Bab [74] Between Promise and Love

653 46 2
                                    

“Setelah sekian tahun, kau baru sudi bertemu denganku, Kak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Setelah sekian tahun, kau baru sudi bertemu denganku, Kak.”

Arjuna bungkam. Ada rasa malu untuk menghadap mantan atasan yang sudah kembali menjadi atasannya lagi. Seharusnya, dia mendapatkan hukuman atas sikapnya melepas keanggotaan Agneepath seenak hati. Namun, berkat perlindungan Tiana, dia selamat dari hukuman berat organisasi Agneepath.

“Maaf.”

Indra menghela napas panjang. Kalau bukan karena jaminan dari Tiana, mungkin dia sudah memberikan beberapa hukuman sesuai dengan tradisi Agneepath. Sekali saja mengetuk pintu kemudian masuk ke dunia Agneepath, jangan berharap bisa lepas dengan mudah. Menjadi organisasi kiri yang sudah berbelok haluan, tidak membuat hukum rimba dalam keorganisasian dilupakan. Hukuman pasti menanti, entah hukuman ringan ataupun berat.

Untuk kasus Arjuna sendiri, dia selamat dari hukuman karena telah dijamin langsung oleh pemimpin baru Agneepath, yaitu, Tiana. Melepaskan jabatan sebagai pemimpin MAYA, Tiana beralih menjadi pimpinan tertinggi Agneepath. Indra berencana ‘menenggelamkan’ Agneepath di Indonesia dan mengubah basisnya di Korea Selatan.

“Kalau bukan karena kakakku, kau sudah kehilangan salah satu lenganmu.” Indra menyesap mod vape dalam genggamannya.

Dingin dan keras seperti bongkahan batu. Begitulah sosok Indra yang sekarang. Pemuda tampan keturunan India itu tenggelam dalam penyesalan. Kegagalannya melindungi sang adik bungsu, membuat ia hampir gila. Lagi-lagi, kalau bukan Tiana dan anggota Agneepath yang lain, mungkin Indra sudah melenyapkan dirinya sendiri.

“Aku tahu, Tuan muda. Maka dari itu, biarkan aku menjadi pendamping Nona menggantikan Morgan,” ujar Arjuna. “Selain sebagai penebusan, aku pun ingin membalas budi kepadanya yang telah menyelamatkan Masayu.”

“Apa kau serius dengan itu, Kak?” tanya Indra sembari mengembuskan kepulan asap dari dalam mulutnya. “Apa kau tidak ingin membebaskan perempuan yang kau cintai dari suaminya?”

“Membebaskan? Apa maksudnya, Tuan muda?” tanya Arjuna.

“Semacam membawanya kabur dan memilikinya untuk dirimu sendiri,” kata Indra.

“Cinta bukan hanya tentang memiliki, Tuan muda. Namun, cinta juga tentang merelakan,” ujar Arjuna, “dan langkah yang kuambil adalah merelakannya.”

“Apa kau serius, Kak? Bahkan meskipun di masa mendatang Kak Masayu menjadi janda?” Lagi, Indra tengah mencoba memancing sisi liar Arjuna.

Bagi Indra, skenario murahan macam itu sudah terbaca sejak awal. Pernikahan berdasarkan perjodohan dan berjalan dengan tidak harmonis, hanya akan berakhir dengan dua hal. Kalau tidak langgeng karena sudah sama-sama saling cinta, ya, cerai karena tidak adanya kecocokan.

“Aku tidak paham dengan maksudmu, Tuan muda,” ujar Arjuna jujur. Kalimat Indra tidak mengandung teka-teki, tetapi entah mengapa terasa sangat sulit untuk memahaminya.

“Kalau perhitunganku benar, usianya sudah hampir satu bulan.”

Arjuna masih mencoba mencerna siapa yang dimaksud oleh Indra. Bukankah sesi seperti ini sangat memuakkan? Diulur-ulur agar terasa lama dan menjengkelkan.

“Kau masih tidak mengerti, Kak? Arini—”

Brak!

Arjuna memotong kalimat Indra dengan berdiri secara tiba-tiba. Matanya melotot dengan wajah menegang kaku.

“Aku pamit undur diri, Tuan muda,” pamit Arjuna yang langsung melenggang pergi tanpa repot-repot menunggu izin dari Indra.

Melihat kepergian Arjuna membuat Indra tersenyum miring.

“Kenapa Abang membuat Bang Arjuna goyah?”

Anara menampakkan diri setelah sejak tadi berdiam dalam kegelapan yang tidak terjangkau oleh pandangan Arjuna.

“Bukankah itu yang lo mau, Anara?” Indra malah balik bertanya kepada Anara. “Gue buat Kak Arjuna memperjuangkan Kak Masayu. Setelah itu, lo bisa memperjuangkan Jonathan.”

Anara menggeleng pelan dengan wajah sendu. “Pementasan prodi bulan depan adalah kali terakhir gue bertemu dengan Nathan, Bang. Setelah itu, gue bakal ikut Kak Tiana,” ungkap Anara.

“Lalu Jonathan? Lo gak mau memperjuangkan dia?” tanya Indra lagi hingga membuat Anara heran sendiri. Yang jatuh cinta siapa, yang ngebet siapa.

Anara kembali menggelengkan kepalanya sembari tersenyum sendu. “Gue menyerah buat memenangkan hati Nathan, Bang. Sampai kapan pun, Kak Masayu akan menjadi cinta pandangan pertamanya Nathan.”

“Sialan. Ucapanmu barusan sangat menyakitkan, Anara.”

***

Lonceng pintu masuk Kafe Jeonju berdentang keras. Ada sosok pria tampan yang berdiri menyisir seluruh area kafe dengan napas terengah-engah. Untuk kali ini kata sabar tidak berlaku. Pikiran Arjuna benar-benar kacau setelah mendengar penuturan Indra.

“Juna!” seru Salman sembari melambaikan tangan. “Di sini!”

Arjuna bergegas menghampiri Salman dan langsung jatuh bersimpuh di samping sang sahabat. Hal tersebut membuat Salman panik dan khawatir di waktu yang bersamaan.

“Ada apa, Jun?” Salman menyejajarkan posisi dengan Arjuna dan membantu adiknya untuk duduk di bangku. “Atur napasmu, pelan-pelan saja.”

Salman bisa melihat bertapa merahnya wajah dan mata Arjuna, lengkap dengan bekas air mata. Bahkan mata merah itu masih terus berair, menangis tanpa bisa dikendalikan.

“Aku harus bagaimana, Bang? Tolong aku,” ujar Arjuna dengan tangis yang semakin menyesakkan.

“Ayo, ikut aku ke lantai dua.” Salman menggeret pelan lengan Arjuna menuju lantai dua Kafe Jeonju.

“Sha, Kakak pinjam ruanganmu, ya,” kata Salman kepada Asha selaku pemilik Kafe Jeonju.

“Oke, Bang,” sahut Asha. “Oh, ya. Setelah ini Mas Baga minta Abang ke rumah buat bahas masalah kemarin.”

“Oke, Sha.”

Sesampainya di ruangan khusus karyawan, Salman lekas menggeret Arjuna masuk ke dalam ruangan Asha yang kedap suara.

“Tenangkan dirimu dulu, Jun,” ujar Salman.

Melihat bagaimana kacaunya emosi Arjuna, membuat hati Salman menjadi tidak tenang. Pasalnya, Arjuna ini salah satu tipikal orang yang sangat pandai mengendalikan emosi. Kacaunya emosi Arjuna menandakan ada hal yang tidak baik-baik saja sedang terjadi.

“Sudah?” tanya Salman yang tidak bisa menutupi kecemasan di wajahnya.

“Arini sedang mengandung anak Aditya—”

“Mengandung—APA!?”

.
.
.
.
.
.
.

“Semua orang berhak bahagia. Termasuk kalian.”

***

Bersambung....

END || Reckless [18+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang