Sudah tiga minggu, aku belajar di sekolahku dengan sistem belajar yang super ketat untuk beberapa kategori mata pelajaran. Aku mulai dari guru Bahasa Prancisku, ia bernama Camille. Aku dan yang lainnya biasa memanggil Madame Camille atau Bu Camille. Ia merupakan blasteran Prancis dan Indo, ia juga memiliki anak yang cantik bernama Jules dan usianya dua tahun di atasku. Saat ini, Jules kelas dua belas, ia mengambil ekskul Paduan Suara seperti halnya Devi. Devi sering bercerita kepadaku bahwa Jules memiliki suara yang indah dan lebih merdu dari pada suaranya. Devi bercerita kepada Geng Smart Genius bahwa tiga bulan dari sekarang akan ada lomba Paduan Suara piala bergilir. Ia takut tidak terpilih karena saingannya merupakan murid dari luar kota, luar negeri bahkan ada mantan Idola Cilik yang saat ini menjadi kakak kelasku. Bu Camille jika mengajar di kelas kami selalu berbicara 25 persen bahasa Prancis dan 75 persen bahasa Indonesia. Ia selalu bilang "Semakin banyak kita berbicara bahasa asing, semakin cepat kita mengerti."
Selain belajar bahasa Prancis, aku juga belajar bahasa Jepang. Guruku orang Jepang asli yang bernama Fumiko. Dalam Bahasa Jepang kami selalu memanggil sensei atau guru. Ia sudah lama tinggal di Indonesia selama kurang lebih 20 tahun. Saat ini, usianya 43 tahun. Sensei Fumiko merupakan guru yang baik dan belum menikah. Ia pernah bilang bahwa Fumiko tidak layak untuk dicintai karena ia telah didagnosa tidak bisa memiliki anak. Ia akan selalu mencintai dirinya sendiri sampai akhir hayatnya. Ia tidak malu untuk bercerita kepada siapapun termasuk semua murid dikelasku. Namun, berbeda dengan cara mengajar Bu Camille, Sensei Fumiko mengajar dengan cara yang lebih efektif, yaitu menggunakan metode tulisan dibuku yang berbentuk kotak-kotak. Kami menulis huruf Hiragana terlebih dahulu, ia bilang "Semakin naik kelas, akan semakin banyak huruf Jepang yang harus dipelajari."
Beruntungnya, aku tidak takut belajar bahasa asing karena dari kecil aku sudah fasih dalam beberapa bahasa asing. Orang sepertiku yang memiliki atau menguasai bahasa asing lebih dari empat bahasa disebut poliglot. Makanya, aku tidak takut untuk berlomba di luar kota karena dari kecil sudah diasah oleh ayahku. Selain bahasa Jepang dan Prancis, aku juga diwajibkan mempelajari Sastra Indonesia. Pelajaran tersebut sama dengan halnya bahasa Indonesia. Namun, sedikit lebih kompleks. Guruku yang mengajar pelajaran tersebut bernama Bu Hayati. Sejak sekolah berdiri, ia dipanggil Bundo oleh semua murid. Alasan ia dipanggil Bundo karena ia adalah orang Padang asli. Bundo juga melatih ekskul Teater SMANI yang saat ini sedang kujalani bersama Riska dan Yuni. Aku suka cara mengajarnya Bundo, ia sangat memahami kami dalam belajar Bahasa Indonesia dengan ruang lingkup yang cukup luas. Jadi bukan hanya mengenal bahasa Indonesia saja, tetapi lebih kearah puisi, pantun, dan karya sastra lainnya.
Disekolahku ada sembilan mata pelajaran wajib yang bernama Kelompok A yang terdiri dari, Pendidikan Agama Islam/Kristen, PPKN, Bahasa Indonesia, Matematika, Sejarah Indonesia, Bahasa Inggris, Seni Budaya dan Penjaskes. Lalu, ada empat mata pelajaran bahasa asing yang bernama Kelompok B yang terdiri dari, Sastra Indonesia, Sastra Inggris, Bahasa Jepang dan Bahasa Prancis. Terakhir, ada tiga mata pelajaran lintas minat yang bernama Kelompok C yang terdiri dari, Ekonomi, Biologi, dan Geofisika.
Saat ini, aku sedang duduk melingkar di atas podium bersama Geng Smart Genius, kami sedang berdiskusi mengenai pembelajaran selama tiga minggu ini. Aku memulai percakapan dengan mereka yang dimulai dari salah satu guru kami yang mengajar mata pelajaran ekonomi. Ia bernama Pak Aditya, kami berbicara kecil mengenai cara ia mengajar yang tidak jelas. Pelajaran Ekonomi dimulai di Hari Senin tepat setelah pelajaran olahraga. Pak Aditya mengajar ekonomi hanya untuk kelas sepuluh. Setiap ia masuk kelasku, ia selalu memberikan banyak tugas yang bertumpuk, dan memberi tiga jenis tugas. Ada pilihan ganda dengan jumlah 40 soal, esay 10 soal dan pemilihan benar atau salah 10 soal. Namun, ia tidak pernah memberikan penjelasan yang detail, ia tidak menjelaskan tentang mata pelajaran tersebut, ia hanya memberikan tugas kemudian meninggalkan kelas.
Margaret dan Andin ingin melaporkan Pak Aditya kepada kepala sekolah. Namun, aku meminta mereka jangan terlalu gegabah terlebih dahulu karena saat ini kamera CCTV di seluruh ruang kelas sepuluh rusak karena akan ada pergantian kamera yang lebih bagus untuk enam bulan ke depan. Aku meyakini mereka berdua bahwa mereka akan kalah suara karena Pak Aditya guru yang sudah lama bekerja di seolah ini. Aku melihat jam ditanganku sudah menunjukkan pukul 15.30 sore yang menandakan untuk latihan teater di minggu ketiga. Untuk beberapa jadwal ekskul yang kutahu, yaitu Margaret mendapat jadwal ekskul paskibra di Hari Senin dan Bimo ekskul japan club di Hari Selasa. Betty ekskul sinematografi di Hari Rabu bersamaan dengan Regita yang ekskul Cheerleader kemudian Andin ekskul english club di Hari Kamis bersamaan dengan Devi yang mengambil ekskul paduan suara. Aku, Riska dan Yuni ekskul teater di Hari Jumat, sedangkan Regina dan Miya mengambil ekskul terbaru, yaitu Kelas Menulis atau Writing Class ditahun ajaran 2017/2018.
Untuk peraturan disekolahku, ketentuan belajar dan ekstrakurikuler harus seimbang. Tidak boleh ada yang lebih menonjol di masing-masing bidang. Jika nilai turun di bawah KKM dengan nilai dibawah 80 akan mendapatkan surat peringatan pertama. Jika sudah mendapatkan tiga surat peringatan maka murid akan mendapatkan jadwal sidang bersama wali kelas, kepala sekolah, dan wakil kesiswaan. Menurutku, peraturan tersebut cukup kejam dan gila. Namun, hal ini lah yang menjadikan hidupku sedikit menantang. Aku akan membuktikan kepada mereka semua bahwa aku bisa menonjolkan keduanya, yaitu bidang akademik dan non akademik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Multitalenta
Teen FictionDISCLAIMER!!! NOVEL INI PENUH DENGAN ADEGAN 18+ KEKERASAN, KATA-KATA KASAR, PEMBULIAN, BUNUH DIRI DAN KEHIDUPAN SEKS SERTA PENYAKIT SEKSUAL. "Di balik otak yang cerdas, terdapat jiwa yang kotor." Bagitulah isi novel Sang Multitalenta : Tahun pertama...