SERENDIPITY

357 62 4
                                        

Dalam menjalani sebuah hubungan rumah tangga, memang tidak pernah ada kata mudah. Raisya tidak pernah berpikir jika bahtera rumah tangganya akan berjalan mulus. Bahkan dari awal ia menikah dengan Jimin saja, Raisya tidak pernah menyangka akan menjalaninya seserius ini. karena awalnya mereka memang menikah hanya untuk kepentingan masing-masing. Namun akhirnya mereka berdua sama-sama menjadi yang terpenting.

Raisya bergerak gelisah di bangkunya. Ia tidak bisa tenang. Bahkan saat meeting tadi, kepalanya sama sekali tidak bisa diajak bekerja sama. Raisya tidak menyangka jika dirinya bisa sampai tidak berkonsentrasi sampai separah ini. ia hilang fokus karena perkataan Jimin semalam yang mengatakan akan menyelesaikan persoalan ini.

Raisya tidak mengelak jika dirinya merasa senang. Bangga. Dan mungkin akan lebih bisa tenang. Hanya saja riasya tidak tahu bagaimana cara Jimin menyelesaikannya. Bagaimanapun Jimin tidak bisa berperilaku seenaknya karena ayahnya sendiri yang meminta Jimin untuk memperlakukan Seyon dengan baik karena mengingat jasa ayah Seyon untuk perusahaan.

Raisya dilanda perasaan gundah. Masalah ini memang tidak akan sebesar itu, hanya saja mau bagaimanapun raisya tidak ingin masalah ini menimbulkan masalah-masalah lainnya. Ia tidak ingin ada pertengkaran diantara Jimin dan ayah mertuanya.

"Sajang-nim? Apakah anda butuh istirahat? Saya lihat sajang-nim tidak fokus hari ini," ucap Jinae yang kini sudah berdiri di depan meja raisya mendekap beberapa berkas di dadanya.

Raisya cukup terkejut karena dirinya memang tengah melamun. Ia kini menatap Jinae dan menggelengkan kepalanya. Melirik ke arah berkas yang Jinae bawa sesaat lalu menanyakan tentang berkas yang di bawa gadis itu.

Jinae menjelaskan perihal berkas tersebut dan raisya mendengarkan dengan baik lantas menandatanganinya. Setelah itu Jinae pergi ke luar bersamaan dengan Raisya yang kini menyambar tas kecilnya dan keluar dari ruangan.

Ia tidak bisa diam di ruangannya dengan pikiran kacau. Ia memutuskan untuk pergi ke cafe Cerrys saja. setidaknya ia bisa makan di sana sambil menatap orang-orang di sekitar. Atau jika Cerrys ada di cafe, ia bisa mencuri waku Cerrys sebentar untuk mengobrol bersama gadis itu.

Raisya hari ini tidak pergi ke kantor Jimin untuk mengajak atau membawakan Jimin makan siang. Jimin ada meeting dengan kliennya sekaligus makan siang. Jadi, Raisya akan makan siang sebentar.

"Jinae-yya?" panggil Raisya pada Jinae.

"Ya Sajang-nim? Apakah ada sesuatu yang bisa saya kerjakan lagi?" tanya Jinae dengan sigap.

"Tidak ada. Kau sudah makan siang?" tanya Raisya.

"Belum sajang-nim."

"Bagus. Ikut aku makan di cafe sebelah saja."

Jinae tidak bisa menolak. Jarang sekali Raisya meminta dirinya untuk menemani makan siang. Jika sudah seperti ini, bos nya itu pasti sedang tidak memiliki teman untuk makan. Lagipula Jinae juga tidak punya janji makan siang dengan siapapun. Dan ia juga tidak ingin menolak ajakan makan siang bersama bos nya.

Ada banyak hal yang bisa Jinae bincangkan dengan Raisya. Jinae selalu suka mengobrol dengan raisya. Singkatnya, jinae benar-benar terinspirasi oleh sosok Raisya.

"Baik sajang-nim, saya akan menyimpan berkas ini terlebih dahulu!" seru Jinae dan langsung masuk ke dalam ruangannya untuk menyimpan berkas dan menyambar juga tas kecilnya sebelum akhirnya berjalan satu langkah di belakang Raisya.

Suasana cafe Cerrys selalu ramai. Apalagi saat jam makan siang. Tapi untungnya, masih ada kursi kosong yang bisa jinae dan Raisya termpati. Keduanya duduk berseberangan dan Raisya mempersilahkan Jinae untuk memilih makanannya sendiri.

"Sajang-nim?" panggil Jinae.

"Ada apa?" sahut Raisya.

"Ada sesuatu yang ingin saya tanyakan pada sajang-nim, apakah boleh?" tanya Jinae. Ia sebenarnya sedikit sungkan, namun tidak mau juga jika makan siang dengan Raisya kali ini ia sia-siakan dengan hanya diam saja.

HAN JIMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang