PEMBANTAIAN DI RUMAH PATUNG

114 18 4
                                    

Gendis.

Satu tangan Gendis menyibak rapat batang jagung, di mana para bocah berlarian. Aneh, dalam sekejap suasana berubah lengang, seperti kebun jagung yang tak pernah terjamah langkah kaki-kaki kecil mereka.

"Akh!"

"Akh!"

Dua teriakan terdengar, dia segera menuju sumber suara.

"Di mana kalian!" teriaknya dengan mengangkat tinggi obor, menghindari lembar rapat melengkung.

"Akh!"

Terdengar lagi teriakan.

Kresek!

Keresek!

Dedaunan bergoyang disertai suara teriakan, "Akh!"

"Kalian di mana!" Dia terus melangkah, sesekali dia melihat ke belakang, mengarahkan obor ke segala arah, tetapi sungguh tak terlihat bocah yang jelas masuk kebun ini.

"Em!"

"Em!"

Seperti suara mulut dibekap, itu terdengar di depannya.

Dan benar, sosok lelaki dengan penutup wajah serobok tampak sibuk melawan berontak anak lelaki yang akan dia masukan ke dalam goni.

Ingin sekali dia membantu bocah tersebut, tetapi kedua kakinya justru bergetar.

****

Daryono.

Daryono hanya bisa berdiri membelalak saat lelaki dengan serobok yang menyisakan celah lingkar selebar lingkar telunjuk dan jempol pada kedua mata, berjalan memikul bocah lelaki yang terus meronta di dalam goni yang dia panggul.

"Em!"

"Em!"

Goni terus bergerak-gerak. Dia melangkah pelan mengikuti lelaki yang mengenakan pakaian serba hitam menyusuri batang-batang jagung.

****

Gendis.

Lebih tersentak Gendis, setelah mengetahui kalau lelaki yang dia ikuti ternyata bukan hanya satu, tampak satu lelaki mengenakan pakaian berwarna terlihat menyeret bocah perempuan.

"Bagaimana, Kang? Apa semua sudah dikumpulkan?" Seraya menghempas bocah yang ada di dalam goni.

Bruk!

"Aku pikir sudah. Semua berjumlah enam," jawab lelaki dengan suara terdengar berat.

"Kakang, tunggu di sini. Biar aku bawa satu persatu."

"Pastikan tidak ada satu orang pun yang tahu," kata lelaki seraya menoleh ke sisi belakang lawan bicaranya, tampak satu rumah dengan kelip damar dari celah pipil geribik.

"Jangan khawatir, Kang." Lelaki tersebut lalu berputar arah.

Semua jelas terlihat saat dia hadir di antara mereka sedari tadi, bahkan nyala obor jelas menerpa beberapa bocah yang tergeletak di antara patahan batang jagung, dikumpulkan.

"Apa yang dia lakukan terhadap bocah-bocah ini, lalu ke mana lelaki yang membawa satu bocah tadi?" batinnya.

Bahkan lelaki yang masih berdiri untuk menunggu satu sahabatnya kembali merasa tak terusik oleh kehadirannya yang berada hanya berjarak enam langkah.

Dalam balut serobok pula, dia tak bisa mengenali satu lelaki yang terus berdiri menoleh ke arah kanan, di mana lelaki dengan bocah di dalam goni mengarah ke sana, menerobos gelap saat sejenak lindap rembulan terhalang gelap mega.

𝗥𝗘𝗖𝗢 𝗡𝗚𝗚𝗘𝗧𝗜𝗛Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang