CONCOMITANT

383 60 13
                                        

Pagi ini, Raisya merasakan mual yang luar biasa. Semalam ia meneguk alkohol satu gelas kecil karena tidak sengaja meminum gelas soju milik Jimin. Semalam juga alergi Raisya kembali kambuh. Ruam di kulit dan bahkan hampir sesak napas. Ia sudah meminum obat alerginya. Hanya saja pagi ini ia jadi mual luar biasa.

Ia memuntahkan sedikit sisa makanan yang sudah mampir pada lambungnya dan sisanya hanya berupa lendir putih atau bahkan tidak keluar apapun selain rasa mual.

Sudah lima menit Raisya berdiri di depan wastafel kamar mandi. Ia menumpu tubuhnya dengan kedua tangannya yang diletakkan pada pinggiran wastafel. Matanya memerah karena merasakan mual yang luar biasa. Belum lagi ia harus menahan rasa gatal dan panas di kulitnya. Kepalanya juga pengar.

Namun tanpa Raisya duga, kini Jimin sudah berada di belakangnya. Mengikat rambutnya yang tergerai bebas. Wajahnya terlihat khawatir.

"Ayo kita pergi ke dokter!" ajak Jimin.

Raisya menggelengkan kepalanya. Menolak. Ia malas sekali jika harus pergi ke dokter lagi. Karena sejujurnya dua hari yang lalu ia baru saja ke sana untuk mengecek kondisi tubuhnya tanpa Jimin ketahui.

"Aku hanya harus istirahat lebih banyak. Tapi sekarang aku ingin memasak terlebih dahulu untuk sarapan. Perutku juga lapar." Raisya tersenyum saat Jimin kini meraih tisu wajah dan mengelap sudut bibirnya yang basah dengan tisu itu.

"Aku ingin sekali menggeretmu untuk ke rumah sakit. Tapi jika kau tidak mau, setidaknya biarkan ahjuma yang memasak pagi ini. Seperti apa yang kau katakan, kau hanya butuh istirahat lebih banyak."

Raisya tersenyum. Melingkarkan kedua tangannya pada leher Jimin. Spontan jemari Jimin juga kini melingkar pada pinggang Raisya. Menahan tubuh itu.

"Terima kasih, Sajang-nim."

Setelah mengatakan hal itu, Raisya kini mencium pipi kanan dan kiri Jimin bergantian, dilanjutkan dengan kening dan ujung hidung. Saat Jimin hendak mencium bibirnya, Raisya sengaja menjauhkan wajahnya. Membuat Jimin berhenti. "Jangan. Aku sedang sakit. Kalau Sajang-nim ikut sakit, tidak ada yang bisa merawatku!" celetuk Raisya.

Jimin terkekeh kecil. Ia lantas mencium pipi Raisya lembut kemudian menggendong gadis itu di depan tubuhnya. Membawa Raisya keluar dari kamar untuk turun ke bawah.

Saat sampai di dekat meja makan, Jimin memperlambat langkahnya, bahkan nyaris berhenti. Raisya dan Jimin melihat dengan mata mereka jika Taehyung dan Cerrys sedang saling memangut. Tubuh Cerrys di rangkul hangat dan lengan gadis itu melingkar erat pada perpotongan leher Taehyung.

Raisya yang masih berada dalam pelukan Jimin itu kini meminta agar Jimin membalikkan tubuhnya. Tidak baik terus menonton pertunjukkan itu. bisa-bisa Raisya kena imbasnya nanti.

Jimin kini membalikkan tubuhnya. Cepat-cepat ia menggeser tubuhnya agar Cerrys dan Taehyung tidak melihat keberadaannya. Kakinya kini kembali melangkah menaiki anak tangga. Memilih untuk pergi ke kamar saja. mereka sepakat untuk memberikan Taehyung dan Cerrys ruang pagi ini.

Tidak masalah jika rumah ini bisa digunakan utuk Taehyung melanjutkan hubungannya dengan Cerrys. Jimin dan Raisya sama-sama tidak keberatan.

Jimin kini mendudukkan Raisya di pinggiran ranjang. Ia meraih air putih yang ada di atas meja lantas memberikannya pada Raisya. "Minum ini, setidaknya kau tidak boleh dehidrasi karena dapur kita sedang di blokir," ucap Jimin.

Raisya terkekeh kecil. Meraih segelas air minum yang Jimin sodorkan dan meguknya sedikit. Raisya tidak begitu merasa haus.

Setelah ia kembali meletakkan gelas yang masih berisi air itu di atas nakas. Ia kini memperhatikan Jimin yang tengah mengusap-usap tangannya yang ada bekas merah. Itu memang terasa gatal. Raisya mati-matian menahan untuk tidak menggaruknya. Dan Jimin kini membantu dengan mengusapnya meski tidak berdampak banyak.

HAN JIMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang