16. Kembalinya Alvero

78.4K 8.8K 1.3K
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Ramein tiap paragraf bisa yuk, menjelang idul Fitri THR-nya vote dan komen yang buanyakk aja boleh 😅
.
.
.

"Cinta itu ikhlas. Ketika kamu memutuskan untuk mencintai seseorang, maka kamu harus ikhlas melepas. Entah melepas untuk kematian, atau melepas untuk takdir seseorang yang kamu cintai."

Syafiya Anasztaizia

Lentera Jelita
Karya Alfia Ramadhani

"SYAFIYA, TUNGGU," suara teriakan dari seseorang di ujung sana membuat langkah serta pandangan Letnan Athar dan Syafiya tertuju padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"SYAFIYA, TUNGGU," suara teriakan dari seseorang di ujung sana membuat langkah serta pandangan Letnan Athar dan Syafiya tertuju padanya.

Seorang laki-laki berparas tampan, dengan jas ala CEO serta aksesoris serba mahal yang melekat padanya. Dia mempercepat langkahnya dan berhenti tepat dua langkah di depan Syafiya. Dia mengedarkan senyumnya pada perempuan yang pernah mengisi hatinya. Siapa lagi jika bukan Alvero.

"Syafiya, long time no see," ujarnya. Sementara Syafiya hanya bisa membalas dengan anggukan dan senyum tipisnya.

Beberapa detik terdiam, Letnan Athar mulai tidak nyaman dengan kondisi ini. Ia menggenggam tangan Syafiya, mengikis jarak sehingga mereka saling berdempetan.

"Tolong berhenti tatap wajah istri saya seperti itu," peringatnya. Mendengar itu Syafiya refleks menunduk.

"Biasa aja, santai aja kali," balasnya sok asyik.

"Tidak ada kata santai atau biasa saja dalam hal ini. Wallahi, saya tidak ridho anda menatap istri saya seperti itu. Apa anda tidak melihat dia sudah berusaha menutupi sebagian wajahnya? Harusnya anda tahu diri, itu artinya dia tidak ingin dilihat, apalagi dengan tatapan seperti itu."

Cih, posesif banget, batinnya.

"Oke, oke," menjeda ucapannya. Tapi Alvero tidak sontak menunduk, ia masih menatap Syafiya walaupun tidak seintens tadi.

"Syafiya, boleh kita ngobrol?" tanyanya, tanpa menghiraukan Letnan Athar.

Sementara Syafiya, ia tidak tahu harus bagaimana. Saat ini dia sudah bersuami, keputusannya apalagi dalam masalah ini harus mendapatkan persetujuan dari suaminya. Akhirnya ia menggerakkan tangannya, bermaksud agar Letnan Athar merespon.

"Boleh, tapi saya ikut," Letnan Athar yang menjawab.

"Sorry, saya cuma mau ngobrol sama Syafiya berdua."

Letnan Athar sontak menggeleng. "Tidak ada izin. Jangan berharap kamu bisa ngobrol berdua dengan istri saya. Permisi." Letnan Athar melepaskan genggamannya, ia melingkarkan tangannya di pinggang Syafiya posesif.

Lentera Jelita (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang