💎 || 04

6.2K 136 10
                                    

Mobil sedan hitam keluar dari gerbang kediaman Reinand. Seperti yang sudah direncanakan, mereka akan pergi menuju makam ibunda Reinand. Pria itu mengenakan kemeja hitam yang terlihat longgar di badannya dan dipadukan dengan celana panjang hitam pula. Tak lupa kacamata hitam yang bertengger di hidungnya.

Untuk pekerjaan kantor hari ini dan dua hari ke depan, Reinand mempercayainya pada Levin. Dan Levin itu sangat terpercaya.

Perjalanan sudah memakan waktu tiga puluh menit.

"Ada apa, Gadis kecil?" Reinand menoleh sejenak ke samping lalu kembali memfokuskan perhatian ke depan. "Aku tahu aku memang tampan! Dan ketampanan ini hanya milikmu!" tambahnya setelah mengamati Nazia yang selama perjalanan terus melihatnya.

Nazia memutar bola mata malas. Ia malah mendekatkan wajahnya pada Reinand. Mengamati wajah pria itu. "Tcih! Kau terlalu percaya diri. Kacamatmu, terbalik!"

Reinand seketika melihat ke arah kaca mobil. Dirinya sesegera mungkin membalik posisi kacamatnya. "Ish! Aku ... malu!" tutur pria itu mengecilkan suara.

Gelak tawa Nazia pecah di sana hingga mobil berhenti. Orang yang ditertawakan pun hanya bisa tersenyum miring. Nazia begitu manis! Pikir Reinand.

Pria itu membukakan sabuk pengaman Nazia yang masih saja mengeluarkan tawa. "Hentikan tawamu itu! Jika orang-orang melihatnya dan mereka terpesona, aku tak akan bertanggung jawab pada mayat mereka!"

Seringaian dan ancaman pria itu membuat tawa Nazia berhenti. Reinand tak pernah main-main dengan ucapannya. Walaupun penyebabnya kecil, pria itu berani berbuat hal besar.

Nazia keluar, matanya mengernyit memandang gedung tinggi dan besar di depannya.

"Rumah sakit?" tanyanya bingung.

Reinand berjalan menghampiri gadisnya. Melonggarkan tangannya, mengisyaratkan untuk digandeng oleh Nazia. "Ya! Kita akan menjenguk kakek terlebih dahulu."

Merasa Nazia tak membalas tangannya, Reinand lantas segera merangkul pinggang gadis itu dan membawanya berjalan masuk ke dalam rumah sakit.

Ekspresi Reinand berubah datar ketika sampai pada depan pintu masuk rumah sakit. Dua orang bodyguard yang berjaga di sana memberikan hormat pada Reinand.

"Siapa yang berkunjung?" tanya Reinand.

"Nyonya Besar Siena."

Reinand segera melangkah masuk. Ini memang rumah sakit milik keluarga Almero, tapi selain untuk para keluarga Almero, rumah sakit ini menyediakan pelayanan gratis pada semua orang yang tidak mampu. Dan rumah sakit ini dijalankan oleh ibunda Reinand dulu.

Namun setelah ibu Reinand meninggal, rumah sakit ini diambil alih oleh Reinand. Dan Reinand tak menyukai jika para bodyguard menjaga ketat rumah sakit ini, karena mungkin ibundanya akan bersedih karena para bodyguard itu mengganggu orang-orang di sana.

Mereka berhenti tepat di depan lift. Menunggu.

Nazia sedari tadi hanya diam mengamati. Aura Reinand sekarang benar-benar membuat Nazia merinding.

Lift terbuka, memperlihatkan Siena dan asisten pribadinya. Wanita tua dengan balutan pakaian mewah berwarna maron itu sejenak menatap Reinand dan Nazia.

Setelahnya ia tersenyum. Namun senyuman itu tak dibalas Reinand. Nazia-lah yang membalasnya.

Ia melangkah keluar. Menatap wajah datar cucu bungsunya yang sedikitpun tak ingin menatapnya. Tangan Siena tergerak ingin mengelus kepala Nazia namun dengan gerak cepat Reinand menarik Nazia memasuki lift. Meninggalkan Siena dan sang asisten yang menatap mereka sendu.

REINANDOUZS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang