PRADUGA

120 15 10
                                    

Reng bambu di jumantara kamar seakan ikut berputar saat Daryono perlahan membuka mata. "Oh."

Tubuhnya menggeliat saat mendapati Gendis dan Puan yang berdiri menyapanya. "Untunglah, Mas. Kami berdua sudah sangat khawatir."

"Di mana aku. Oh ...."

Gendis mendekat, duduk di tepi dan menggenggam tangan Daryono. "Mas, kami temukan tergeletak di halaman belakang dengan tubuh penuh cat, Mas."

"Cat?"

"Iya. Justru kami yang dibuat heran dengan tingkahmu, Mas. Sebenarnya apa yang Mas, lakukan di dalam sana? Ini kali kedua, Mas." Puan bersandar ke dinding dengan wajah menengadah, seakan mendapati jalan buntu akan terka yang terjadi dengan Daryono.

"Beruntung panas badan Mas, sudah turun." Gendis mengambil kacu yang dilipat, tampak satu wadah kecil berisi air, di sana Gendis meletakkannya.

"Panas?"

Gendis mengangguk seraya mengusap rambut ikal Daryono yang menutupi kening.

"Aku tidak apa-apa. Bahkan tubuhku ...."

"Iya sekarang, Mas. Tadi, sewaktu Pakde Saring menggotong, bahkan tubuh Mas Daryono, sudah tampak lemas tak sadarkan diri. Memang apa yang telah terjadi, Mas?"

"Ke mana Pakde Saring?" Daryono balik bertanya.

"Ya, di tempatnya membuat patung. Memang kenapa toh, Mas?" Puan kini, saling lempar tanya.

"Aku ... aku ...." Daryono mencoba bangkit, Gendis membantunya.

"Aku makin heran dengan semua yang terjadi. Mas Daryono, menghilang begitu saja, padahal kita harus segera menemukan Mala, Mas. Sampai kapan kita akan terus di sini. Ah." Puan mendengus, seakan sudah tak tahu harus berbuat apa untuk menemukan Mala.

"Iya, Mas. Aku takut bapak jadi khawatir," imbuh Gendis.

"Aku kok merasa ada yang tidak beres dengan hilangnya Mala, Mas," sambung Puan.

"Apa mungkin ada orang jahat yang telah mencelakakannya, atau sesuatu yang tak terlihat sengaja menyembunyikannya. Dua kali bahkan kita mendengar. Lindu, Alit, bahkan kita juga mengalaminya. Aku seperti orang goblok saat mendengarnya. Semua tak bisa diterima oleh isi kepalaku," keluh Puan.

"Ini hari yang ke berapa? Bahkan mungkin Pak Serabi sudah kembali ke Wonoketro." Senada dengan apa yang diucapkan Puan, Gendis terlihat lesu dengan menundukkan kepala.

"Sungguh kalian menemukan aku di halaman belakang rumah?" tanya Daryono.

Keduanya tak mengangguk juga tidak mengiyakan.

"Untuk apa kami berbohong. Tanyakan dengan diri Mas, sendiri apa yang sebenarnya terjadi."

Dok!

Dak!

Dok!

"Suara apa itu."

"Mbokde Renjong. Malam ini dia ada pesanan untuk membuatkan bakso. Begitu katanya," ucap Gendis.

"Bakso? Sejak kapan Mbokde Renjong membuat bakso?"

"Mas, itu bahkan sudah berlangsung lama, Mas. Kami juga baru tahu kalau Mbokde Renjong ternyata pembuat bakso aci." Puan membenarkan.

Daryono bangkit dan melangkah menuju pintu, tak terlihat Mbokde Renjong yang memang terhalang pipil anyam.

"Ada apa, Mas?" Puan hanya bisa menatap Gendis sejurus, bukan karena penasaran oleh pekerjaan Mbokde Renjong, namun sepertinya Daryono hanya ingin memastikan kalau Mbokde Renjong benar-benar sibuk dengan pekerjaannya.

𝗥𝗘𝗖𝗢 𝗡𝗚𝗚𝗘𝗧𝗜𝗛Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang