Bab [47] Permission From Juan

1.7K 113 2
                                    

Rencananya mau double update, tapi gak jadi 😭 Mianhae 💔😭

Tiga minggu lagi gue sidang skripsi, doakan supaya lancar, ya, Yeorobun 💜

Untuk update, belum bisa janji apa-apa. Selain block writer, tiga hari ini vertigo gue kumat dan buat gue makin sulit konsentrasi 😭

Tapi gue usahakan buat update secepatnya 💜
.
.
.
.
.

Tapi gue usahakan buat update secepatnya 💜

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kak Ajun curang!”

“Hand!”

“Kaki gue, Anj—”

“Rizvan, mulut!”

Nathan, Radeva dan Juan tertawa terbahak-bahak melihat kekacauan para anak ayam, selama bermain sepak bola dengan anak-anak pengidap kanker di Hayyat Khan Hospital. Pemandangan yang cukup indah ketika melihat senyum anak-anak usia di bawah 12 tahun tersebut. Para anak ayam, meskipun rusuhnya tidak tertolong, mereka memiliki inisiatif yang cukup bagus. Mereka berniat menghibur anak-anak pengidap kanker, dengan harapan mereka tidak menyerah untuk melawan penyakit mereka.

Selama bermain sepak bola yang lebih mirip tawuran antar kubu itu, telah keluar berbagai jenis hewan kebun binatang dari mulut bocil tidak beradab—sebut saja Rivan, Rizvan dan Ajun. Sementara Deriantama bersaudara hanya tertawa melihat kelakuan aneh bin ajaib teman-teman mereka.

“Woi! Hand itu! Hand!” seru Nathan yang tidak tahan dengan perdebatan duo Andromeda.

“Udahlah, Than. Mereka itu lagi simulasi tawuran,” ujar Radeva sembari menikmati es teh manis berbungkus plastiknya.

“Dibanding main sepak bola, itu ... lebih ke percobaan pembunuhan gak, sih?” celetuk Juan yang mengundang tawa dua manusia receh alias Nathan dan Radeva.

Alasan kenapa trio dan kelima anak ayam berada di taman rumah sakit adalah atas perintah Lugas. Sekitar satu jam yang lalu, Lugas datang bersama seseorang yang katanya bernama Hassandani Nasution. Lugas meminta trio untuk mengajak kelima anak ayam membeli jajan atau apa pun itu, asal tidak berada di dalam ruang rawat Masayu. Hal ini karena Lugas dan Hassandani hendak membahas sesuatu dengan Masayu.

Awalnya si anak tunggal kaya raya alias Ajun, meronta tidak ingin berpisah dari Masayu. Memang lebay anaknya Bagaskara ini. Akhirnya, Ajun mau setelah dibujuk—baca diseret dengan tidak manusiawi—oleh keempat adik minus akhlaknya.

Dan inilah mereka, berakhir bermain sepak bola dengan anak-anak pengidap kanker.

Radeva membuang plastik bekas es tehnya ke tempat sampah, sembari menatap ke lantai lima, lantai di mana ruang rawat Masayu berada. “Kenapa Papi lama sekali, ya?” gumam Radeva setelah tawanya mereda.

“Mungkin Om Lugas sama Paman tadi ada urusan yang sangat penting sama Kak Ayu, Dev,” sahut Nathan yang tahu keresahan di mata sang sahabat.

“Iya juga sih.” Radeva membuka minuman berkarbonasi miliknya, berbarengan dengan sahabat sehati sejiwanya, Nathan.

“Adek boleh tanya, Bang?”

“Bang siapa nih? Di sini ada gue sama Deva,” ujar Nathan.

“Ya, kalian berdualah!” sungut Juan.

“Oalah, ya udah. Tanya aja, Juan,” sahut Nathan yang diangguki oleh Radeva.

“Apa kalian sungguh mencintai Kak Ayu?”

Brush!

Radeva dan Nathan kompak menyemburkan minuman yang berada dalam mulut mereka.

“K—kenapa kau bertanya seperti itu, Dek?” Radeva gelagapan.

“Adek udah tahu semua tentang rumah tangga Kak Ayu dan Bang Adit.” Juan melempar kaleng minumannya ke tempat sampah dan tepat sasaran. “Jadi, Adek hanya ingin memberi tahu kalau kalian boleh memperjuangkan Kak Ayu dengan cara kalian.”

Plak!

Nathan dan Radeva menampar masing-masing bahu kanan dan bahu kiri Juan, karena Siluman kelinci itu duduk di antara mereka.

“Di saat seperti ini bukan saatnya memikirkan hal macam itu, Bodoh!” umpat Radeva, “kalaupun Abang sayang sama Kak Ayu, itu sayang sebatas—”

“Gak usah bohong deh, Bang! Adek tahu kalau kalian itu sama-sama sayang sama Kak Ayu, lebih dari sebatas adik-kakak!” pungkas Juan kesal. “Adek gak buta, ya, buat sadar kalau kalian cinta sama Kak Ayu!”

Hening. Baik Radeva maupun Nathan sama-sama tidak menyangkal ucapan Juan. Mereka tidak menyalahkan juga enggan membenarkan sesuatu yang memang benar adanya. Radeva telah memendam perasaannya sejak pertama kali melihat Masayu. Dia memilih untuk mengalah dan membiarkan Masayu dipinang oleh Aditya, kakaknya.

Sementara Nathan, dia tidak memiliki keberanian untuk menunjukkan cintanya kepada Masayu. Karena awalnya dia pikir perasaannya hanya sekedar perasaan sesaat. Namun, ketika dipikir-pikir lagi, perasaan yang dia rasakan, euforianya berbeda dengan sebelum-sebelumnya.

“Tetapi, tetap saja kau tidak bisa bicara seenak hati, Juan. Bang Adit sama Kak Ayu masih resmi suami-istri. Kalau....”

Juan menghela napas panjang. Wajahnya begitu lesu.

“Juan hanya ingin Kak Ayu bahagia. Kenapa itu sangat sulit untuk kami?” Juan tersenyum miris. “Sejak kecil aku selalu melihat penderitaan Kak Ayu. Keinginan terbesar dalam hidupku adalah kebahagiaan Kak Ayu.”

“Dia terlalu egois pada dirinya sendiri dan memilih untuk memendam semuanya sendirian. Padahal aku selalu mengatakan untuk membaginya denganku, tetapi kakakku yang paling cantik itu malah memilih memendamnya sendirian,” imbuh Juan.

Baik Radeva juga Nathan sama-sama mengerti kenapa Juan seperti ini. Untuk membayangkan bagaimana hidup tanpa bimbingan orang tua, dan mendapatkan perlakuan buruk dari kerabat sendiri saja tidak mampu.

“Aku mengetahui semuanya, tetapi tidak bisa berbuat banyak karena Papi Lugas telah memberikan segalanya kepada kami, terutama kepadaku.”

“Bukannya Abang pernah bilang untuk tidak—”

“Iya, Bang. Adek tahu, Adek ingat. Tetapi, ada satu masa di mana semua terasa menyesakkan dada. Aku ingin membalas, memukul, menghajar atau bahkan membunuh Bang Adit, tetapi kembali lagi. Aku tidak bisa melakukannya karena Papi Lugas dan Abang sudah terlalu baik kepadaku.”

Juan berusaha menahan air matanya, tetapi gagal. Setitik air mata menetes dengan kurang ajarnya.

“Aku akan meminta siapa pun untuk merebut Kak Ayu dari Bang Adit. Siapa saja yang benar-benar mencintai Kak Ayu, aku akan mendukungnya untuk merebut Kak Ayu dari Bang Adit, asal dia berjanji untuk selalu membahagiakan kakakku.”

Ucapan Juan sangat jelas menggambarkan bagaimana frustrasinya dia. Dia ingin, tetapi terhalang oleh rasa sungkan. Dia ingin melindungi dan membela Masayu, tetapi terhalang utang budi pada keluarga Pradipta.

Demi Allah, Juan tidak takut kehilangan kenyamanan dan seluruh harta yang memang bukan miliknya. Juan hanya takut Radeva dan Lugas, dua orang baik hati yang sudi menampungnya, akan membenci dirinya ketika dia mencelakai Aditya.

Juan takut dibenci oleh Lugas dan Radeva. Bagi Juan, keduanya adalah orang paling berharga setelah mendiang mamanya dan Masayu.

“Aku bersedia, Juan.”

.
.
.
.
.
.
.

“Semua orang berhak bahagia. Termasuk kalian.”

***

Bersambung....

END || Reckless [18+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang