SENI, OLAHRAGA, DAN MIYA

2 1 0
                                    

Dua hari sebelum lomba 17 Agustus, aku bersama Regina sudah mendaftarkan diri lomba cipta dan baca puisi. Aku sudah banyak belajar mengenai puisi secara keseluruhan, dimulai dari diksi, konotasi, majas, dan membaca beberapa puisi dari penyair terkenal seperti Chairil Anwar dan WS Rendra. Selain itu, aku juga turut membaca puisi cinta milik William Shakespeare dan Khalil Gibran yang sangat menyentuh hati.

Sebelum Regina mengambil langkah lebih awal, aku lebih dulu mencari cara agar langsung diajarkan oleh Bu Hayati yang biasanya dipanggil Bundo. Bundo diam-diam tertarik akan emosiku, ia merasakan bahwa aku bisa menjadi seorang sastrawan muda di era modern. Aku cukup terkesan saat ia mengatakan kepadaku "Kau itu calon penyair muda masa kini, Ferdian." Aku terkesima dengan ucapannya, walaupun aku lebih suka menjadi aktor daripada penyair.

Di hari pertama latihan teater, Bundo mengajariku seni peran, ia melatih kami bersama Riska, Yuni, dan beberapa murid baru lainnya. Aku mengambil kelas tambahan di Hari Sabtu bersama Bundo untuk belajar berpuisi. Hal itu kulakukan karena aku harus bisa menjadi juara pertama di acara Hari Kemerdekaan Indonesia. Aku siap untuk dua hari ke depan karena sainganku adalah Regina, perempuan dengan bakat terpendamnya di dunia tulis-menulis dan pembaca buku terbanyak di dunia. Aku rasa ia tidak akan mau untuk belajar bersama Bundo karena ia selalu merasa pintar saat pelajaran Sastra Indonesia. Ia selalu membandingkan karya novel ini lebih baik daripada itu. Aku tidak tahu maksudnya apa. Sebagai seorang pembaca, ia sangat suka membandingkan penulisan karya orang lain dengan penulis novel terkenal.

Saat ini, aku dan yang lainnya sedang berada di Gedung Kolam Renang. Di Hari Selasa, kelasku mendapat mata pelajaran olahraga di pagi hari. Kolam renang perempuan di sebelah kiri dan kolam laki-laki di sebelah kanan. Kami belajar jenis gaya renang, dari gaya dada, kupu-kupu, bebas, dan gaya punggung. Kami mendapat waktu 90 menit untuk belajar dan 45 menit untuk beristirahat. Untuk semua laki-laki tidak diizinkan memakai kaos, melainkan bertelanjang dada dan memakai celana pendek olahraga. Sedangkan semua perempuan mengenakan seragam olahraga renang yang berwarna hitam namun ada garis hijau dibagian jahitannya. Semua murid diwajibkan memakai topi renang saat ada kelas renang. Aku bersama yang lain berkumpul di dekat pinggir kolam renang dan membicarakan keadaan Miya. Andin memulai percakapan lebih dulu, ia duduk di antara Regita dan Regina.

"Guys, gimana nih soal Miya. Gua kasihan banget sama dia?" Tanya Andin.

"Ya sama ndin, ini tuh bukan salah dia sebenarnya. Emang berengsek tuh orang yang tega sama Miya. Oh ya, gimana kalo kita samperin aja yuk pelakunya." Ucap Regina.

"Eh jangan gila dong." Ucap Margaret dengan ekspresi tegang.

Aku yang mendengar ucapan Regina langsung terkejut. Jika hal ini terjadi, aku juga akan terjerat kasus di masa lalu karena aku tidak pernah menceritakan masalahku kepada siapapun kecuali saat sesi terapiku. Aku memang termasuk anak yang cerdas namun terlalu bodoh untuk mencicipi jenis narkoba dan minum minuman keras di saat sedang rapuh. Aku tidak mau citraku sebagai murid berprestasi lenyap begitu saja. Aku akan sangat malu jika mereka tahu siapa aku sebenarnya. Berbeda dengan Margaret, ia sudah tahu rahasiaku begitupun aku sudah tahu rahasianya. Mereka pintar dalam belajar namun tidak pintar melihat di dalam diri seserorang.

Kami terus mengobrol mengenai rencana bagaimana agar Miya bisa sekolah kembali tanpa diskors begitu lama. Kami sama sekali tidak menemukan titik terang agar Miya bisa sekolah. Rencana demi rencana selalu terbantahkan oleh banyak suara teman-teman. 20 menit lagi istirahat akan selesai, kami segera mengganti pakaian dan menuju ruang kelas untuk belajar.

Pelajaran olahraga kali ini cukup melelahkan ditambah pikiran-pikiranku soal kasus Miya, percintaan Betty dengan Irfan, dan kasus Margaret. Satu lagi, tekadku untuk mendapatkan juara di lomba 17 Agustus. Aku harus bisa memenangkan hati para guru. Aku tidak ingin ada pesaing disekolahku karena aku akan selalu menjadi nomor satu.

Sang MultitalentaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang