PENGAKUAN

125 15 2
                                    

"Loh? Kok tidur di sini, Le?"

"Le."

"Le, Daryono."

Daryono terjungkat kaget saat Mbokde Renjong berdiri di hadapannya.

Mengucek mata sejenak, Daryono mendapati ruangan depan sudah terang oleh sinar matahari yang masuk lewat celah dinding pipil.

"Kamu ketiduran atau bagaimana, ha? Mana adikmu?"

Daryono hanya menguap saat Mbokde Renjong melangkah meninggalkannya dengan baskom belirik ditutupi lembar daun pisang. Bergegas dia mengejar Mbokde Renjong.

"Mbokde, dari mana?"

"Mbokde harus menyiapkan pentol pesanan Odang," jawabnya seraya meletakkan baskom ke atas meja.

"Dan harus mengambil daging mentah untuk Mbokde cincang."

"Apa Puan juga ikut dengan, Mbokde?"

"Puan? Tidak. Mbokde pikir kalian bertiga di rumah."

"Apa? Puan tidak bersama Mbokde?"

Mbokde Renjong menggeleng.

"Puan dari kemarin sore belum pulang, Mbokde."

"Jangan mengada-ada kamu, Le. Keberadaan Mala belum jelas, dan sekarang kamu mengatakan kepada Mbokde kalau Puan juga hilang. Iya?"

"Tetapi memang Puan belum kembali," bantah Daryono.

Mbokde Renjong melangkah menuju kamar Gendis, meninggalkan Daryono yang berdiri dengan rasa cemas.

"Lalu, ke mana Puan?"

Dalam keadaan khawatir, hidungnya menangkap satu bau amis yang berasal dari baskom belirik. Tak terbersit apa-apa awalnya, Daryono hanya ingin memastikan kalau itu daging yang diambil Mbokde Renjong bukanlah daging busuk.

"Apa iya ini daging sapi? Kenapa baunya sungguh berbeda. Amis sekali." Daryono mengamati daging yang cenderung pucat dengan bau tajam, jauh dari kata daging sapi yang selama ini dia tahu dengan baunya.

"Sungguh apa kata Daryono itu, Nduk." Sayup suara Mbokde Renjong dari kamar Gendis.

Daryono segera menutup kembali baskom saat derap langkah mulai mendekat.

"Bagaimana ini, Mas."

Daryono berbalik dan menatap Gendis.

"Puan tidak bersama Mbokde, Mas."

"Mbokde jadi tidak mengerti dengan kalian. Sebenarnya ada apa ini." Mbokde Renjong yang tadi ada di belakang Gendis menatap heran Daryono dan Gendis bergantian.

"Tak lama setelah Mbokde, keluar meninggalkan kami. Puan menyusul, Mbokde."

"Menyusul? Tidak, bahkan Mbokde tak melihat Puan. Malah Mbokde pikir kalian masih di dapur sewaktu Mbokde tinggal ke rumah Odang."

"Kita tunggu sampai setengah hari ini, kalau Puan tak kunjung kembali, aku akan meminta Pakde Saring untuk mengantar Mas, ke Pamong Desa Banjarsari."

"Maksudmu, Le?"

"Iya, Mbokde. Ini jelas tak bisa dibiarkan. Hilangnya Mala membuat kami tak bisa kembali, dan kini Puan!"

"Coba ... coba kamu bicarakan ini dengan Pakdemu," redam Mbokde Renjong.

Daryono segera menuju tempat di mana dia bisa menemukan Pakde Saring dan membicarakan masalah ini.

"Aku takut kalau sesuatu telah menimpa Puan, Mbokde."

Mbokde Renjong memeluk Gendis, membawanya dalam dekap, "Tak ada yang perlu kamu takutkan, Nduk. Kita jangan terlalu cepat menyimpulkan. Berdoalah semoga Puan lekas kembali."

𝗥𝗘𝗖𝗢 𝗡𝗚𝗚𝗘𝗧𝗜𝗛Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang