Kemarin adalah bukti nyataku bisa mendapatkan prestasi pertama di tahun pertama sekolahku. Aku mendapatkan juara satu lomba baca puisi SMA piala bergilir tahun 2017 tingkat wilayah Jakarta Utara. Aku tidak akan pernah melupakan momen tersebut karena hanya satu orang yang dipilih untuk lanjut ke babak selanjutnya pada bulan Oktober nanti. Suara penonton saling bersatu padu di aula walikota, mereka meneriaki kemenanganku dengan bahagia. Aku yakin, pasti ada rasa sedih, iri dan kecewa dari para peserta. Aku tidak pernah tahu bagaimana rasanya kalah dalam sebuah kompetisi. Namun, yang membuatku sedih adalah jika aku tidak pernah mendapatkan juara satu. Aku sempat bertanya kepada Margaret bagaimana rasanya kalah dalam sebuah kompetisi. Ia bilang "Kadang kalo gua kalah dari lu, gua pengen ninju muka lu, Fer."
Aku membawa piagam pertamaku dalam perlombaan baca puisi yang dimana piagam tersebut terbuat dari emas asli. Aku telah memenangkan banyak piala, piagam, medali dan sejumlah uang dari berbagai jenis nilai mata uang. Namun, inilah hadiah pertamaku, mendapatkan juara lomba dari kategori sastra. Dalam kemenanganku kemarin, aku mendapatkan sertifikat yang sudah dicetak langsung di sana dan membawa uang senilai lima juta rupiah. Kami foto bersama di dalam aula kemudian pulang ke rumah masing-masing.
Senin ini, semua murid berkumpul di lapangan untuk melaksanakan upacara pagi. Kasus kematian Robby masih menyimpan tanda tanya besar dalam mencari motif. Polisi belum bisa menyatakan alasan Robby bunuh diri. Namun, semua orang berpendapat jika Robby mengidap penyakit skizofrenia dan sisanya mengatakan Robby terkena bipolar yang sama-sama berkaitan dengan kesehatan mental sehingga membuat ia menjadi berhalusinasi. Kedua orangtua Robby tidak peduli dengan kematian anaknya, mereka hanya ingin anak mereka tenang di atas sana. Sedikit aneh, tapi begitulah cerita yang kudengar dari mulut ke mulut. Kami berbaris di lapangan dan mengikuti upacara dengan tertib hingga selesai.
Upacara selesai pukul 08.15 pagi kemudian Pak Bonar naik ke atas podium dan mengambil mic.
"Selamat pagi anak-anakku tercinta, sebelum kalian masuk ke kelas masing-masing. Bapak ingin mengumumkan daftar pemenang tahun ini sebagai bentuk apresiasi. Boleh kita kasih tepuk tangan yang meriah untuk mereka yang berprestasi!" Ucap Pak Bonar dengan suaranya yang tegas.
"Sial, aku lupa untuk merahasiakan kemenanganku pada bundo." Ucapku dalam hati kemudian Margaret menatap mataku dengan tatapan sendu.
Aku akan sangat malu sekali karena tidak ada satupun yang kuberitahu akan rahasiaku yang mengikuti lomba dan kemenanganku untuk piala bergilir. Semua murid tentunya saling bersorak ria dan bertanya-tanya siapa saja yang dalam tiga bulan terakhir ini memiliki prestasi. Aku hanya terdiam dan menunggu siapa saja yang dipanggil.
"Baiklah, bapak akan mengumumkan untuk kategori musik. Juara satu lomba vokal solo tingkat nasional, selamat kepada Jules. Juara yang di raih pada tanggal 9 Juli 2017." Ucap Pak Bonar.
Aku melihat Jules untuk kesekian kalinya, ia blasteran Prancis-Indo. Rambutnya blonde, wajahnya sangat cantik. Semua orang bertepuk tangan untuk Jules. Beberapa piala, piagam, dan medali sudah terpajang di atas meja yang di letakkan di atas podium. Pak Bonar memberikan piagam tersebut yang berbentuk mic kemudian Pak Bonar memanggil kategori selanjutnya.
"Selanjutnya, ada kategori olahraga. Selamat kepada Rizal yang telah memenangkan juara 1 lomba renang O2SN tingkat nasional pada 9 September 2017." Teriak Pak Bonar dengan suara lantang.
Rizal berjalan sembari membusungkan dada kemudian menaiki sebuah podium. Beberapa saat kemudian Pak Bonar memanggil anak-anak yang lain yang memiliki prestasi di bidang non akademik lainnya. Ada sepuluh murid yang sedang berdiri dan memegang penghargaan mereka masing-masing. Aku bersyukur namaku tidak di sebut oleh Pak Bonar, perasaanku sangat lega karena aku tidak ingin semua orang tahu tentang kemenanganku. Para pemenang lebih dominan dari kelas sebelas karena kelas dua belas sudah harus di jaga ketat. Pak Bonar bilang kelas dua belas harus menyiapkan diri untuk pendaftaran kuliah tahun depan.
Saat pengumuman juara ingin di tutup, jantungku berdebar cukup kencang karena aku melihat bundo naik ke atas podium. Mataku terbelalak karena bundo berusaha mengambil alih mic dari Pak Bonar.
"Pagi, anak-anakku. Maaf bundo lupa bahwa ada satu pengumuman juara dari kelas sepuluh. Ini untuk pertama kalinya dalam sejarah di SMANI, baru saja tiga bulan terakhir murid kelas sepuluh sekolah. Ternyata ada seorang pemenang dari kelas sepuluh loh. Ayo kita kasih tepuk tangan yang meriah untuk Ferdian Merriman dari kelas sepuluh bahasa yang telah meraih lomba baca puisi SMA piala bergilir pada hari minggu kemarin." Ucap Bundo dengan semangat.
Seketika satu lapangan menjadi hening dan semua orang menatapku dengan wajah aneh. Aku hanya terdiam dan menatap wajah mereka semua. Tiba-tiba, Margaret berdiri dengan percaya diri.
"Ayo dong, kita kasih tepuk tangan buat temen kita. Masa lu pada diem aja sih." Ucap Margaret dengan heboh kemudian beetepuk tangan.
Tak lama kemudian, aku berdiri dengan perasaan malu lalu berjalan menuju podium. Aku berdiri di samping Rizal kemudian membawa piagam emasku yang luamayan berat. Kami foto bersama dan semua orang terus memandangiku dengan wajah heran.
"Tuh benar kan guys, gua bilang juga apa. Temen gua itu kalo gak seminggu ya tiga bulan udah terkenal. Lo keren Merriman." Teriak Betty kemudian memberikan cium jauh.
Aku melihat wajah Regina tampak kesal. Sepertinya, ia marah padaku karena aku mendapatkan juara di lomba baca puisi yang merupakan bagian dari sastra. Sastra sudah mendarah daging di dalam tubuhnya sehingga tidak ada yang boleh menyainginya. Beberapa menit berlalu, kami semua dipinta masuk ke dalam kelas masing-masing. Aku dan Margaret berjalan bersama menuju kelas, saat di tangga aku bertemu dengan Regina.
"Hei, Re. Lu gpp?" Tanyaku sambil melihat Macbook yang dipegangnya.
Regina hanya terdiam dan tidak menjawab pertanyaaku begitu dengan pertanyaan Margaret. Aku dan Margaret terus mengikutinya dari belakang kemudian menghalanginya dari depan. Namun, ia tetap berjalan dengan wajah marahnya.
Saat di kelas, aku berusaha meraih tangan kananya. Namun, saat aku menarik tangan kananya, ia melepas tanganku dengan cepat sehingga laptop yang dipegang tangan kirinya terjatuh ke lantai dan membuat suasana kelas menjadi hening seperti di lapangan.
"Ada apa sih guys?" Teriak Andin dari belakang.
"Eh buset." Ucap Riska.
"Keterlaluan lu, Fer. Lu bener-bener tega. Lu gak ngasih tau gua kalo ada lomba baca puisi dari sekolah dan sekarang lu ngancurin macbook gua." Ucapnya.
"Oh karena soal lomba aja lu marah. Denger ya Regina, dia aja direkomendasiin sama bundo buat ikut. Kalo lu mau marah, seharusnya lu bilang ke bundo. Bukan ke Ferdian." Ucap Margaret.
"Terus kenapa kalian berdua gak cerita ke gua soal ini." Tanya Regina.
"Gua sebenarnya gak mau ngecewain lu Re karena cuma gua yang dipilih sama bundo buat ikutan lomba itu." Kataku.
"Gimana-gimana, Re? Bukannya lu kemarin ikutan lomba baca puisi?" Ucap Miya yang datang dari luar.
"Hah? Apa sih anjir? Gua gak ngerti sumpah." Ucap Betty dari belakang kemudian semua murid mengerubungi kami bertiga.
Di tengah pembicaraan kami, Miya mengambil suaranya untuk membantu menyelesaikan masalahku dengan Regina. Miya menceritakan padaku bahwa Regina mengikuti lomba baca puisi di Gedung Walikota Jakarta Utara pada hari minggu kemarin. Lalu, aku dan Margaret menyadari bahwa peserta lomba baca puisi kemarin yang mengundurkan diri adalah Regina.
"Oh, jadi lu sama kan Re. Diem-diem ikut lomba baca puisi juga, temen toxic lu. Gak pantes berada di circle gua. Kenapa? Lu takut kalah saing?" Tanya Margaret kemudian mendekati wajahnya Regina.
Setelah pertengkaran di pagi ini, Regina meninggalkan kelas begitu saja. Ia sangat marah padaku dan juga Margaret. Aku berusaha mengejarnya. Namun, Margaret melarangku dan menyuruhku duduk.
"Hei, Miya! Welcome back." Ucapku kemudian duduk di kursiku.
"Thanks, Fer." Ucap Miya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Multitalenta
Teen FictionDISCLAIMER!!! NOVEL INI PENUH DENGAN ADEGAN 18+ KEKERASAN, KATA-KATA KASAR, PEMBULIAN, BUNUH DIRI DAN KEHIDUPAN SEKS SERTA PENYAKIT SEKSUAL. "Di balik otak yang cerdas, terdapat jiwa yang kotor." Bagitulah isi novel Sang Multitalenta : Tahun pertama...