WATUBUNCUL

118 13 9
                                    

Satu rumah paling ujung dengan atap cerocogan, dan itu satu-satunya rumah dengan pintu yang masih terbuka. Lelaki itu mengajak masuk. "Ayo, masuk."

Sedikit ragu awalnya, tetapi mereka memutuskan untuk masuk.

Ruangan yang tak begitu luas dengan satu sangga tepas yang menyangga satu belandar saka. Reng bambu sebagai tempat untuk meletakkan genteng, bagian ruangan tak banyak, hanya beberapa perabot kayu.

"Kalian tunggu sebentar," kata lelaki itu lalu masuk ke salah satu ruangan yang ditutupi korden bermotif manuk caruk.

"Mau apa kita dibawa ke sini?" Lagi, bisik Puan.

"Sudah jelas jawabannya. Ini masalah ganti rugi," balas Daryono lirih.

Lelaki itu keluar dengan satu orang di belakangnya.

"Duduk," ucapnya.

Ketiganya mengambil tempat di kursi kayu yang ditata terpisah.

Lelaki tua yang duduk di samping lelaki yang membawa mereka tadi terlihat memandang satu persatu, dimulai dari Gendis yang paling kotor.

"Aku Mbah Kus."

"Benar kalian telah merusak sawahnya?"

"Tidak. Kami tak merasa merusak sawah Pak ...."

"Sukiman," potong lelaki tua menyebut nama orang di sebelahnya.

"Justru kami ingin bertanya kepada Pak Sukiman. Kenapa kami bisa ada di tengah-tengah pematang sawah," kata Daryono terdengar lebih sopan.

"Kami hanya merasa keluar dari kebun jagung, dan mendapati kenyataan yang berbeda," imbuhnya.

"Kalian mau ke mana?"

"Kami ingin pulang ke rumah Pakde Saring. Kami tersesat saat berniat mau mencari Alit." Giliran Gendis menceritakan apa yang dia alami.

"Alit?"

"Bocah laki-laki yang belum juga ditemukan. Hilang," terang Puan.

Tak ada kata yang keluar dari mulut Mbah Kus atau Sukiman yang duduk di hadapan mereka, hingga Mbah Kus menanyakannya.

"Apakah kalian bertemu dengan anak kecil?" 

"Iya." Serentak ketiganya menjawab.

"Mas, juga melihat anak itu?" tanya Gendis penasaran, sebab Daryono belum menceritakan apa yang dia alami hingga dipertemukan di kebun jagung.

"Iya."

"Dia hanya meminta tolong kepada kalian."

Kontan semuanya terdiam.

"Minta tolong, Mbah?"

"Minta tolong dalam hal apa? Lalu kenapa mereka berkeliaran di tempat yang tak seharusnya anak kecil berada," imbuh Puan.

"Akan sulit bagi kalian untuk mengetahuinya. Sebaiknya kalian cepat pulang. Aku mendengar ada puluhan orang yang memanggil kalian."

Ketiganya saling tatap, sungguh mereka tahu maksud ucapan Mbah Kus.

"Ya. Sangat ramai sekali. Mereka menginginkan kalian pulang."

"Mereka siapa, Mbah? Tolong jangan buat kami makin tak mengerti!"

"Puan, jaga sikapmu." Daryono berbicara saat Puan terlihat cemas hingga tak sadar telah berbicara sedikit keras.

"Ikuti jalan lurus yang ada di ujung halaman rumah ini. Kalian akan menemukan satu jalan lain setelah melihat gerbang," ucap Mbah Kus lalu beranjak, seakan tak mau menahan mereka untuk lebih lama lagi di rumahnya.

𝗥𝗘𝗖𝗢 𝗡𝗚𝗚𝗘𝗧𝗜𝗛Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang