Semua orang yang ada di sana terhenyak. Tidak terkecuali Seyon sekalipun. Ia juga sama terkejutnya. Tidak menyangka jika Raisya akan semudah ini menyerah. Padahal Seyon pikir, ia tidak masalah meski menjadi yang kedua nantinya asalkan menyandang gelar istri dari Jimin. Tapi jika Raisya seperti ini, itu akan lebih bagus lagi.
"Raisya? Kenapa kau berpikir seperti itu?" tanya Jimin. Matanya terasa pedih. Ia takut sekali. Jimin benar-benar takut jika Raisya termakan omongan Seyon.
Ayah dan ibu Jimin tidak bisa melakukan apapun. Mereka sama sekali tidak berhak untuk ikut campur dalam idealis Raisya. Sebab mereka sama-sama mengerti jika Raisya bukan tipe wanita yang bisa dikendalikan dengan mudah. Dan Jimin juga bukan tipe otoriter yang keras hingga bisa membuat Raisya tunduk begitu saja.
Sejauh yang mereka tahu, baik Jimin dan Raisya sama-sama memegang teguh keselarasan. Semuanya diperlakukan sama. Sebab Jimin dan Raisya sama-sama saling menghargai dalam rumah tangga. Makanya dengan kasus Seyon yang datang dan mengaku jika ia tengah hamil anak Jimin membuat ayah dan ibu Jimin benar-benar dilanda rasa terkejut.
"Aku hanya ingin bukti. Aku tidak mau percaya pada siapapun dan bergantung pada siapapun. Jadi, jika salah satu dari kalian ingin mandapat kepercayaanku, maka beri aku buktinya. Hanya dengan bukti aku bisa percaya."
Jimin menatap Raisya dengan kecewa. Ia benar-benar tidak menyangka jika Raisya akan mengatakan kalimat menyakitkan itu padanya. Padahal Jimin pikir Raisya sama sekali tidak akan goyah. Apakah mungkin dirinya juga salah dalam menilai Raisya?
Perlahan, muncul keraguan dalam benak Jimin. Semuanya jadi kacau dan Jimin tidak suka dengan kekacauan ini.
"Semuanya akan aku serahkan padamu, Raisya. Lakukan apapun yang menurutmu benar. Aku....Tapi aku bersumpah bahwa aku tidak pernah tidur dengan Im Seyon. Jika dia berkata bahwa aku melakukannya saat mabuk, kau tahu bahkan akhir-akhir ini kau selalu pulang bersamaku dan makan siang juga bersamaku. Cocokkan waktunya. Tolong jangan salah menilaiku, Raisya."
Raisya terdiam. Dadanya sakit sekali mendengar ucapan Jimin. Ia tahu jika Jimin bukan pria sembarangan yang bisa melakukan hal itu. Hanya saja, Raisya juga tidak bisa percaya pada siapapun sekarang. Ia bahkan tidak mempercayai dirinya sendiri karena telah melukai orang yang dicintainya.
Namun hanya ini satu-satunya cara agar dirinya tetap bisa mempertahankan harga dirinya. Hanya ini yang bisa Raisya lakukan untuk melindungi dirinya.
"Jadi Im Seyon, bagaimana? Kau tetap tidak ingin memperlihatkan rekaman itu padaku? Jika iya, kecurigaanku terhadap dirimu akan semakin besar. Kenapa seolah kau tidak mau memperlihatkannya padaku? Kenapa kau terlihat takut begitu?" desak Raisya.
Seyon terdiam. Ia hanya diam. Mulutnya tidak bergerak. Ia harus mengenali situasi sebelum membuka mulutnya lagi. Ini adalah kesempatan terakhir. Seyon mempertaruhkan segalanya. Termasuk nama baik keluarganya yang selama ini dipandang baik oleh keluarga Han.
"Oh! Sekarang aku terpikir. Tentang rekaman yang kau katakan. Dari mana kau mendapatkannya? Memang kalian melakukannya dimana? Mari kita asumsikan. Jika kalian melakukannya di hotel, kamera CCTV hanya akan berhenti sampai depan pintu kamar hotel. Di dalam kamar tidak akan ada CCTV kecuali jika memang di pasang kamera dengan sengaja.
"Jika kalian melakukannya di apartemen, itu sama saja. Jadi katakan Im Seyon. Darimana kau mendapatkan rekamannya?" tanya Raisya.
Ayah dan Ibu Jimin nampak terdiam memikirkan asumsi yang Raisya lontarkan. Itu nampak benar. Karena rekaman seperti itu tidak mungkin ada di dalam kamar hotel atau kamar pribadi kecuali memang sengaja di letakkan camera untuk merekamnya.
"Kenapa kau ingin tahu?" tanya Seyon.
Raisya berdecih kecil. Sedikit lagi. "Ahhh video itu juga ilegal rupanya. Atau kalian memang sama-sama ingin merekamnya atas dasar keinginan kalian berdua? Hebat sekali. Pantas saja kau gencar sekali mendekati Sajang-nim di kantor. Ternyata persiapan yang kau lakukan juga sudah sematang ini."

KAMU SEDANG MEMBACA
HAN JIMIN
RomansaE N D Eight story by: Jim_Noona Pria itu datang saat aku memang sedang membutuhkan uluran tangannya. Kupikir dia hanya ingin sekedar membantuku, tapi ternyata dia juga ingin aku membantunya. "Menikah denganku, maka aku akan menyuntikkan dana sebanya...