JEJER SEBLANG

138 14 12
                                    

Teng.

Deng!

Teng.

Deng!

"Mas, mereka kembali!"

"Pakde!"

"Pakde!"

"Mereka kembali, Mas! Puan, mereka kembali!"

"Suara itu makin mendekat! Apa kalian dengar!" Gendis terlihat bersemangat.

"Pakde!"

"Pakde!" Terus berteriak berharap rombongan pencari itu menemukannya segera.

Gendis berkali-kali teriak ke arah depan, lalu kembali menoleh Daryono dan Puan yang hanya berdiri memandanginya.

"Pakde!"

"Pakde Saring!"

"Kami di sini!"

"Ayo! Sebelum mereka menjauh lagi!" ajak Gendis dengan wajah yang telah kembali cerah oleh cercah harap.

"Iya, 'kan? Kalian dengar itu?" tanya Gendis saat Puan dan Daryono sudah ada di hadapannya.

Seketika Daryono menarik tangan Gendis, wajahnya begitu marah, "Apa yang kamu lakukan, ha! Bahkan kita tak tahu ada di mana!"

"Aku ... aku mendengarnya, Mas. Itu mereka. Mereka sedang menuju ke sini dan akan segera membawa kita pulang. Iya 'kan, Puan."

Yang ditanya hanya berdiri dengan tertunduk, isak masih terdengar.

Puan mengangguk.

"Apa kamu juga mendengarnya?" Daryono yang dibuat bingung saat suara tetabuhan tak lagi dia dengar, sayup menghilang bersamaan saat Gendis menoleh dan memanggilnya tadi.

"Kamu sadar apa yang telah kamu lakukan, Ndis!" bentak Daryono.

"Aku?" Gendis bengong tak mengerti kenapa Daryono terlihat begitu marah.

"Ayo. Kita harus segera menuju ujung jalan ini. Mereka pasti sudah menunggu kehadiran kita. Iya 'kan, Puan? Aku sudah tak sabar untuk bertemu dengan Mala."

Puan hanya bisa diam saat Gendis meraih lengan dan membawanya untuk segera menyusul Daryono.

****

Daryono masih teguh dengan pesan Mbah Kus, menunggu tanpa menoleh mereka berdua yang berjalan lambat, padahal jelas Daryono sudah merasa pegal teramat pada sebelah kanan kakinya.

Kerut di dahi terlihat dalam saat dia melihat sekerumunan orang di tengah jalan. Suara tetabuhan yang dia dengar ternyata datang dari satu arena pagelaran tari.

"Siapa yang menari di tengah jalan?" batinnya.

"Bukan Pakde Saring," gumam Gendis saat berada di samping Daryono. Sungguh suara yang dia dengar telah berubah, dari suara tak keras peralatan dapur berubah menjadi entak gendang.

"Apa yang mereka lakukan, Mas? Hu hu hu." Erat Puan mendekap lengan Gendis.

Tak ada yang berani mengambil kesimpulan yang pasti mereka terus melangkah untuk semakin dekat dengan kerumunan orang yang menghalangi jalan.

Dan jelas sudah, suara tetabuhan yang terdengar datang dari para panjak yang memainkannya, mengiringi satu penari yang dikelilingi oleh puluhan laki-laki.

Daryono dan Puan seketika maju ke depan di antara celah longgar sela penonton yang berdiri, Gendis menyusul kemudian.

Satu penari Jejer Seblang terus melakukan gerak jinjit dengan kedua tangan memainkan sampur kuning terang.

𝗥𝗘𝗖𝗢 𝗡𝗚𝗚𝗘𝗧𝗜𝗛Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang