14. Qurrota A'yun

106K 10.3K 1.8K
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Kalian hari ini tarawih guys?
.
.
"Kamu itu adalah qurrota a'yun, penyejuk mata bagi saya. Rasa lelah, letih, dan penat saya seharian ini lenyap karena senyum indah yang terukir di bibirmu."

Atharazka Zafir El-Zein

Lentera Jelita
Karya Alfia Ramadhani

"Assalamualaikum, Ayah, Bunda," ujar seorang perempuan mengusap nisan orang tua angkatnya yang sudah dua puluh satu tahun pergi meninggalkannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Assalamualaikum, Ayah, Bunda," ujar seorang perempuan mengusap nisan orang tua angkatnya yang sudah dua puluh satu tahun pergi meninggalkannya. Air matanya mengalir deras saat terpampang nyata batu nisan yang saling berdampingan itu. Di belakangnya sosok laki-laki yang dengan sabar mengelus punggungnya sembari menciumi puncak kepalanya.

"Ayah, Bunda, Fiya datang membawa dua kabar baik untuk kalian," Syafiya menyeka air matanya.

"Yah, Bun, Fiya datang bersama menantu kalian. Laki-laki sholeh yang sudah membersamai Fiya selama beberapa minggu terakhir ini. Dia pelengkap iman, penyempurna agama, dan suami terhebat bagiku. Ayah dan Bunda nggak usah khawatirkan Fiya ya. Mas Athar baik, dia memperlakukan Fiya like a queen everyday. Sama seperti Ayah memperlakukan Bunda selama kalian hidup bersama dulu," ucap Syafiya memperkenalkan Letnan Athar pada dua gundukan tanah di depannya.

Bersamaan dengan itu air matanya kembali lolos dari pelupuk mata. Sementara Letnan Athar segera mendekap wanitanya, menghapus air matanya, dan memberinya energi untuk tetap kuat.

"Sayang, sabar ya. Kamu harus kuat. Emang mau Ayah dan Bunda disana sedih hm?" lirih Letnan Athar menghapus air mata wanitanya dengan jari tangannya. Syafiya menatap suaminya dan tersenyum. Kemudian ia mengeluarkan kotak berisi hasil testpack dan USG calon bayinya.

"Kabar yang kedua. Aku mau kasih liat Ayah dan Bunda ini." Syafiya mengeluarkan benda di dalam kotak itu. "Aku hamil Bunda. Iya, hamil cucu Bunda," kali ini Syafiya tersenyum walau matanya masih merah.

"Momen ini membuatku ingat cerita Oma Zia. Tentang kasih sayang Ayah dan Bunda yang merawatku bagai anak kandung kalian sendiri. Terlebih Oma Zia juga bercerita tentang kehadiranku yang menjadi jalan tengah sampai akhirnya Ayah dan Bunda bersatu setelah perpisahan yang lama itu."

"Ayah Rayyan, Bunda Rayna, Syafiya sayang kalian. Sampai kapanpun Syafiya tidak akan pernah melupakan kebaikan kalian. Terimakasih untuk satu tahun terindahnya kala itu. Terimakasih sudah mencurahkan seluruh perhatian dan kasih sayang selama satu tahun terbaik kala itu. Uhibbukum fillah malaikat terbaikku." Terakhir, Syafiya dekap satu persatu nisan Ayah dan Bundanya.

"Udah?" tanya Letnan Athar, dan Syafiya mengangguk. "Pamit sama Ayah Bunda dulu ya sayang." Kemudian laki-laki itu membantu wanitanya berdiri dan merangkulnya keluar dari area pemakaman.

"Wa nuhibbuki fillah, malaikat kecil Ayah dan Bunda."

Deg.

Samar-samar suara itu membuat Syafiya menoleh. Dua suara lembut yang menjawab ungkapan cintanya. Namun tidak terlihat apapun, selain dua gundukan tanah bertabur bunga. Mungkin itu memang kehadiran Rayyan dan Rayna yang sedang merindukan putri kecil mereka. Karena sampai kapanpun, Syafiya tetap putri kecil kesayangan mereka.

Lentera Jelita (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang