"Eh liat deh, itu kakak kelas kenapa begitu banget ya? Pada sok iya dan caper banget." Celetuk Devi.
"Kalo menurut gue ya mereka itu anak IPS soalnya kakak gua kan pernah sekolah di SMA Harapan Negeri. Dia jurusan MIPA dan kalo lewat di kantin selalu digodian anak IPS yang biasanya nongkrong di kelas, kantin, tongkrongan, dan di lapangan. Serius deh mirip banget sama mereka yang suka main gitar-gitaran, nyanyi rame-rame dan berisik. Mending kalo suara mereka bagus, ini mah berisiknya doang." Ucap Regita.
"Ewww." Ucap Andin.
"Iya betul banget kata lu, git Kebanyakan sih anak IPS, abang gua kan jurusan IPS, kata dia sih anak IPS rata-rata solid dalam pertemanan jadinya bikin geng atau komunitas di sekolah gitu." Ucap Regina.
"Jangan-jangan abang kita dulu juga begitu lagi." Balas Andin.
"Najis, gak mungkin! Abang gua tuh suaranya bagus, laki banget dan suaranya mirip Cakra Khan." Timpa Margaret.
Aku yang dari tadi mendengar keluh kesah teman-temanku menjadi ikut kesal. Saat yang lain melirik mereka, aku melihat seorang kakak kelas bertuliskan Rizal. A di name tagnya, lengan seragam kanan dan kiri di gulung supaya ototnya terlihat. Kami terus memandang mereka sembari makan mi ayam. Akhirnya, gerombolan murid tersebut sadar dan mulai berhenti bernyanyi. Mata mereka menyoroti kami, dibarengi dengan suara langkah kaki mereka yang semakin mendekat.
"Aduh mereka lihat kita lagi." Sahut Regita ketakutan.
"Wah, bencana ini." Bisik Betty.
"Kena deh." Tambah Bimo.
Rizal salah satu murid senior berbadan besar dan sedikit berotot, wajahnya tegas dan memiliki rambut berwarna hitam dan agak sedikit berantakan. Aku dan Margaret meyakini bahwa Rizal merupakan ketua geng dari lima belas murid tersebut. Ia datang ke meja kami dengan menggebrak meja kemudian menyingkirkan mi ayam Miya hingga terbalik. Ia mengelus-elus rambut Miya dan mengambil bandonya dan mematahkan bando tersebut, Miya hanya terdiam dan tidak bisa berbuat apa-apa. Kami semua hanya terdiam dan mendengarkan bicaranya yang lantang. Namun, lebih banyak kata-kata somong yang terucap. Aku melihat wajah Margaret yang geram dengan tangan mengepal yang sudah tidak sabar meninju wajah Rizal.
"Lu bisa diem gk? Jangan sentuh temen gua." Ucap Regina kesal.
"Lu mau gua tampar, hah? Kutu buku!" Ucap Rizal yang kemudian menarik kacamata Regina, lalu membantingnya sehingga menimbulkan pecahan kaca.
"Udah yuk cabut! Jangan di ladenin. Orang gila nih. Yuk guys. Bang Aji bayar!" Sahut Andin.
Akhirnya, kami bersembilan cabut dari kantin dan menuju ke kelas, suasana kantin semakin ramai dan memanas. Saat aku dan yang lainnya melangkahkan kaki untuk pergi, tiba-tiba Rizal menghalangiku menggunakan tangan kirinya, teman satu angkatannya hanya melihat dan tertawa. Semua murid yang mengenakan seragam putih abu-abu hanya bisa melihat dan merekam kejadian tersebut. Tidak ada satupun dari mereka yang bertindak begitu juga dengan pedagang kantin yang hanya melihat seperti orang yang tidak tahu apa-apa.
"Minggir." Ucapku lembut.
"Diem." Balas Rizal.
"Minggir kak." Ucapku yang semakin lembut.
"Diem dan duduk!" Ucapnya keras.
"Gua bilang minggir, bangsat! Kenapa sih susah banget buat minggir!" Bentakku.
"Kalo lu mau jadi jagoan jangan di sini, anjing." Bentakku lagi.
"Whoaaa." Sorak semua murid kemudian Rizal kembali berdiri.
"Siapa nama lu? Ok, Ferdian Merriman.Denger baik-baik! Mending lu cabut deh, jangan sekolah di sini. Ini tuh sekolah bukan tempat sampah! Liat aja seragam lu udah kotor, lecek, dan pasti bau kek sampah di belakang sekolah." Bisik Rizal.
Aku yang mendengar ucapannya cukup kesal. Namun, aku harus sabar dan tenang. Aku harus bisa menahan emosiku. Di sekelilingku adalah lingkaran setan yang membuatku tambah emosi, mereka bukannya memisahkan melainkan hanya bersorak kencang.
"Woy! Lu semua pada bego atau tolol sih? Jadi kakak kelas aja lu pada gak becus. Denger ya Rizal! Dari tadi gua muak sama lu, ocehan lu, suara lu yang bikin gua muntah, dan gaya lu yang sok senioritas. Lu liat sekitar lu! Semuanya sampah, yang ada cuma bisa nonton. Lu juga ya Rizal jadi kakak kelas gak mau ngalah sama adik kelas lu sendiri. Lu mau tau bentuk sampah seperti apa? Nih bentuk sampah." Ucap Margaret sekeras-kerasnya sambil berdiri di atas meja kemudian menyiram wajah Rizal menggunakan es teh.
"Oh my god." Ucap Betty.
Ini bukan sekali, dua kali aku melihat Margaret berani dengan kakak kelas. Pertama, saat SMP kelas tujuh, ia menyiram rambut Adelia yang merupakan senior di SMPku. Adelia anak orang kaya baru yang sangat angkuh dan senioritas, Adelia disiram dengan kuah pop mie sisa yang sudah diludahi oleh Margaret. Kedua, saat kelas delapan, ia menyiram seragam Kiki, seorang senioritas setelah Adelia lulus. Margaret menyiram kopi Good Day yang baru dibeli dari kantin. Kiki pingsan karena kopi tersebut masih panas padahal fakta sebenarnya Margaret membeli kopi tersebut dalam keadaan dingin. Semua kasus yang dilakukan Margaret menyeretnya ke Ruang BK. Namun, ia selalu selamat karena mempunyai banyak prestasi yang kemungkinan besar, ia tidak akan dikeluarkan dari sekolah. Di SMP Margaret memiliki julukan Si Anak Guru sedangkan aku memiliki julukan Si Anak Emas.
Setelah Margaret menyiram wajah Rizal dengan es teh, Rizal tampak kesal dan geram yang kemudian ingin menampar Margaret. Lalu, segera kutangkap pergelangan tangannya dan kudorong ke lantai.
"Lu kalo berani jangan sama perempuan dong." Ucapku.
"Lu semua belum jadi anak SMA aja udah pada songong ya, gimana nanti." Ucap Rizal sambil menunjuk kami.
"Kenapa emangnya? Gak ada takut-takutnya gua sama lu." Ucap Margaret kesal.
Saat Rizal sedang terkapar akibat kudorong, seorang perempuan datang dari arah koridor. Aku pikir ia adalah pacaranya. Aku melihat di name tagnya bernama Venita, rambutnya di kuncir kuda, bibirnya berwarna merah, dan wajahnya di rias seperti wanita dewasa. Saat Venita mendirikan Rizal, seorang guru datang dan melerai keributan kami. Guru tersebut bernama Basuki, perutnya sedikit buncit, berambut hanya dibagian kiri dan kanan saja.
"Ada apa ini ribut-ribut? Bapak dari tadi pantau kalian melalui CCTV loh, bapak pikir kalian pada becanda. Rizal kamu lagi, kamu lagi! Sampe kapan sih kamu gak berbuat masalah? Kamu juga anak baru gimana ini? Hari pertama udah ada perkara baru." Sahut Pak Bas.
"Jadi gini pak, kami kan melihat mereka yang menurut kami cukup nakal dan juga berisik. Mereka merusak suasana kantin yang udah rame, sesak, ditambah suara Kak Rizal jadi tambah bising Pak. Nah, terus dia nyamperin ke meja kami dan marah-marah gak jelas sampe gebrak meja segala dan...." Ungkap Andin yang kemudian di potong oleh Venita.
"Diem lu cabe!" Sahut Venita.
"Dih? Datang-datang nih perempuan gak jelas banget sih lu! siapa nama lu? Oh Venita. Kenapa lu nyuruh temen gua diem? Lu ngaca ngantain temen gua cabe! Ini tuh sekolah bukan diskotik jadi kalo emang lu murid terpelajar jangan make up di sini." Ucap Margaret.
"Dan temen gua kan jelas emang cantik natural, jadi dandan gk dandan tetep aja cantik shay." Tambah Betty.
Hari pertamaku adalah sebuah bencana, aku tidak menyangka hal seperti ini menyeretku ke Ruang BK. Akhirnya, aku, Margaret dan Rizal menuju Ruang BK. Sedangkan yang lain bubar menuju ke kelas masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Multitalenta
Teen FictionDISCLAIMER!!! NOVEL INI PENUH DENGAN ADEGAN 18+ KEKERASAN, KATA-KATA KASAR, PEMBULIAN, BUNUH DIRI DAN KEHIDUPAN SEKS SERTA PENYAKIT SEKSUAL. "Di balik otak yang cerdas, terdapat jiwa yang kotor." Bagitulah isi novel Sang Multitalenta : Tahun pertama...