"Sebagaimana jauhnya aku pergi, sebegitu juga sakit yang aku pendam sendiri."
Makasih udah baca ygy!
Maaf, kemarin aku gak up.
Aku benar-benar pusing, puyeng, pening karena mikirin alur cerita nih gimana huhuhu...😍♡♥︎♡
Acara makan malam yang biasanya di selingi oleh candaan dan tawa antara dua kakak beradik itu sudah hampir seminggu ini sirna. Tidak ada lagi candaan yang lucu, tidak ada lagi tawa yang khas hanya ada keheningan di setiap obrolan yang di lontarkan.
Amara sudah tidak seperti dulu lagi dan Aaron hanya diam saja.
"Di makan ya, sampai habis," ucap Mama memecahkan keheningan yang tercipta.
Amara menyendokkan nasi itu ke dalam mulutnya dengan malas. Tanpa menatap dan tanpa menjawab lawan bicara se-excited biasanya, Amara hanya mengangguk kan kepalanya.
Aaron meletakkan sendok itu ke nasinya lumayan keras, membuat mereka semua menoleh.
"Abang udah selesai? Gak mau nambah nih?" tanya Mama dengan sangat perhatian.
Aaron menggelengkan kepalanya pelan. "Udah cukup, Mah."
"Amara udah selesai juga?"
Amara yang baru saja meletakkan sendoknya seketika menoleh. "Iya," jawabnya.
"Amara nanti mau bicara."
Papa me-lap sekitaran mulutnya mengunakan tisu. "Di ruang keluarga aja, Ra."
Amara mengangguk setuju kemudian berdiri. "Ara duluan ke depan," ujarnya tanpa menatap lawan bicara, bukan dia tidak sopan tapi ia tak ingin mereka mengetahui bahwa ia tengah ini sedang menahan tangis.
Selang beberapa menit berlalu, kini ke empat manusia itu tengah berkumpul di ruang keluarga. Amara duduk disamping Aaron yang tak mengalihkan pandangannya dari ponsel.
"Jadi, mau bicara soal apa, sayang?" tanya Papa dengan intonasi lembut. Wajahnya yang hampir keriput tersenyum teduh kearah anak kesayangannya itu.
Amara menunduk, mengepalkan tangannya berusaha mengeluarkan keberanian dari dalam dirinya. "Ara gak mau lagi tinggal disini," ujar Amara dengan nada cepat bahkan mereka tak sempat mendengarnya. Aaron sampai melepaskan ponsel
"Maksud kamu? Coba ulangi, Ara," tegas Papa.
Amara mendongak menatap mereka dengan mata memerah. "Ara mau pindah, mau tinggal sendiri," lirihnya.
Mama Diana mengerjab pelan menatap putri kesayangannya dengan raut tak percaya. "Apa? Kamu gak lagi bohongin Mama, kan?"
Amara terdiam kemudian menggeleng pelan. "Ara serius. Ara mau tinggal sendiri dan pindah dari sini, Mah."
"Are you kidding me, baby girl?" ujar Papa dengan sedikit kekehan ringan. Meminum secangkir kopinya dengan tegukan sekali, ia rasa tenggorokannya tercekat tadi.
Amara kembali menggeleng. "I'm seriously, Daddy."
"Kenapa? Kenapa Amara hah?!" teriak Mama berdiri dari tempatnya duduk. "Kamu mau tinggalin Mama sendiri di sini hah?!"
![](https://img.wattpad.com/cover/308410913-288-k106511.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ARTHARA (TERBIT)
Ficção Adolescente(END) FOLLOW SEBELUM BACA! DON'T COPPY MY STORY, BABE♥ "kak Arthur, aku hamil." "Hm?" "Kakak bakal tanggung jawab, kan?" "Gak mungkin! Minggu depan gue tunangan!" "Apa?" ________ Amara tak mengerti lagi dengan takdir yang diberikan Tuhan untuknya...