REDOUBTABLE

417 67 2
                                        

Pagi ini, tepat pukul lima pagi, Raisya benar-benar menyerah. Meski pergulatannya dengan Jimin sudah lama selesai, namun ia benar-benar tidak bisa tidur. Runtutan kejadian semalam masih sangat terbayang di kepalanya. Apalagi kini tangan Jimin yang bertengger pada pinggangnya dengan wajah yang menempel di bahunya.

Jimin juga sama-sama memeluk gulingnya, namun Jimin lebih serakah dari Raisya. Ia hanya memeluk guling saja, sementara Jimin memeluk guling dan juga dirinya. Raisya dihimpit antara guling dan juga Jimin.

Yang membuat Raisya lebih gila adalah karena mereka yang tidur hanya dengan menggunakan pakaian dalam. Itupun Raisya tidak menggunakan bra karena merasa sesak. Belum lagi semalam benar-benar membuat tubuhnya kegerahan dan sesak. Jadi memakai bra bukan opsi yang baik.

Raisya benar-benar tidak bisa tidur. Ia sudah mencoba menutup matanya, namun tidak bisa karena setiap ia berusaha menutup mata, suara dan juga cuplikan kegiatannya bersama Jimin terus saja terputar di memorinya. Belum lagi ia yang merasa malu karena sangat menikmati permainan. Ia menikmati permainan yang Jimin berikan. Mulai dari suara sampai ekspresi Jimin. semuanya Raisya nikmati.

Permainan yang tidak pernah Raisya rasakan sebelumnya benar-benar lebih hebat dari apa yang ada dalam bayangan. Mungkin itu juga tergantung partner bermainnya. Dan sekarang yang akan menjadi partner bermainnya adalah Han Jimin.

Raisya sudah mencobanya. Ia tidak akan membiarkan wanita manapun mencobanya juga. Karena Jimin hanya boleh bermain bersamanya. Itu yang akan Raisya pegang teguh. Itu juga sebagai konsekuensi karena Jimin sudah mengambil semua yang ia miliki dan semua yang ia jaga seumur hidupnya.

Satu elusan jemari Jimin pada perutnya membuat Raisya terlonjak dan tubuhnya sedikit melakukan pergerakkan. "Kenapa sudah bangun?" tanya Jimin dengan suara serak sambil mengecup punggung polos Raisya.

Jantung Raisya yang semula sudah mulai tenang kini kembali mengalami serangan takikardia*). Ia benar-benar terkejut dan juga merasa aneh serta takut. Ia takut jika jemari Jimin menjelajah tubuh bagian atasnya lagi. Raisya masih belum terbiasa dengan sentuhan Jimin karena sebelumnya ia tidak pernah disentuh seintens ini.

"A-a iya."

Raisya merutuki dirinya. Kenapa ia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri dalam keadaan yang seperti ini? Kenapa ia harus gugup di saat seperti ini? Jimin pasti menyadari kegugupan dirinya. Jangan sampai detak jantung cepatnya juga terasa oleh Jimin.

"Hari ini libur dulu saja, ya?" pinta Jimin yang mengeratkan pelukannya dan meletakkan wajahnya pada ceruk leher Raisya. Sejujurnya Raisya itu sangat sensitif jika ada sesuatu yang menyentuh lehernya. Ia mudah geli. Tapi kenapa dengan Jimin ia tidak segeli itu? Biasa saja. Hanya sedikit meremang dan tidak sampai melakukan pergerakan aneh seperti mengapit lehernya.

"Kenapa memang? Sajang-nim sakit?" tanya Raisya.

"Bukan aku. Kau."

"Aku? Kenapa? Aku tidak sakit, biasa saja."

"Yakin?" tanya Jimin ragu yang kini mengangkat kepalanya. Ia membawa tubuh polos Raisya untuk terlentang dengan Raisya yang kini mengangkat selimut mereka sampai ke lehernya. Jimin tersenyum hangat. Ia mengerti perasaan macam apa yang hinggap pada hati istrinya itu. Jimin masih memahami hal itu.

Jimin mendekatkan bibirnya pada bibir Raisya dan mengecupnya singkat. "Morning kiss, sayang."

Raisya yang sudah tidak tahan lagi dengan detak jantungnya kini menarik selimutnya sampai menutupi wajahnya karena malu bercampur dengan perasaan hangat dan senang. Jimin yang melihat istrinya salah tingkah itu terkekeh kecil. Lucu sekali. Padahal usianya dan usia Raisya sudah dewasa. Tapi Raisya malah masih terlihat seperti anak usia dua puluh awal ketimbang pertengahan dua puluh. Lucu.

HAN JIMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang