Pakde Saring, Gendis, dan Puan.
"Ayo cepat, Nduk!" seru Pakde Saring saat Gendis berjalan kesusahan untuk melewati tumbuhan berduri putri malu.
Seketika helai daun kecil merapat, begitu kaki Gendis dan Puan menginjaknya, dan itu baru terjadi. Mereka tak menyadari kalau tak ada bagian daun yang merapat bila Daryono melintasi ke arah yang mereka tuju.
"Bukankah itu rumah belakang Pakde Saring."
Gendis yang sedari tadi memperhatikan langkahnya untuk mencari celah rapat putri malu mendongak, tatapannya lurus ke depan. Benar apa yang dikatakan Puan, lompong hijau berdaun lebar, tanda bahwa mereka menuju rumah pembuatan patung milik Pakde Saring.
"Pakde!"
"Iya. Pakde juga melihat kalau Daryono menuju ke sini." Pakde Saring seakan tahu apa yang akan dikatakan oleh Puan.
"Lalu kenapa Mas Daryono tak lewat jalan saja kalau hanya sekadar untuk pulang," rutuk Gendis begitu lepas dari jebakan duri.
"Kita akan menanyakan itu bila sudah bertemu dengan Daryono, Nduk! Sudah, ayo."
Pakde Saring membetulkan letak udeng di kepala, lalu mengulurkan tangan dan menarik Gendis untuk sampai di tanah yang dia pijak.
"Bagaimana kalau Mas Daryono juga hilang, Pakde." Cemas melanda, terlihat dari ucapan Gendis.
"Lompat!" seru Pakde Saring seraya menarik Puan.
"Hilang bagaimana maksudmu, he?" Lalu menoleh ke arah Gendis.
****
Lagi, kembali ke tempat Daryono.
"Kamu dengar aku, Mala."
Mala mengangguk, sangat pelan hingga nyaris tak bergerak helai rambut yang menghadang tatapannya.
"Ayo. Semua sudah berakhir, kalian akan segera kembali ke sekolah. Ayo!" Daryono mengawali langkah terlebih dahulu, merasa ada yang aneh, dia berbalik.
"Nanti kita jelaskan apa yang sebenarnya terjadi, La."
Mala masih berdiri di tempatnya, tak selangkah pun mengikuti Daryono.
"Mala, aku tahu ini berat, bahkan baru kali ini aku mengalami kejadian aneh seperti ini. Selama ini aku hanya mendengarnya dari tutur cerita seseorang di dalam radio."
"Semua sudah berakhir, La." Daryono masih menunggu Mala yang terus menatapnya.
"Aku mengerti, mungkin kamu ingin menyalahkan Puan dan Gendis. Bahkan aku tak percaya kalau mereka berdua meninggalkan ...." Daryono bersandar pada gawang pintu.
"Aku bahkan tak mempercayai apa yang aku alami. Harus mendapati lima belas hari. Ya, lima belas hari. Aku ...." Daryono mengerutkan dahi lalu menoleh ke arah Mala.
"La!" Mala sudah tak di tempatnya.
"Mala?"
Daryono segera kembali di depan deret yang masih terkena cahaya memendar dari pintu.
Lurus sela diapit deretan patung, hingga Daryono memutuskan untuk mengejar Mala saat mengetahui Mala melangkah menuju sisi ujung, kemudian hilang di balik patung.
"Mala, tunggu!"
Daryono segera mengejar Mala. Dia terus menyeret kaki kanan yang ukurannya memang lebih kecil.
"La, mau ke mana kamu!"
Daryono nyaris sampai di ujung deret patung paling ujung.
Bruk!
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗥𝗘𝗖𝗢 𝗡𝗚𝗚𝗘𝗧𝗜𝗛
HorrorDengan diantar Pak Serabi, mereka pergi ke Banjarsari, setelah Daryono berkeinginan untuk terus menjaga suluh keluarga agar tak padam. Bukan tanpa sebab, mengingat bapaknya hanya dua bersaudara dan tujuannya ke Banjarsari tak lebih untuk mencari keb...