Malam ini akan menjadi malam terakhirku sebelum memasuki hari pertama di Sekolah Menengah Atas atau memasuki peralihan menuju coming of age. Aku berpamitan dengan omaku dengan alasan akan pergi menonton bioskop bersama Margaret. Aku keluar dari pintu rumahku kemudian melihat jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 20.30 malam. Aku berjalan keluar menuju gerbang rumah kemudian disaksikan oleh malam dengan bulan purnama di atas kepalaku. Aku menunggu Margaret di depan gerbang karena sebentar lagi ia akan sampai dengan mobil barunya.
"Den, ibu minta ke Pak Asep suruh anterin Den Ferdian sama Non Margaret ke bioskop." Ucap Pak Asep dengan ramahnya.
"Gak usah pak, soalnya aku juga dijemput Margaret." Balasku dengan senyum.
Aku rasa oma mulai curiga akan gerak-gerikku. Aku melihat dari kejauhan ia sedang berdiri di depan pintu. Tak lama kemudian Margaret datang dengan membunyikan klason mobilnya. Ia membawa mobilnya yang berwarna kuning merek Toyota Alya.
"Hey, tampan butuh tumpangan?" Ucap Margaret menggodaku setelah membuka kaca jendela mobilnya.
"Dengan senang hati, Tante." Balasku.
"Dah Oma." Sahutku bersamaan dengan Margaret.
"Hati-hati sayang." Balas Oma.
Aku pergi ke bar, mengenakan kaos putih, celana jeans hitam, dan jaket kulit berwarna coklat sedangkan Margaret mengenakan turtleneck berwarna hitam, celana jeans biru, rambut keritingnya digerai dan memakai lipstik berwarna merah burgundy. Margaret selalu tampak cantik dan manis setiap pergi bersamaku, ia tahu jenis pakaian apa yang harus di sesuaikan dengan konsep acara yang ia kunjungi.
Aku memperkirakan sekitar 30 menit lebih untuk bisa sampai di sana. Aku menyalakan musik dari Spotifyku, aku mencari lagi Titanium milik Sia dan David Guetta. Kami bernyanyi dengan semangat untuk merayakan malam terakhir SMP kami dan membuang semua kesedihan dan kesialan yang menimpaku dan Margaret.
"I'm bulletproof nothing to loose... fireaway...."
***
Kami sampai di bar daerah Kemang, Jakarta Selatan pukul 21.25 malam. Tempat ini menjadi salah satu tempat favoritku bersama Margaret sejak SMP. Kami berdua selalu bermain biliar dan minum bersama, cerita kami memang sedikit gila. Namun, kami berdua masih memiliki batasan untuk tidak mabuk-mabukan saat itu sebelum seseorang memberiku obat. Aku dan Margaret menghampiri salah satu bartender di bar ini sekaligus ia adalah temanku juga.
"Hey brader." Sahutku kepada seorang bartender bernama Rahmat.
"Weh, bro! Tumben lu baru keliatan." Tanyanya kemudian memelukku layaknya seorang abang dan adik.
Rahmat adalah salah satu teman brengsekku, ia merupakan anak dari pemilik bar ini, aku mengenalnya saat aku SMP kelas delapan semester dua. Aku bertemu dengannya di saat aku sedang rapuh mengingat kedua orangtuaku kemudian ia mengajakku untuk pergi ke bar ini padahal ia tahu kalau aku tidak bisa masuk ke dalam tempat ini. Namun, karena ia adalah anak dari pemilik bar ini, aku diizinkan masuk. Sejak saat itu, aku dan Margaret sering kemari untuk menghilangkan rasa kesedihan dan merayakan kejuaraan kami setelah lomba. Namun, aku tidak memberitahu Margaret maupun oma soal dimana aku mendapatkan narkoba selain dari Rahmat. Aku hanya bertransaksi melalui Rahmat saat semester akhir kemarin, aku memberi alasan aku mendapatkan narkoba dari terminal.
"Fer, ada yang baru nih." Bisik Rahmat padaku.
"Engga Mat, gila lu ya gua hampir mati kemarin." Ucapku
"Ha serius lu, tapi gak ketauan kan?" Tanyanya ketakutan.
"Kalo gua ketauan polisi, gua bakal ditangkap, tapi keknya polisi lagi nyari tahu soalnya kemarin gua liat diberita anak-anak SMA banyak yang ke tangkep." Ucapku bohong agar Rahmat segera menghentikan transaksinya.
Aku tahu Rahmat tidak akan pernah takut di penjara karena orangtuanya seorang pengusaha bar di Jakarta Selatan. Semua aset yang dimiliki cukup banyak seperti bar, club dan hotel mewah di kawasan Jakarta Pusat dan Selatan. Rahmat tidak menyelesaikan pendidikan SMAnya yang sebentar lagi lulus. Ia sudah tujuh belas kali dikeluarkan dari berbagai sekolah karena ketahuan minum whiskey di kelas, merokok, menonton porno, dan melakukan hubungan seksual di ruang kepala sekolah serta melanggar aturan kebijakan lainnya di beberapa sekolah. Ia diusir dari rumah kemudian menjadi gelandangan, tidur di atas kardus dan memalukan semua keluarganya. Lalu, ayahnya membawa ia pulang, ia sudah muak dengan Rahmat. Hingga pada akhirnya, Rahmat mengurus bar milik ayahnya sekaligus menjadi bartender dan pengedar obat-obatan.
***
Aku mengobrol bersama Margaret dan memperhatikan rambutnya yang lucu dan bibir seksinya. Aku duduk disebelahnya sembari menunggu racikan minuman yang dibuat oleh Rahmat. Selain minum bersama Margaret, aku juga pernah minum bersama temanku Justin dan pacarnya Kimberly setelah lomba cerdas cermat Bahasa Inggris di Austaralia, mereka membelikanku sebuah Whiskey berlabel Jack Daniel's dari hasil juara satu. Kami mabuk di apartement milik Justin, anak super kaya di Sdyney dan kami melakukan hubungan badan bertiga.
Justin dan Kimberly merupakan murid yang cerdas di Sdyney, Australia. Hal ini terbukti ketika aku menjadi program pertukaran pelajar selama dua minggu. Mereka menjadi kandidat bersamaku untuk debat Bahasa Inggris. Mereka juga lihai dalam mengelabui musuh sehingga tidak terlihat ia murid yang liar atau tidak. Mereka mengikuti kelas akting sehingga tidak bisa di detetksi dalam ekspresi dan tindakan. Sama halnya denganku orang-orang tidak bisa mengenaliku dengan bijaksana, mereka tahu betul aku adalah sosok yang menjadi contoh dan sosok inspiratif karena kecerdasanku padahal di belakang layar aku benar-benar brengsek.
"Fer, lu gak pesanin gua?" Tanya Margaret.
"Lu yakin mau minum?" Tanyaku becanda.
"Gak lah gila, cukup orang tua gua aja yang minum. Gua udah stop minum, kita masih muda, Fer. Umur kita masih panjang." Sahut Margaret.
Apa yang dikatakan Margaret benar adanya, di usia muda ini memang harus produktif namun juga harus berhati-hati dalam mengambil langkah dan keputusan. Aku berharap ini akan menjadi momen terakhirku untuk tidak melakukan kesalahan yang sama karena masih ada tiga tahun masa SMA. Ini akan menjadi awal yang baru buat kehidupan normalku kembali.
"Nih, bro." Ucap Rahmat sembari memberiku tequila.
"Mat, Mocktail ya kek biasa." Ucap Margaret.
"Ok." Ucapnya singkat.
Awal pertama bertemu, Margaret sangat menyukai Rahmat. Namun, karena Margaret tahu kalau sebenarnya Rahmat seorang bartender dan pengedar narkoba. Ia memutuskan untuk tidak mencintai Rahmat lagi. Sejujurnya, ia sangat membenci alkohol karena dulu ibunya seorang pecandu obat-obatan dan alkoholik. Sedangkan ayahnya terlibat kasus penggunaan narkoba. Namun, semua itu usai saat Margaret bertemu denganku. Semua masalahnya dilimpah ruahkan kepadaku sehingga aku harus memikul semua cerita Margaret menjadi bebanku juga. Ayahnya direhabilitasi dan dinyatakan bersih selama masa pemeriksaan sekitar setahun yang lalu. Ibunya meninggal dua tahun yang lalu dengan terkapar di atas sofa dan mulutnya menganga mengeluarkan busa dengan mata yang terbuka lebar menghadap patung Yesus. Aku sempat shock dan sedih mendengar keluh kesahnya yang begitu dalam. Margaret dan aku sama-sama memiliki rahasia besar dalam hidup dan kami berjanji tidak akan saling memberitahu siapa pun sampai akhir hayat kami.
Aku melihat jam dengan samar-samar sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari dan aku harus segera pulang bersama Margaret. Kepalaku terasa pusing dan sedikit mual, kepalaku juga terasa hangat dan badanku panas sekali. Rasanya aku ingin buka baju, aku keluar dari kursiku dan melangkahkan kakiku keluar. Aku mendengar suara sayup-sayup memanggil namaku seperti suara Margaret. Sepertinya aku mabuk dan aku melihat sebuah warna hitam yang dipenuhi titik-titik putih seperti bintang. Aku menangkapnya dan tidak bisa kugapai lalu menangis kemudian aku tersenyum-senyum melihat semua orang memandangiku. Seketika badanku jatuh semuanya berubah menjadi hitam saat suara musik DJ berganti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Multitalenta
Genç KurguDISCLAIMER!!! NOVEL INI PENUH DENGAN ADEGAN 18+ KEKERASAN, KATA-KATA KASAR, PEMBULIAN, BUNUH DIRI DAN KEHIDUPAN SEKS SERTA PENYAKIT SEKSUAL. "Di balik otak yang cerdas, terdapat jiwa yang kotor." Bagitulah isi novel Sang Multitalenta : Tahun pertama...