FELICITY

367 53 4
                                    

Malam ini udara cukup dingin. Jadi setelah megobrol sedikit dengan Im Seokjin, Raisya memutuskan untuk menunggu Jimin di ruangan suaminya.

Ia kini memadang kearah luar. Dinding di ruangan ini ada yang terbuat dari kaca yang menjadikan Raisya bisa melihat ke arah luar. Suasana kota sedang sangat ramai karena beberapa jam yang lalu adalah jam pulang kerja.

Ada beberapa orang yang langsung pulang, ada juga yang menyempatkan untuk pergi ke suatu tempat bersama dengan orang terdekat entah hanya untuk makan malam atau menghabiskan malam dengan sedikit berjalan bersama.

Raisya menghembuskan napasnya. Kenyataan yang kini Raisya ketahui sangat membuatnya terkejut. Im Seokjin ternyata sudah menikah dan Hyoreum adalah anaknya. Raisya juga tahu jika istri Seokjin sudah meninggal.

Entah bagaimana perasaan Seokjin sekarang, namun Raisya jadi iba pada Hyoreum. Apalagi Seokjin juga sibuk bekerja. Dan Hyoreum, anak sekecil itu harus merasa kehilangan karena ibunya sudah tidak ada. Bahkan gadis kecil itu tidak diberi kesempatan untuk melihat wajah sang ibu.

Raisya yang sudah sebesar ini saja terkadang masih sering merindukan ibunya yang ada di Indonesia. Ia masih bisa bertemu dengan keluarganya saja terkadang merasa sedikit tersiksa karena tidak bisa terus-menerus bertemu.

Jadi, Raisya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Hyoreum.

Pintu ruangan kerja Jimin terdengar terbuka. Raisya langsung saja menolehkan tubuhnya ke belakang dan mendapati Jimin yang kini masuk dengan setelan kerjanya sambil tersenyum ke arahnya.

Raisya langsung berjalan menghampirinya dan memeluk Jimin seperti biasa. Ia tahu Jimin pasti kelelahan. Dan Jimin selalu meminta Raisya untuk memeluknya jika mereka dalam situasi yang kelelahan.

Karena pada dasarnya, obat lelah adalah pulang ke rumah paling nyaman. Dan rumah Han Jimin adalah Raisya.

Raisya kini menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Jimin sambil menghirup aroma tubuh Jimin yang selalu membuat dirinya tenang. Ia melingkarkan tangannya pada pinggang Jimin dengan erat.

Jimin juga melakukan hal yang sama. Ia memeluk bahu Raisya dengan erat sambil mengelus kepala istrinya dengan lembut. Hangat. Jimin suka sekali.

"Maaf membuat dirimu menunggu terlalu lama, sayang."

Satu kalimat yang Jimin lontarkan padanya membuat Raisya semakin menenggelamkan dirinya pada Jimin. Ia tidak tahu kenapa dirinya bisa mencintai sosok ini sedalam ini. Ia juga tidak pernah berkespetasi terlalu tinggi untuk bisa mendapatkan cinta dari sosok yang tengah ia rengkuh dan tengah merengkuhnya.

"Ayo pulang. Perutku lapar sekali ingin makan," rengek Raisya yang kini sedikit menjauhkan kepalanya agar tidak menempel pada dada bidang Jimin. Supaya ia bisa mendongak untuk menatap Jimin.

Jimin mencium pucuk hidung Raisya singkat sambil tersenyum, "Bagaimana kalau malam ini kita makan di luar?" ajak Jimin. "Aku tidak akan membiarkan dirimu memasak untuk makan malam hari ini," sambungnya.

Raisya tersenyum lantas menganggukkan kepalanya menyetujui. Ia tidak masalah jika Jimin ingin makan di luar. Hitung-hitung menghemat tenaga dan juga bisa mencoba makanan baru.

"Kemana? Kau ada rekomendasi?" tanya Jimin.

"Bagaimana kalau ke restoran makanan Indonesia yang ada di daerah Itaewon?" tanya Raisya.

"Boleh, memang kau ingin makan apa?" tanya Jimin.

"Bakso lava dan ayam geprek. Kau harus mencobanya bersamaku hari ini."

.

.

.

Raisya benar-benar membawa Jimin ke restoran yang ia maksud. Raisya sudah pernah berkunjung kemari bersama Cerrys dulu dan makanannya juga enak. Mengingatkan Raisya pada kampung halamanannya. Ia juga kenal dengan pemilik restoran karena sama-sama orang Indonesia jadi mudah akrab.

Suasana di dalam restoran hangat dengan meja-meja yang hampir penuh dengan pengunjung yang tengah makan dan tengah menunggu makanan mereka.

Raisya dan Jimin memilih untuk duduk di lantai dua dan dekat dengan jendela supaya bisa sambil menikmati keramaian jalanan Itaewon yang selalu ramai.

"Karena Sajang-nim tidak bisa makan terlalu pedas, aku akan memesan ayam geprek level satu. Apa Sajang-nim juga mau memesan bakso lavanya?"

"Makanan apa itu? Bisa kau jelaskan dulu? Aku sedikit bingung."

Raisya tersenyum. Ia memang tidak memberitahu Jimin dan buku menunya pun ada di tangannya. Jadi, wajar jika suaminya jadi kebingungan.

"Maaf, aku terlalu senang bisa datang kesini bersamamu jadi lupa. Ayam geprek itu ayam goreng tepung yang sedikit di lumatkan lalu di baluri oleh sambal khas Indonesia. Kalau bakso lava itu makanan dari olahan daging dan di dalamnya berisi sambal khas Indonesia juga lalu ada kuah dan juga sayurannya juga."

"Begitu, apakah level pedasnya bisa di sesuaikan?" tanya Jimin. sejujurnya ia sedikit khawatir dengan kondisi lambungnya yang akhir-akhir ini memang kurang baik.

"Tentu, aku akan memesan yang level satu, atau Sajang-nim ingin pesan yang original pun ada. Bagaimana?" tawar Raisya.

"Kurasa level satu tidak masalah."

Akhirnya Raisya kini memanggil waitress dan memesan menu yang sudah mereka sepakati dengan minuman es teh dan tambahan jus alpukat.

Raisya selalu meminum itu jika pergi makan bakso. Dan jus alpukat adalah kesukaannya.

Tidak lama mereka menunggu, makanan mereka kini sudah sampai. Jimin kini menatap mangkuk bakso yang ada di hadapannya. Karena ini adalah makana baru untuknya, jadi ia cukup penasaran. Kalau ayam geprek yang Raisya bilang, ia tidak terlalu penasaran karena bahan bakunya terbuat dari ayam tepung yang sering Jimin makan.

"Bagaimana cara memakan ini?" tanya Jimin yang kini sudah memegang sumpit di tangannya.

Raisya mengambil alih sumpit yang Jimin pegang dan menggantinya dengan sendok dan garpu. "Sajang-nim tidak akan bisa menggunakan sumpit jika ingin makan bakso. Gunakan garpu dan sendok untuk membelah baksoknya."

Jimin kini menganggukkan kepalanya. Ia melakukan hal yang sesuai dengan intruksi yang Raisya berikan. Memotong bakso bulat itu dengan sendok dan garpu sampai akhirnya ia melihat keajaiban.

Ada sebuah saus yang mungkin Raisya sebut dengan sambal di dalam bakso dan kini menyatu dengan kuah yang ada di mangkok.

Jimin kini memotong-motong lagi bakso itu ke dalam potongan yang lebih kecil lantas memasukkannya ke dalam mulut. Rasa yang baru yang sebelumnya tidak pernah Jimin makan kini terkecap oleh lidahnya. Ini enak.

Mata Jimin melebar sambil mulutnya sibuk mengunyah. "Bagaimana rasanya? Apa Sajang-nim menyukainya?" tanya Raisya.

Jimin meganggukkan kepalanya lalu kini ia mulai menyeruput kuah dari bakso itu dan tersenyum. Hebat. Kenapa makanan ini terasa amat spesial di lidahnya sekarang?

Padahal ini hanyalah makanan restoran biasa, tapi kenapa rasanya semenakjubkan ini?

Apakah benar hanya rasa makanannya yang benar-benar enak atau karena dirinya pergi makan makanan enak ini dengan Raisya?

Karena alasan manapun, mungkin Jimin akan lebih sering makan ini. ia bisa saja datang kemari lagi atau mengordernya lewat layanan pesan antar.

HAN JIMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang