Bab [60] Nightmare

1K 69 7
                                    

Hehe

Hai (lagi)

.
.
.
.
.
.
.

Btw, selamat ulang tahun buat Ajun🥳🥳🥳🥳🥳 dan Arjuna (kemaren) 🤭🥳🥳🥳🥳🥳🥳🥳

Semoga Arjuna (Kim Namjoon) dan Ajun (Choi Yeonjun) panjang umur, sehat selalu, tambah sukses dan semoga kita lekas ketemu terus say hi, aamiin 🤲🏻

.
.
.
.
.
.
.

Masayu terbangun dengan napas tersengal-sengal, seperti sehabis lari maraton sekian kilo meter

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masayu terbangun dengan napas tersengal-sengal, seperti sehabis lari maraton sekian kilo meter. Butiran peluh sebesar biji jagung membasahi kening, pun sekujur tubuhnya basah oleh keringat. Jantungnya berdegup begitu cepat, bekerja dua kali lipat dari biasa. Sialan, mimpi barusan terasa sangat nyata.

“Minumlah.”

Aditya mengulurkan segelas air putih kepada sang istri, yang sedang berusaha mengumpulkan kewarasannya. Masayu lekas meneguk air pemberian sang suami hingga tandas. Setelah mimpi yang terlampau nyata barusan, membuat kerongkongannya kering kerontang.

“Sudah lebih baik? Atau kau mau air lagi?” Aditya bertanya dengan begitu lembut, begitu sabar.

Masayu menggelengkan kepala. Aditya lekas meletakkan gelas ke atas nakas, kemudian merengkuh tubuh sang istri membawanya ke dalam dekapan.

“Apa kau bermimpi yang ‘sangat buruk’?” bisik Aditya pada Masayu, khawatir jika semakin membuat sang istri ketakutan.

Masayu menganggukkan kepala dalam dekapan Aditya. Ketika mengingat-ingat mimpinya barusan, membuat hatinya kembali dipenuhi oleh rasa sesak yang sangat menyiksa. Tangis Masayu tiba-tiba terdengar begitu memilukan. Tentu saja Aditya bingung, tetapi memilih untuk bersikap tenang. Jika dia panik atau bertanya yang tidak-tidak, tidak menutup kemungkinan jika sang istri semakin ketakutan.  Tanpa bertanya pun, Aditya yakin jika mimpi sang istri barusan sangat menyakitkan. Karena Aditya dulu pernah begini ketika kehilangan Kinanti.

Aditya menatap jam dinding. Sudah pukul sembilan pagi. Sejak setengah jam yang lalu, Aditya asyik menatap wajah Masayu yang sedang tertidur lelap. Begitu cantik, begitu indah. Aditya tidak kuasa untuk mengalihkan pandangan dari sang istri. Bahkan beberapa kali dia mencuri ciuman di kelopak, ujung hidung dan bibir Masayu—tolong rahasiakan ini dari Masayu. Aditya belum siap jika harus mendengar omelan sang istri.

Agak lama berselang, Aditya bisa melihat bahwa tidur Masayu mulai terganggu. Wanita yang berstatus sebagai istrinya itu mulai menangis dalam tidur. Awalnya hanya buliran air mata yang menetes dari kelopak seindah lotus tersebut. Buliran air mata menetes semakin deras diiringi desisan lirih. Aditya mulai tahu bahwa ada yang sedang tidak beres.

Puncaknya adalah ketika Masayu mulai menangis sesenggukan, tetapi dengan kedua mata yang masih terpejam. Tangis yang begitu memilukan. Aditya yang mendengar pun turut merasa sesak atas tangis tersebut. Padahal dia tidak tahu apa yang sedang ditangisi oleh sang istri.

“Menangislah. Aku tidak akan meninggalkanmu,” bisik Aditya dengan harapan tangis Masayu mereda.

Akan tetapi, bisikan Aditya barusan malah membuat tangis Masayu semakin kencang. Jelas saja Aditya makin kebingungan. Dia berniat untuk menenangkan Masayu, bukan malah mengeraskan tangis sang istri. Akhirnya, Aditya memilih diam sembari memeluk Masayu dengan erat, dengan tangan menepuk-nepuk pelan punggung istrinya.

***

Semua orang telah meninggalkan pemakaman kecuali perempuan malang yang kini tengah menunduk, menatap gundukan tanah merah dengan nisan bertuliskan nama Royan Mahendra Atmajaya. Perempuan malang tersebut tampak begitu kehilangan, seolah dunia tidak berarti apa-apa setelah kematian sang pujaan hati.

Dulu mereka saling mencintai dan menjalin hubungan yang begitu indah. Namun, semua harus musnah ketika Dewinta berkhianat karena tidak kuat dengan keposesifan Royan. Setelah sekian purnama berlalu, keduanya kembali dipertemukan dengan status yang berbeda. Royan, seorang suami, sementara Dewinta, seorang perempuan yang tidak bisa melepaskan diri dari jerat cinta masa lalu.

Persetan dengan titel perebut suami orang. Dewinta hanya ingin Royan kembali ke dalam pelukannya. Dia melihat celah yang begitu besar dalam hubungan Royan dan Arini. Dewinta memanfaatkan kesempatan tersebut, lalu dengan mudah mengambil sesuatu yang sudah seharusnya menjadi miliknya.

Ketika Dewinta telah berangan menjalin hubungan seindah masa lalu dengan Royan, semesta kembali memisahkan keduanya. Kali ini terpisahnya tidak main-main. Bukan hanya berbeda kota atau negara, tetapi berbeda alam. Pujaan hati Dewinta telah kembali ke dalam dekapan Sang Pencipta.

Sabtu pagi, selepas subuh, Royan dinyatakan meninggal dunia. Kondisinya kian menurun, meskipun telah dilakukan penanganan secara intensif. Ali beserta rekan-rekan dokter yang ikut menangani Royan, meminta maaf karena tidak bisa menyelamatkan nyawa kekasih Dewinta tersebut. Mereka telah mengerahkan seluruh kemampuan untuk menangani Royan, tetapi Allah berkata lain. Para dokter tidak kuasa melangkahi takdir yang telah ditetapkan. Lagi, Allah menekankan betapa lemahnya manusia di hadapan takdir dari-Nya.

Luka-luka di tubuh Royan terlalu buruk. Bukan luka luar, tetapi luka dalam. Salah satu tulang rusuk sebelah kiri patah ke dalam, menusuk salah satu organ vitalnya. Luka tersebut diperparah oleh beberapa organ dalam yang rusak, akibat rokok dan alkohol yang dikonsumsi oleh Royan. Bahkan organ hatinya sebagian telah membusuk. Jadi, sangat sulit bagi para dokter untuk menyelamatkan kekasih Dewinta tersebut .

Siang ini Royan dikebumikan di Ngawi, kota kelahiran pria tersebut. Lebih tepatnya di Jamus, desa kecil yang menjadi saksi cinta Dewinta dan Royan. Pun menjadi saksi patahnya kisah cinta mereka.

Dalam diam Dewinta mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Kepalanya masih tertunduk dalam dengan air mata yang terus menetes. Sakit ini harus dirasakan oleh orang yang telah menghabisi Royan. Siapa lagi kalau bukan Arjuna.

“Aku kehilangan Royan karena Arjuna.”

Dewinta bergumam sembari mendongakkan wajahnya. Wajah cantik itu basah oleh air mata. Sorot mata itu terlihat penuh amarah dan kebencian mendalam. Kemarahan terdalam dari seorang perempuan yang baru saja kehilangan sang belahan jiwa.

“Maka, dia pun harus kehilangan Masayu.”

.
.
.
.
.
.
.

“Semua orang berhak bahagia. Termasuk kalian.”

***

Bersambung....

END || Reckless [18+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang