BONGKAR CELENGAN

211 20 0
                                    

Dear, 108 Rajawali FM.

Nama udara Pemuja Rahasia.

Mukaku lima tahun lebih tua dari umurku. Aku tahu itu dari benda yang aku letakkan di hadapanku. Semoga cermin ini tak terus membohongi aku.

Lelaki yang seumur denganku di sini bahkan sudah menikah. Tak perlu menunggu menginjak umur dua puluh tujuh, menikah begitu lulus SD. Maka kebanyakan bujang-bujang di sini akan bekerja, dan itu yang membuat mereka untuk segera mengakhiri masa lajang karena dianggap sudah mampu memberi makan anak orang.

Dan aku mempunyai adik perempuan. Aku anak pertama, dan aku tak pernah merayakan ulang tahun. Karena tanggal lahir yang aku miliki bertepatan dengan kematian ibu, saat melahirkan adik perempuanku."

Kami berdua mempunyai tanggal lahir yang sama. Angka pertama yang sering dilihat orang tatkala mengganti kalender, angka yang banyak menghasilkan suara trompet di perkotaan, angka yang memercikkan api dari zat pengoksidasi yang dibakar.

Umurku terpaut lima tahun dengan adikku. Awalnya aku pikir, aku akan jadi anak tunggal meski ibu katanya sudah tak lagi minum pil penangkal sebelum bapak meminta jatahnya sebagai suami.

"Daryono!"

"No."

Buru-buru Daryono melipat kertas begitu namanya dipanggil keras dari luar. Sebuah surat atensi yang dia ambil dari salah satu stasiun radio dan akan segera dia kirim untuk dibacakan penyiar saat acara curahan hati, terpaksa dia lipat kembali.

"Ada apa, Mas?" ucapnya setelah membuka pintu.

"Coba cek radio ini. Dulu aku beli radio rakitan dari kamu toh," katanya.

Daryono menerima kotak pelat berwarna hitam dengan empat potensiometer. Dia sangat mengenalnya setelah membalik kotak itu, ada huruf DRY, ditulis dengan cat penghapus.

"Tidak bisa nyala," sambungnya, lelaki yang mengantar radio.

Daryono menatapnya sejenak, lalu tersenyum seraya menunduk.

"Kalau tidak PCB-nya, mungkin sekring putus."

"Terserah kamulah, No. Lama tidak?"

"Ya, harus dicek dulu." Daryono tersenyum.

"Kalau begitu aku tinggal saja. Sore nanti jadi?"

"Tak usahakan, ya, Mas."

"Duh. Malam ini padahal mau mendengarkan Campur Sari."

"Iya. Ini mau dilihat dulu, Mas. Ya, mudah-mudahan hanya sekring." Hal pertama yang dia ucapkan untuk melihat arus listrik.

"Yoweslah, tak ngarit sek. Ngko sore tak ampiri."(Ya sudahlah, mau cari rumput dulu. Nanti sore saya mampir lagi).

"Ya, Mas." Daryono mengantarnya dengan kepala menggeleng disertai senyum kepada lelaki yang mengenakan tali lengkap dengan warangka arit, berlalu dari depan pintu.

****

Aku bukan lelaki homo. Aku hanya belum punya gandengan saja. Rasa percaya diriku hilang saat aku mendekati perempuan, kaki kananku tak bisa berdiri tegak.

Aku akan berjalan pincang, dan bila berdiri, kaki kananku sedikit menggantung oleh ukurannya yang tak sama. Bagian pahaku mengecil, berbeda dengan paha kiri.

Bapak pernah menjawab kenapa aku bisa begini. Katanya, dulu sewaktu umur sembilan bulan badanku mendadak panas. 

Bapak menyarankan untuk dibawa ke rumah salah satu dukun, tetapi ibu lebih percaya bidan yang baru saja datang dari kota, bidan yang akhirnya menempati Puskesmas Pembantu.

𝗥𝗘𝗖𝗢 𝗡𝗚𝗚𝗘𝗧𝗜𝗛Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang