Aku tidak peduli dengan semua murid yang memandangiku, aku menganggap diriku dan Margaret sebagai Hansel dan Gretel yang melawan para penyihir di sebuah hutan. Orang-orang di sekitarku hanyalah sebagai warga desa yang suka menggunjing orang lain. Margaret termasuk orang yang tidak peduli akan pujian apalagi menjadi pusat perhatian, ia hanya ingin didengarkan sebagai seorang pemimpin yang adil, bijaksana dan memiliki loyalitas dalam pertemanan. Margaret tidak pernah sekalipun mengkhianatiku atau bermain api di belakangku. Aku dan Margaret selalu jujur jika kami punya masalah, Margaret tahu betul masalahku dan ia sangat setia mengajakku ke jalan yang benar walaupun aku melewati proses tersebut dengan sangat lambat.
Aku masuk ke dalam barisan kelas bahasa yang berada di tengah-tengah. Di barisan kelasku sudah ada Margaret dan kawan-kawan, aku di sambut mereka dengan memberikan sebuah tos-tosan tangan, hal ini kulakukan agar pertemananku dengan mereka lebih erat. Adapun formasi barisan di kelasku, diurutkan berdasarkan tinggi badan murid. Aku mengambil barisan dua dari belakang murid banjar laki-laki yang berada di baris paling kiri dan di depanku sudah ada Bimo lalu di belakangku diisi oleh Alvaro dan Sahrul. Di samping Sahrul ada Irfan yang berada di banjar sebelah kanan laki-laki. Di samping kiriku ada Margaret, di belakang Margaret diisi oleh Andin dan Regita. Miya baris paling depan banjar sebelah kiri perempuan dan Riska baris di banjar sebelah kanan kemudian di belakang Riska diisi oleh Yuni dan Betty. Terakhir di belakang Miya diisi oleh Devi dan Regina.
"Muka lu kenapa keringetan begitu, Fer?" Tanya Betty.
"Gua abis lari, Bet. Untung aja gua masih bisa lolos dibantuin ayahnya Riska, kalo gak ada si Riska, gua udah kena poin negatif." Ucapku sambil mengelap keringatku.
"Riska? Oh Riska! Dia mah temen sekelasnya Irfan waktu SMP, iya kan Ris? Si anak Betawi bingitz." Ledek Betty.
"Iye, hahaha. Gua temennya Irfan. Sayangnya gua ama die mah kaga akrab." Ucap Riska.
"Irfan tuh sering cerita ke gua tentang lu yang katanya berani, tangguh dan jagoan di sekolah." Kata Betty.
Setelah berbincang, aku, Riska, dan Yuni segera ke belakang untuk meletakkan tas seperti yang lainnya di atas bangku panjang seperti bangku di halte busway.
Aku kembali pada cerita Betty. Betty dan Irfan sudah berpacaran sejak SMP kelas tiga, mereka berdua beda sekolah dan mereka sering menghabiskan waktu untuk berpacaran daripada belajar. Namun, tetap saja orang cerdas tidak akan pernah lupa kewajibannya dalam menuntut ilmu dan berprestasi. Irfan dan Betty berpacaran beda agama, Irfan seorang muslim sedangkan Betty beragama kristen. Mereka sama-sama taat dalam beribadah tapi di luar ibadah mereka sama-sama suka berzina. Pegang tangan, pelukan, bahkan ciuman. Mereka tidak pernah malu menunjukkan dosa mereka padaku dan Margaret. Selain juara DKI, Irfan pernah memenangkan juara futsal tingkat nasional bersama tim satu sekolahnya saat di SMP bernama Tiger Claw. Di saat yang bersamaan Betty juga memenangkan juara nilai akademik terbaik di kelas dan tiga besar nilai terbaik di sekolah, di bawah nilaiku dan Margaret. Di luar akademiknya, selain jurnalis, ternyata Betty sering menjuarai lomba fotografi dan sinematografi di tingkat DKI, saat kami sedang asyik mengobrol, Michelle sudah stand by di atas podium dan mengetuk mic sebanyak tiga kali, sedangkan kelas sebelas dan dua belas dipinta masuk ke kelas masing-masing oleh bel sekolah yang di bunyikan dari Ruang Audio Visual.
"Hola, guys." Sapa Michelle.
"Hai, kak." Sahut semua murid.
"Ok, guys. Kalian tampak luar biasa dengan tampilan seragam olahraga yang berbeda-beda. Membuat suasana di lapangan sangat cheerfull dan bewarna. Saya minta untuk adik-adik semuanya yuk bisa direntangkan kedua tangannya." Pinta Michelle.
Saat murid yang lain asik mengobrol, aku melihat wajah Michelle yang tampaknya kesal melihat suasana barisan kacau balau. Namun, hari ini suasananya agak berbeda, biasanya Margaret yang mengambil alih tapi kali ini Riska dengan beraninya menuju podium dan mengambil alih mic yang dipegang oleh Michelle.
"Sini biar gua aja, lemot amat sih lu jadi MC." Sahut Riska yang terdengar lewat mic.
"Tes 123, tes. Selamat pagi teman-teman, suara gua kedengeran kan?" Tanya Riska.
"Kedengerannnn." Sahut semua murid yang menatap Riska heran.
"Si Michelle ini kan kebanyakan ngomong bahasa Inggris, Nih gua ajarin gimane caranye jadi MC PBB. Liat gua nih Michelle! Ayo semuanye rentangin tangan lu pade! Yang di ujung anak ganteng, ayo rentangin tangannya jangan lemes-lemes kek orang tipes masih pagi juga. Yok mba yang di tengah di isi depannye." Ucap Riska.
Aku melihat Riska sangat berjiwa pemimpin dan tegas, aku dan Margaret membicarakannya sepanjang ia mengatur barisan. Aku mendengar logat betawinya yang lucu. Namun, sangat berani dan menyenangkan membuat semua murid langsung pada mengambil barisan dengan tertib.
"Nah kan begini enak di liatnye. lapangan gede sampe berhekter-heketer juga. Nih Michelle, lu kalo jadi MC yang tegas kek gua, jangan entar Inggris, entar Indonesia. Noh temen gua aje yang bule ngomongnye bahasa Indonesia. Ya kan, Perdian eh Ferdian, ya." Ucap Riska yang memanggil namaku.
"Yoiii." Sahutku sambil tersenyum.
"Ok semuanya pimpinan saya ambil alih, semuanya siap gerak! Lencang depan, gerak! Tegak, gerak! Istirahat di tempat, gerak!" Sahut Riska kemudian memberikan mic kepada Michelle.
Setelah Riska memberi mic kepada Michelle, Riska memberikan jari tengahnya ke wajah Michelle kemudian berjalan ke bawah tangga podium. Michelle hanya terdiam seperti orang bodoh dan tidak menyangka bahwa semua murid hanya mendengarkan suara Riska. Ketika semua murid sudah rapi, Michelle pergi ke ruang guru yang berada tepat di belakang podium. Setelah satu menit kami menunggu aba-aba, Michelle datang bersamaan dengan seorang polisi yang memakai kacamata. Badannya tinggi, kulitnya putih, dan memakai seragam polisi kemudian ia berdiri di atas podium, lalu melepas kacamatanya dan ternyata dia adalah Bang Adi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Multitalenta
Novela JuvenilDISCLAIMER!!! NOVEL INI PENUH DENGAN ADEGAN 18+ KEKERASAN, KATA-KATA KASAR, PEMBULIAN, BUNUH DIRI DAN KEHIDUPAN SEKS SERTA PENYAKIT SEKSUAL. "Di balik otak yang cerdas, terdapat jiwa yang kotor." Bagitulah isi novel Sang Multitalenta : Tahun pertama...