💎 || 26

2K 59 3
                                    

Mobil yang dikendarai Roy itu perlahan keluar dari tempat parkir. Di sana terdapat Cloi dan dua bodyguard bersamanya untuk menjemput Nazia.

Mobil putih itu melewati sebuah motor yang baru saja sampai. Nazia segera memberhentikan motornya, membuka helm, ia bergegas masuk ke dalam. Tidak perlu untuk datang memeluknya, setidaknya Nazia merasa tenang melihat keadaan Reinand dari jauh.

Gadis itu tertatih-tatih menghampiri sebuah ruangan yang beberapa jam lalu ia masuki. Nazia menggeser pintu perlahan, namun, pergerakan gadis itu berhenti. Nazia terdiam bak patung di sana. Dadanya sesak, mulutnya tak sanggup mengucapkan sebuah kata.

"Siapa itu? Mengapa Reinand memeluknya?" Langkah Nazia perlahan mundur. Sebuah fakta yang dilihat bak sebuah batu besar yang menghantamnya.

Nazia lantas berlari meninggalkan ruangan. Ia berhenti tepat di samping sebuah mobil di parkiran. Gadis itu berjongkok seraya menengadahkan wajahnya ke bawah. Nazia menangis sesenggukan.

Lengan mantelnya basah karena derasnya air mata yang membasahi. Niatnya ingin tenang melihat sang suami sudah sadar, malah melihat hal yang begitu menyakitkan. Nazia kembali melampiaskan kesedihan sekaligus kesalnya. Entah sudah berapa liter air mata Nazia terkumpul seharian ini.

Gadis itu terus saja menangis hingga tak menyadari sebuah mobil putih baru saja sampai. Seorang pria dengan cepat keluar seraya menggendong seorang anak berusia empat tahun. Wajah pria itu panik menatap kondisi sang anak. Ia berjalan cepat memasuki rumah sakit. Diikuti seorang pengasuh yang menyusul.

Penyakit Sancaka kambuh. Saga tidak ada pilihan lain selain membawa Sancaka ke rumah sakit kakak tirinya, karena hanya rumah sakit inilah yang paling dekat.

Saga membawa sang anak ke ruangan yang dituntun oleh beberapa suster dan salah satu dokter yang bertugas. Ia membaringkan Sancaka di ranjang, lalu dokter langsung memberikan pertolongan pertama.

Dahi pria berpakaian santai itu dipenuhi peluh. Rasa khawatir memenuhi dirinya menatap Sancaka yang tidak sadarkan diri.

Kulit Sancaka pucat serta di bagian tertentu terdapat ruam kulit keunguan. Sancaka didiagnosis mengidap kanker leukimia limfoblastik akut sejak lima bulan yang lalu.

Saga ikut keluar setelah dokter selesai memeriksa anaknya.

"Dia tidak apa-apa. Itu hal biasa bagi penderita kanker leukimia limfoblastik. Cukup rutin membawanya kemoterapi, jangan pernah absen." Dokter itu berhenti di depan pintu melihat Saga yang lebih tinggi darinya. "Dia sedang tidur, bukan pingsan. Saya permisi."

Saga mengangguk menatap kepergian si pria berjas putih itu. Ia menghembuskan napas lalu kembali masuk melihat kondisi sang anak.

Tangan besar itu terulur mengelus dahi Sancaka. Saga mengulas senyum tipis melihat jiplakannya itu. Ia lalu melihat ke arah Bibi Lina dan berucap, "jaga Sancaka."

"Ya, Tuan."

Saga berjalan keluar ruangan. Ia butuh udara segar.

04.02

Ssreeekk!

Nazia mengeluarkan ingusnya sekuat tenaga. Sudah cukup hampir sejam ia menangis di sini. Gadis itu bertekad untuk menghampiri si perempuan yang tadi bersama suaminya. Nazia itu bukan gadis lembek yang dikit-dikit nangis, ia gadis pemberani. Padahal baru saja habis menangis bak anak kecil.

Nazia menarik napasnya dalam, lalu menyeka kedua pipinya. Gadis itu siap merujak si perempuan. Ia lantas berdiri ingin beranjak dari sana.

Nazia terperanjat melihat seorang pria yang sedang menatapnya heran. Ia memegang dadanya, hampir saja jantung ini copot.

REINANDOUZS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang