💎 || 27

2K 58 1
                                    

Setelah keluar dari ruangan Sancaka, Nazia berlari keluar menuju kendaraan yang tadi ia bawa ke sini. Gadis itu takut jika Alian mendapatinya tidak ada di kamar. Namun pada saat berbelok di sebuah persimpangan, langkah kakinya berhenti. Nazia menatap sebuah ruangan yang tak jauh darinya.

Niat gadis itu untuk melabrak perempuan tadi hilang begitu saja, namun dirinya tetap kesal dan sedih di saat yang bersamaan ketika mengingat kejadian tadi. Kakinya ingin melangkah keluar, tapi entah mengapa Nazia memilih untuk mendekati ruangan Reinand. Setidaknya ini adalah kali terakhir baginya melihat kondisi sang suami.

Tidak disangka kejadian tadi masih berlanjut. Malahan makin parah. Mata gadis itu kembali memanas melihat adegan di hadapannya. Suaminya tengah tertidur seraya memeluk wanita yang tertidur pula. Nazia ingin masuk menghampiri, namun cahaya pagi tiba-tiba muncul membuat gadis itu mundur selangkah dan berlari keluar.

Gadis itu menghampiri motor Reinand, mengendarainya begitu laju karena emosi tak tertahan.

Setelah puluhan menit di jalan, akhirnya gadis itu sampai di rumah. Nazia memarkirkan motornya jauh dari pekarangan rumahnya.

Nazia berjalan masuk dengan langkah pelan. Ia segera merebahkan tubuhnya di ranjang. Mencoba melupakan semua hal yang terjadi hari ini. Ia lelah, menangis sangat menguras tenaga.

09.32

"Nazia."

Suara dan sentuhan lembut di pipinya itu membangunkan Nazia. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah Alian dengan pakaian rapih.

Gadis itu mengucek kedua mata, lalu mengumpulkan nyawa. Ah, dia tertidur pulas tadi.

"Bersiap-siaplah, kita akan mengantar Ibu."

Suara parau Alian mengalihkan perhatian Nazia. Ia menatap sang kakak bingung. "Ke mana?"

"Ke RSJ di pusat kota."

Nazia mengerjap terkejut. "Maksud Kakak?"

Wajah tampan itu terlihat murung. "Kata dokter semalam, ibu mengidap gangguan kejiwaan."

Dada Nazia sesak mendengar hal itu. Mau bagaimana lagi, semuanya sudah terjadi. Nazia mengangguk pelan. Ia lantas bergegas untuk bersiap-siap.

Mobil hitam itu keluar dari halaman rumah menuju Rumah Sakit Jiwa di pusat kota.

Nazia memilih outfit sederhana yang terkesan fresh untuk dilihat. Gadis dengan rambut dikucir satu itu menatap sang ibunda yang tertidur di kursi belakang. Nazia tahu Arinda kemarin berniat ingin menjualnya, namun, Nazia tetap merasa sedih dan kasihan atas apa yang menimpa sang ibu angkatnya itu.

"Aku akan kembali ke Amerika besok."

Nazia menoleh ke samping kanan. "Secepat itu?"

Alian mengangguk tanpa menoleh pada Nazia. "Ya. Semua biaya dan keperluan ibu akan selalu aku penuhi. Kau akan ikut denganku."

"Tapi-"

"Kau tidak punya siapa-siapa di sini, Nazia. Kau harus ikut denganku, tinggal bersama istri dan anakku."

Nazia mengalihkan pandangan ke jendela. Ia jelas ingin menolak untuk pergi dari sini, namun, dirinya juga harus memikirkan nasib Reinand nanti.

"Ada apa? Kau tidak ingin ikut denganku karena pria itu?" Alian terlihat marah. "Apa jawabanmu atas dua opsi yang aku berikan? Jadi, kau ingin suamimu masuk penjara atau berpisah dengannya?"

Dua pilihan itu kembali membuat Nazia kesal untuk memilih. Bayangan tentang adegan semalam kembali menarik emosi Nazia. Gadis itu mengangguk yakin terhadap dirinya sendiri. "Aku akan ikut denganmu, Kak."

REINANDOUZS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang