HILANGNYA MALA KALA ITU

103 16 7
                                    

"Terima kasih, Mala."

Remaja perempuan yang tak lain adalah Mala, mengangkat wajah dalam peluk lelaki dengan bercak darah sebagian menghiasi kausnya.

"Maafkan saya, Pakde.  Andai Pak Serabi tak terlambat untuk mengantarkan kita ke sini, mungkin ... mungkin. Hu hu hu." Mala kembali menyeka sudut mata, sungguh pemandangan di hadapannya begitu menyayat hati. Kedua tubuh tanpa kepala yang jelas dia kenal masih tergantung.

"Paling tidak Pakde berterima kasih kepadamu. Kamu sudah mendatangi Pakde."

Teringat bagaimana Mala kala itu terburu-buru menemuinya di tempat biasa, toko patung di pertigaan jalan.

****

Cerita Mala.

"Mala, kamu sudah kembali? Mana Gendis, ha?"

Mala hanya mencoba menenangkan diri dengan terus memegangi dada. Langkah cepat untuk menemui Suratman yang tak lain adalah bapaknya Gendis, lelaki baya yang biasa bekerja sebagai kuli angkut patung.

"Maaf ... maafkan ...."

"Apa yang sudah terjadi, ha? Kenapa kamu terlihat gugup sekali?" Suratman lalu mengajak mala ke sisi toko yang sedikit sepi, sedikit tak terjangkau bagi mata dan telinga beberapa kuli angkut lain yang bisa saja mendengar pembicaraan mereka.

"Duduk." Suratman mempersilakan Mala duduk pada bangku kayu.

"Mana Gendis dan Daryono, lalu Puan? Bukankah kalian ke Banjarsari berempat, he?"

Suratman mencoba menyeka sudut mata Mala yang terus berlinang.

"Apa yang sudah terjadi dengan kalian. Jangan buat Pakde makin gusar."

"Mala minta maaf, Pakde."

Segera Suratman mencoba menenangkan Mala dengan mengangguk dan memegang hangat tangan Mala.

"Mereka baik-baik saja bukan?" Rasa kawatir jelas tertangkap pada pertanyaan itu.

Mala tak menjawabnya, hanya bisa memandang Suratman dengan napas yang mulai perlahan teratur.

"Mereka baik-baik saja, 'kan?" ulang Suratman.

"Waktu itu ..." Mala mulai mengingat kejadian malam itu, hingga dia terpisah dengan Gendis dan Puan.

****

Malam itu, saat pencarian Alit.

"Sebaiknya kalian pulang dan tunggu saja di rumah," kata Pakde Saring saat rombongan pencari itu berhenti.

"Iya. Bukan kami tak menghargai kalian untuk membantu mencari Alit, tetapi benar apa kata Kang Saring," timpal satu lelaki.

"Benar. Kalian lihat? Bahkan Daryono sendiri memutuskan untuk tak ikut dalam pencarian."

Sontak Mala, Gendis, dan Puan menoleh ke belakang. Benar apa kata Pakde Saring, Daryono tak ada di belakang mereka.

"Itu karena kondisinya, Pakde." Alasan masuk akal dari Gendis.

"Iya, Pakde tahu. Lebih baik kalian tak usah melanjutkan mencari Alit, atau kalian mau di antar oleh satu orang untuk kembali."

"Tidak ... tidak usah, Pakde. Kami bisa kembali sendiri, lagi pula belum terlalu jauh," sambar Mala.

"Ya, sudah."

"Berikan obor itu kepadanya," perintah Pakde Saring kepada satu lelaki di sampingnya untuk memberikan obor kepada Mala.

"Ayo, kita harus menemukan Alit."

Teng!

Deng!

Tuk!

𝗥𝗘𝗖𝗢 𝗡𝗚𝗚𝗘𝗧𝗜𝗛Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang