MENCURI DENGAR

110 14 14
                                    

"Ke mana sebenarnya Puan, Ndis?" Bahkan itu terdengar bodoh saat Daryono berdiri di ambang pintu sedari tadi.

Gendis yang sedari tadi terlihat mondar-mandir di depan patung Loro Blonyo kini hanya bisa bersandar di dinding.

"Aku juga tak tahu, Mas. Bahkan kini Puan ketularan. Kenapa semua serba hilang, bahkan Puan kini."

"Hus! Siapa yang bilang Puan hilang, ha! Jangan asal bicara kamu!"

"Buktinya, Mas. Kita sudah menunggu dia di sini, bahkan bayangannya juga belum tampak."

"Temanmu itu memang hanya bisa membuat repot kita saja," gumam Daryono.

"Mas, dalam keadaan seperti ini tidak seharusnya Mas, menyalahkan siapa-siapa!" geram Gendis.

Daryono memilih tak meladeni Gendis dengan melangkah ke kamarnya.

****

Di salah satu tempat, pembicaraan rahasia sedang berlangsung.

"Aku mau semua ini diakhiri," kata perempuan yang duduk seraya mengusap sudut matanya, dan lelaki yang duduk di hadapannya hanya bisa diam, justru menoleh ke arah satu lelaki di ujung ruangan, terlihat memainkan jempol tangan pada sisi tajam rimbas.

Sekian lama kedua lelaki itu tak menimpali permintaan perempuan yang duduk merapatkan kaki.

"Terserah Kakang, saja," ucap lelaki di ujung ruangan.

"Di mana lagi kita mencari tumbal? Semua sudah begitu dekat," ujar lelaki yang duduk di depan perempuan.

"Selama ini cara itu, bahkan bertahun-tahun sudah. Tidak ada satu pun yang meleset," imbuhnya.

Krek.

Pintu sedikit terbuka, sejenak api damar bergoyang tatkala angin malam berhasil menerobos masuk.

Lelaki di ujung ruangan berdiri, melangkah ke arah pendar damar yang ada di atas meja.

Dok!

Ujung rimbas dia tancapkan di papan meja.

"Banjarsari bahkan harus berterima kasih dengannya, Yuk."

"Aku yakin, suatu saat akan banyak pembuat patung bermunculan di kampung ini, tetapi itu bukan urusan kita," imbuhnya.

"Sementara ini semua terlihat wajar adanya. Iya, 'kan?"

"Sementara ini ... bagaimana bila ini harus berakhir dengan terbongkar kedok kalian, ha!"

"Yuk, semua akan seperti ini bila kita tak bersikap grasah-grusuh! Semua akan tersimpan rapi! Kami berdua yang akan menjanjikan itu. Paham!" bentak lelaki, seketika membuat perempuan itu kembali tertunduk, lalu menggeleng.

"Yuk, dengar! Bahkan tak akan terlihat jejaknya. Bukankah selama ini kamu sendiri yang memastikan itu!"

"Aku tahu, tetapi aku mohon tidak dengan mereka," pinta perempuan itu terdengar iba.

Mata tajam itu menoleh kepada satu lelaki yang hanya bersedekap. "Bagaimana, Kang."

"Sebaiknya kita cari yang lain saja." Yang ditanya hanya menjawab seraya bangkit berdiri.

"Bahkan semua sudah begitu dekat. Apa Kakang, mau menyia-nyiakan kesempatan bagus ini, ha!" Sangat berat, bahkan wajah yang begitu dekat dengan telinga lelaki yang terkesan menolak permintaannya.

"Kami sudah begitu mencintainya. Bertahun-tahun bahkan sampai hayat kami berdua tak mungkin bisa memiliki keturunan. Mereka datang di penghujung hari bagi kami ...."

"Alah! Gombal! Bahkan tanpa anak pun hidup Sampean berdua, sudah cukup bahagia! Apa yang kalian harap dari mereka, ha? Mereka tak akan langgeng di sini!"

𝗥𝗘𝗖𝗢 𝗡𝗚𝗚𝗘𝗧𝗜𝗛Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang