya dikepang, dan memiliki badan yang cukup tinggi, matanya agak sipit. Devi kugambarkan memiliki wajah orang batak, cerewet dan sedikit gemuk, rambutnya berwarna hitam dan rambutnya ikal. Miya kugambarkan dia anak yang pemalu, pendiam, dan perfeksionis terlihat dari jarinya yang bersih dan selalu menggunakan hand sinitizer sejak aku mengenalnya di lomba mural. Bimo kugambarkan memiliki tinggi badan yang sama denganku, kumis tipis, warna sawo matang, rambutnya tebal dan ada sedikit uban ditengah tengah rambutnya. Kami berbaur dan bercerita tentang siapa kami di mulai dari Miya dan di akhiri oleh Bimo. Saat aku ingin menceritakan diriku, tiba-tiba Andin, Betty dan Regita menyela pembicaraanku. Mereka jika kugambarkan sama-sama memiliki body goals seperti model. Mereka masuk ke dalam meja kami lalu suasana meja semakin ramai dan sedikit harus bergeser sana-sini.
"Bang Aji! Saya pesan mi ayam sama es tehnya sembilan ya, bang. Di bawa kemari, di meja ujung sini aja." Sahut Andin.
"Siap, Neng Andin." Balas Bang Aji penjual mi ayam.
"Lu pesan buat kita ndin?" Tanya Devi.
"Iya sayang, gua pesen buat kalian semua. Santai gua yang bayarin kok, papi gua mah baik. Ya itung-itung salam kenal lah ya." Ucap Andin.
Andin menceritakan alasan kenapa ia bisa mengenal Bang Aji karena saat kecil ia sering diajak papi atau maminya untuk menjemput abangnya setelah pulang sekolah. Ayahnya juga selalu menuntun Andin agar bisa sekolah seperti abangnya di swasta yang sangat mahal dan menguras isi rekening. Abang dari Regina dan Margaret memiliki hubungan yang erat dengan abangnya Andin. Keluarga Andin cukup royal dalam masalah keuangan karena papinya bekerja di perusahaan nilai mata uang kemudian Regina memberikan penjelasan mengenai kedekatan dari abang mereka.
"Seingat gua, abang lu berdua juga pernah nongkrong di rumah gua. Waktu itu yang gua kenal kalo gak salah Kak Adi, Anzar, Reihan dan siapa lagi gitu. Kalo abang gua namanya Ariel." Ucap Regina.
"Nah iya, Anzar itu nama abang gua, Re." Tambah Andin.
Jadi selama ini Adi, Anzar dan, Ariel merupakan abang dari Margaret, Andin dan Regina. Aku rasa dunia ini sempit sekali. Selama beberapa menit kami duduk di bangku panjang ini, ada sebuah hubungan yang menghubungkan satu sama lain. Betty yang merupakan temanku dan Margaret sedangkan Andin adalah teman kecilnya Betty, Andin juga memiliki teman bernama Regita yang sama-sama merupakan seorang model. Bimo merupakan temannya Andin saat SMP di Jepang. Margaret memiliki marga seperti Devi dan juga orang Batak. Aku mengenal Miya saat lomba mural dan mengenal Devi saat lomba paduan suara dan Regina memiliki abang yang berteman dengan abangnya Margaret dan Andin. Beberapa menit kami menunggu dan bercerita. Akhirnya, mi ayam kami sudah sampai di meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Multitalenta
Teen FictionDISCLAIMER!!! NOVEL INI PENUH DENGAN ADEGAN 18+ KEKERASAN, KATA-KATA KASAR, PEMBULIAN, BUNUH DIRI DAN KEHIDUPAN SEKS SERTA PENYAKIT SEKSUAL. "Di balik otak yang cerdas, terdapat jiwa yang kotor." Bagitulah isi novel Sang Multitalenta : Tahun pertama...