Aku dan Margaret sudah sampai di rumah sakit, kami berdua nekat untuk menjenguk Riska dan Yuni yang sampai saat ini masih koma. Aku harap mereka berdua segera pulih karena aku yakin. Penyebab kecelakaan mereka ini ada sangkut pautnya dengan kasus Miya dan Robby.
Aku berjalan menuju ruang ICU, saat aku sampai di sana. Aku bertemu dengan orangtua Riska. Wajah mereka terlihat tidak terlalu murung saat aku lihat pertama kali. Namun, kesedihan tetap ada. Aku langsung bertanya mengenai kabar Riska dan Yuni. Mereka bilang keadaanya sudah membaik walau masih koma. Aku tidak bisa masuk ke dalam ruang ICU karena aku bukan bagian dari keluarga korban.
Aku dan Margaret membawakan parcel buah dan beberapa cemilan untuk orangtua Riska. Mereka senang sekali dengan keramahanku dan Margaret. Di depan ruang ICU terdapat bangku panjang yang memiliki tujuh kursi, terbuat dari besi dan memiliki cat berwarna abu-abu. Aku berterus terang sembari memegang tangan ibunya Riska. Aku menceritakan kejadian malam sebelum kecelakaan Riska. Aku juga menceritakan kronologi kematian Robby dan kasus pelecehan terhadap Miya.
Setelah hampir satu jam aku bercerita, ibunya Riska terkejut setelah mendengar ceritaku karena apa yang kusampaikan ini bukan sebuah rekayasa kemudian ia memberikan ponsel milik Riska padaku. Ia belum membuka apa isi di dalamnya. Saat aku mencoba menyalakan ponsel tersebut, ponsel itu tidak menyala. Sebagian ponsel Riska hancur dan Yuni pun sudah di buang oleh ayahnya. Aku meminta ponselnya Riska untuk ku servis, agar aku bisa mendapatkan informasi di dalamnya.
Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 sore, aku segera berpamitan dan meninggalkan orang tua Riska. Dengan langkah kaki yang terburu-buru bersama Margaret. Kami bergegas mengendarai motor menuju tempat servis ponsel terbaik di wilayah Jakarta Pusat. Margaret melaju terlebih dahulu kemudian diikuti olehku. Kami berdua nekat mengendarai motor di jalan besar tanpa surat izin mengemudi karena bulan April nanti umurku 17 tahun begitu dengan Margaret di bulan akhir maret.
Hiruk pikuk suara klakson dan macetnya jalan menjadi ciri khas ibukota Jakarta. Seragam putih abu-abuku akan menjadi ciri untuk di kelabui oleh polisi nakal yang selalu meminta uang. Aku bisa melihat banyak sekali polisi-polisi di kota Jakarta yang sok galak dan selalu meminta uang untuk membeli rokok ataupun uang jajan. Saat di lampu merah aku dan Margaret tertangkap basah karena masih mengenakan seragam sekolah.
Kunci motorku dan Margaret diambil dan di masukan ke dalam saku celana polisi yang memiliki postur badan yang buncit dan tampang yang sok galak. Ia menegur kami dengan alasan kami masih memakai seragam sekolah dan mereka yakin bahwa kami belum memiliki SIM. Aku meminggirkan motorku di pinggir jalan dan polisi tersebut mencoba menginterogasiku.
"Selamat sore, dek. Boleh lihat STNK dan SIMnya?" Tanya polisi bernama Seto.
Aku memberikan SKCKku kemudian berterus terang bahwa aku tidak memilki SIM.
"Baik karena adek ini tidak memiliki SIM, bapak akan membuat surat tilang." Ucap Pak Seto dengan mengeluarkan secarik kertas berwarna merah muda.
"Pak, saya itu masih umur 16 tahun, jadi wajar kalo saya tidak memiliki SIM, saya juga buru-buru ingin ke monter buat benerin hp." Ucapku serius.
Polisi tersebut terus memaksaku untuk menebus motor dengan harga tilang SIM senilai Rp.700.000. Aku tidak akan membayar, aku ingin diberi kesempatan oleh polisi tersebut. Namun, ia bersih keras jika aku tidak menginginkan surat tilang maka aku harus membayar dua ratus ribu agar aku bisa terbebas.
"Pak polisi yang terhormat, saya tanya pasal berapa yang menjelaskan adanya penilangan kendaraan bermotor jika tidak membawa SIM?" Tanyaku.
Polisi tersebut hanya terdiam dan ingin menjawab namun masih terlihat berpikir.
"Ada di UUD pasal 1 ayat 1." Ucap serius polisi tersebut.
Aku dan Margaret tertawa lepas diikuti oleh beberapa polisi yang menertawakannya. Ia benar-benar bukan seorang polisi yang bijak. Aku rasa ia lolos menjadi polisi karena hasil tidak murni. Padahal UUD itu yang menjelaskan tentang negara Indonesia.
"UUD pasal 1 ayat 1 itu berisi tentang bahwa negara Indonesia ialah negara kesatuan, yang berbentuk republik." Ucapku kemudian mengambil kunci dari polisi tersebut dan bergegas pergi.
"Kalo mau menilang, bawa pasalnya ya pak biar gak lupa." Ucap Margaret sambil mengambil kunci.
Polisi itu benar-benar malu akan perbuatannya. Dengan gaya yang sok tegas dan galak membawanya pada rasa malu yang sangat memalukan. Aku harap polisi seperti dia segera dibumihanguskan. Polisi baik tidak suka menilang dengan miminta uang. Namun menjaga, melayani dan mengayomi masyarakat sekitar.
Aku kembali berada di jalan raya menuju tempat servis ponsel terbaik menurut Margaret. Kami sampai sekitar lima belas menit dari tempat penilangan di sebuah mall yang besar. Kami masuk ke dalam mall dan memakirkan kendaraan di tempat yang cukup luas. Aku berjalan dan memasuki area mall yang besar, kami berdua menemukan tempat tersebut di sebelah gerai ponsel bermerk "Samsung." Aku memberikan ponselku kepada pemilik servis tersebut bernama Ko Billy. Aku ingin semua data di ponsel milik Riska tidak boleh terhapus. Ko Billy meminta waktu sekitar satu minggu untuk membenarkan ponsel tersebut yang sudah rusak.
Istri koh billy sangat senang sekali bertemu dengan Margaret karena mereka berdua sudah lama tidak bertemu. Aku baru tahu ternyata Istri ko billy merupakan sahabat dari mamanya Margaret. Dari sini aku belajar bahwa kulit putih tidak semuanya rasis. Aku dan Margaret berpamitan dan menitipkan pesan kepada koh billy jika sudah benar segera mengabari nomor ponselku.
Aku dan Margaret segera pulang ke rumah karena hari sudah mulai gelap. Ini untuk pertama kalinya aku dan Margaret kembali bersama di jalan dengan mengendarai motor. Kami berdua tertawa lepas di ikuti langit senja yang mulai menua.
"Yang nyampe duluan, dia yang menang." Teriak Margaret saat di jalan yang tidak terlalu ramai.
Aku bahagia sekali memiliki sahabat sebaik Margaret yang menemaniku untuk mencari petunjuk pertama di balik kecelakaan Riska dan Yuni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Multitalenta
Teen FictionDISCLAIMER!!! NOVEL INI PENUH DENGAN ADEGAN 18+ KEKERASAN, KATA-KATA KASAR, PEMBULIAN, BUNUH DIRI DAN KEHIDUPAN SEKS SERTA PENYAKIT SEKSUAL. "Di balik otak yang cerdas, terdapat jiwa yang kotor." Bagitulah isi novel Sang Multitalenta : Tahun pertama...