Bab [37] Deep Regret

2.5K 164 17
                                    

“Papi tahu semuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Papi tahu semuanya. Tetapi, Papi sengaja diam untuk memberi kesempatan untukmu memperbaiki semuanya. Ternyata ... pilihan Papi salah, ya, Dit?”

Hati anak mana yang tidak hancur melihat sorot kekecewaan dari ayah mereka. Aditya melihat raut penuh kekecewaan di wajah Lugas, sang ayah. Dan hal itu membuat hati kecilnya tersentil.

“Maaf, Papi gagal mendidikmu.”

Sakit rasanya ketika Lugas malah menyalahkan dirinya, padahal semua yang terjadi murni kesalahan Aditya sendiri. Aditya yang egois dan Aditya yang keras kepala. Namun, Lugas malah menganggap bahwa semua bermula dari dirinya yang gagal mendidik Aditya.

Langkah kaki Aditya begitu lemas memasuki ruang rawat Masayu. Di dalam tidak ada siapa-siapa kecuali Juan yang sedang menatap sang kakak dengan sorot mata sendu. Pemuda yang biasanya ceria itu tampak kehilangan cahaya kebahagiaannya dalam sekejap. Dia tidak berniat beranjak ke mana pun, seolah takut kalau Masayu akan pergi. Padahal sudah jelas-jelas kakaknya sedang tidak sadarkan diri.

Aditya merasa sangat bersalah pada semua orang terutama Juan. Adik iparnya itu tampak sangat terpuruk melihat kondisi sang kakak. Walau hanya melihat punggung Juan, Aditya tahu kalau Juan sedang menangis.

“Juan.”

Tampak Juan menyeka air matanya sebelum berbalik ke arah Aditya.

“Pulanglah,” kata Aditya, “biar Abang yang menunggu kakakmu.”

Juan menatap Aditya kemudian Masayu. Terselip rasa ragu dalam hati Juan. Meski hanya baru kecurigaan, Juan harus tetap waspada pada siapa pun. Walau itu Radeva, Lugas atau Aditya, tetap saja Juan harus waspada. Dulu ketika Masayu pertama kali melakukan hal seperti ini, ada seseorang yang membuat kakaknya terpicu. Dan tidak menutup kemungkinan kalau kejadian sekarang pun seperti itu.

‘Tersangka’ yang sangat mungkin menjadi alasan kondisi Masayu saat ini adalah Aditya. Juan tidak ingin berspekulasi buruk lebih lanjut. Kalau memang Aditya yang membuat kakaknya seperti ini, dia akan mengambil tawaran Tiana untuk bekerja di MAYA.

Satu minggu lalu, setelah pulang dari rumah Masayu dan Aditya, kediaman Pradipta kedatangan tamu. Dan tamu tersebut adalah Tiana serta dua tangan kanannya. Nyonya Min itu menawarkan pekerjaan dengan gaji yang cukup menggiurkan untuk Juan. Namun, Juan langsung menolak karena alasan tidak ingin jauh dari Masayu. Tiana sendiri memaklumi alasan Juan menolak tawarannya. Pada akhirnya, wanita itu mengalah, namun, dia sempat bilang jika Juan berubah pikiran, silakan menghubungi pihak MAYA.

Aditya berjalan menghampiri Juan. “Kau takut Abang menyakiti kakakmu?” tanya Aditya lembut sembari tersenyum. Dia tertawa miris dalam hati, memaklumi kecurigaan Juan padanya.

“Abang tidak akan menyakiti istri Abang sendiri, Juan.” Aditya mengusap kepala Juan. “Tolong kali ini percaya sama Abang, ya?”

Juan mengulum bibirnya.

“Pulanglah dan besok kembali kemari. Kau pun perlu istirahat, Juan,” ujar Aditya terus berusaha membujuk Juan agar menurut.

“Baiklah, Bang.”

Dengan sangat terpaksa, Juan menurut.

“Besok Juan kembali ke sini lagi, Kak,” ujar Juan kemudian mengecup kening kakaknya agak lama. Dia mendekatkan bibirnya pada telinga Masayu. “Cepat sembuh, Kak. Juan sayang Kakak.”

Sepeninggal Juan, hanya ada Aditya di dalam ruang rawat Masayu. Putra sulung keluarga Pradipta itu duduk manis di tempat Juan tadi. Aditya terdiam cukup lama sembari menatap Masayu begitu dalam.

Masayu tidak seperti orang koma. Dia malah terlihat seperti orang yang sedang tertidur pulas. Aditya hanya berharap kalau sang istri lekas siuman. Dia ingin meminta maaf atas segala kesalahannya. Aditya pun ingin memperbaiki hubungan mereka dan memulai semua dari awal. Soal kejadian malam itu, mungkin Aditya tidak akan menceritakannya kepada Masayu, sampai hubungan mereka benar-benar berada dalam tahap baik-baik saja.

Aditya meraih tangan Masayu yang dibalut perban sampai sebatas siku, dengan infus menancap di punggung tangannya.

“Pasti sakit, ya, Ay?” Aditya beralih menatap wajah Masayu. “Kak Janu benar, Ay. Kau terlalu baik untuk bajingan seperti aku.”

Kelopak mata monolid itu sudah tidak kuasa menahan bendungan. Air mata itu mengalir dengan deras membasahi wajah Aditya. Dengan sangat perlahan, Aditya mengecup punggung tangan Masayu. Bukannya mereda, tangis Aditya malah semakin deras.

“Maaf.” Aditya tidak kuasa melihat kondisi Masayu. Dan dia yakin, kalau dirinya terlibat banyak dalam aksi percobaan bunuh diri Masayu ini.

Siapa, sih, yang tidak tertekan dengan sikap cuek dari seseorang yang dia cinta? Walau berkata baik-baik saja, pasti ada satu rasa tidak menyenangkan terselip pada hati kecil terdalam. Tampaknya, Masayu berada dalam kondisi itu. Dia pasti sangat tertekan dengan sikap Aditya selama tiga tahun ini. Aditya sungguh merasa berdosa.

Aditya telah menyia-nyiakan bidadari berwujud manusia yang lain tidak bukan adalah istrinya sendiri. Wanita baik dengan kesabaran melebihi besarnya gunung. Aditya secara sadar terus-menerus menghancurkan hati seorang gadis yang bahkan tidak pernah dibahagiakan oleh ayahnya.

“Kau boleh memukul atau menamparku, Ay. Daripada kau melakukan hal seperti ini, lebih baik kau pukuli aku sampai kau merasa puas, Ay.”

Aditya tidak bisa menyembunyikan suara seraknya. Persetan dengan rasa malu, Aditya hanya ingin menunjukkan penyesalannya kepada Masayu, meskipun sang istri sedang tidak sadarkan diri.

“Bagaimana bisa kau tahan tinggal dengan pria seperti aku, Ay? Bagaimana bisa kau tahan dengan sikapku selama ini kepadamu?” Aditya menyeka air matanya. “Apa yang membuatmu bertahan, Ay? Apa kau bertahan karena janjimu kepada mendiang Mami? Atau kau memang benar-benar sudah terlalu mencintaiku?”

Dada Aditya terasa begitu sesak. Dia tercekik oleh belenggu penyesalan. Ego yang terlampau tinggi mengakibatkan hal buruk kepadanya. Banyak kata andai yang dia bisikkan dalam hati, tetapi, akhirnya tetap saja penyesalan yang menjawab.

“Iya, Ay, aku juga mencintaimu. Aku ... sangat mencintaimu, tetapi, ego melarangku untuk mengatakannya kepadamu. Aku bodoh, ya, Ay?”

Aditya terkekeh pelan.

“Ay, kau tahu? Ternyata pernikahan kita sudah diatur oleh Mami dan Papi. Mendiang ibumu menemui Papi dan Mami, berpesan untuk menjagamu dan Juan. Sebenarnya, Mami dan Papi hendak mengambil kalian sebagai anak. Namun, karena kalian bertemu ketika sudah dewasa, Mami malah berinisiatif untuk menjodohkan kita.”

Air mata sialan itu tidak berhenti membasahi wajah Aditya. Alirannya begitu deras seperti penyesalan Aditya yang begitu mendalam.

“Kau tahu? Banyak hal yang ingin aku bagi kepadamu, Ay. Maka dari itu, lekaslah bangun. Aku menunggu sampai waktu itu tiba, Ay. Dan saat itu tiba, aku pastikan tidak ada cinta Masayu yang bertepuk sebelah tangan.”

.
.
.
.
.
.
.

“Semua orang berhak bahagia. Termasuk kalian.”

***

Bersambung....

END || Reckless [18+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang