LASSITUDE

453 74 6
                                    

Ohayyo guys. Gimana kabar kalian?

Hope you always health yaa.

Btw seperti biasa, aku up untuk menemani Sabtu malam kesepian kalian haha.

Semoga kalian suka sama part ini dan part selanjutnya.

Jangan lupa Vote da Komen yaa

Happy reading!!!!






Semuanya terasa sangat tidak nyata, tidak terprediksi, dan tidak terelakkan. Seolah semua kekacauan yang terjadi di luar prediksi dan sama sekali tidak terpikirkan.

Malam ini, pesta makan malam yang seharusnya menjadi acara cukup hangat harus berakhir dengan beberapa percikan darah yang kini sudah mulai menyebar di beberapa titik.

Ruangan yang digunakan untuk makan malam kini riuh dengan suara teriakan juga hembusan napas yang tersenggal.

Degup jantung kian menguat. Bukan karena merasakan percikkan romansa, namun karena rasa takut.

Sudah ada beberapa orang dengan pistol di tangan mereka. Menembak beberapa orang yang hendak mencoba keluar dari ruangan. Semua orang yang ada di sana benar-benar ketakutan. Ada banyak sekali korban yang sudah mulai berjatuhan. Entah hanya terluka, atau mungkin sudah tak bernyawa.

Jimin tidak tahu keadaan mereka, ia sekarang tengah memeluk Raisya yang sudah bergetar hebat karena ketakutan. Di belakangnya juga ada beberapa orang yang terduduk tersudut ke tembok. Tidak bisa kabur karena pintu ruangan yang di kunci dan tidak tahu kuncinya di mana.

Jika mereka memaksa untuk kabur, itu akan berakibat fatal. Kendati Jimin juga tidak tahu, apakah dengan mereka berdiam diri seperti ini akan tetap aman atau tidak.

Jimin membelalakkan matanya karena sekarang ada sebuah pistol yang mengarah ke arahnya. Seorang pria yang menggunakan sebuah topeng itu kini menodongkan pistol ke arahnya. Membuat Raisya kini kian mengeratkan pelukannya.

Ia benar-benar takut. Kalut. Tidak ingin berakhir seperti ini. ia ingin mati dengan keadaan yang baik. Tidak ingin mati karena tertembak. Dan tidak mau mati sekarang.

"Sa-Sajang-nim, saya takut," lirih Raisya. Ia benar-benar sudah lelah dan lemah. Sekujur tubuhnya sudah mengeluarkan keringat ketakutan. Tidak lagi peduli pada posisinya. Ia hanya ingin mereka selamat dan keluar.

Jimin sendiri ikut bergetar kala Raisya berbicara selirih itu. Ia tidak pernah melihat gadis ini dalam kondisi semenyedihkan ini. Jimin harus bisa menguatkan. Ia tidak boleh menampilkan ketakutannya juga.

Namun, langkahnya terlambat. Suara pelatuk kembali terdengar, diikuti sebuah rintihan yang membuat Jimin kini membuka matanya. Ada Raisya yang kini setengah berdiri di hadapannya. Bertumpu pada lututnya dengan kedua tangan yang menumpu pada dua bahunya.

Gadis itu menatapnya dengan tatapan sayu, sementara semua orang kini menjerit dan terkejut dengan keadaan. Raisya baru saja tertembak di bagian punggungnya. Entah apa maksud gadis itu kini malah melindungi Jimin. Jimin tidak mengerti.

Sementara Raisya kini masih menatap Jimin. Napasnya tersenggal. Tubuhnya nyeri luar biasa dan terasa kelu. Ia tahu jika dirinya tidak akan mampu untuk mempertahankan kesadarannya. Darahnya sudah mulai merembes pada bagian belakang gaunnya. Mengotori gaun indahnya dan kini Jimin langsung menekan punggung Raisya. Menekannya agar tidak terlalu banyak pendarahan meski itu percuma. Sebab tekanan Jimin tidak bisa menutupi luka yang Raisya alami.

HAN JIMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang