"Kita adalah pernah, bukan punah. Bukan juga menyerah, hanya sudah."
Woy lah, makasih udah baca!
Thankyou!🐸Jangan lupa buat vote dan komen ya!🤭
♡♥︎♡
"Maaf."
Amara menunduk memilin jarinya sendiri.
"Kenapa?" Amara mendongak untuk menatap wanita muda di depannya.
"Kenapa kamu gak pernah kabarin aku lagi?! Aku selalu tunggu kabar kamu, aku khawatir sama kamu, tapi kamu?" tukas Diandra kemudian mengusap kasar wajahnya. "Kamu bahkan gak perduli sama kami yang ada di Indonesia ini, Amara."
"Kamu hilang bak di telan bumi." Diandra menyandarkan kepalanya ke kepala ranjang menatap lurus mata Amara dengan raut kecewa. Kedua sahabat itu kini berada di kamar penginapan milik Diandra.
Amara mengusap matanya yang mengeluarkan air mata kemudian menyentuh tangan Diandra. "Kamu lihat dia itu, kan?" Amara menunjuk sosok Allarich yang berada di meja rias di sana, tengah bermain mobil-mobilan ditangannya.
Diandra turut mengalihkan pandangannya menatap Al yang tengah bermain dengan mulut tak berhenti berbicara sendiri dengan asal.
"Tap-"
Amara mengacungkan jari telunjuknya di depan wajah Diandra. "Dia alasan aku buat hilang dari negara ini, Dian." Amara tersenyum manis yang paling banyak arti.
"Aku gak menyangka kalau kita berdua di pertemukan secepat ini, sebenarnya aku bahkan belum siap untuk bertemu orang-orang di masa lalu aku."
"Termasuk aku, Amara?" ujar Diandra dengan menunjuk diri nya sendiri. Ia menggeleng tak menyangka.
Amara mengangguk tanpa ragu, ia akan jujur tentang semuanya. "Iya, aku berusaha hilang dari pandangan kalian, aku putuskan semua jaringan tentang kalian yang bisa menghubungkan kita, aku sembunyiin diri aku dan data diri anakku tanpa orang tau!"
"Lima tahun sudah aku egois, lima tahun sudah aku menghilang dari depan kalian. Aku ke sini cuma buat kerja, Diandra bukan untuk saling bertemu dan mengenang masa lalu."
Diandra menggeleng kecewa, ia memejamkan matanya lalu setetes air matanya merembes keluar. "Seegois itu, kamu Ra?" lirihnya tak percaya.
Amara tersenyum tipis. Ya! Ia memang egois bahkan sangat egois. Amara berdiri kemudian memeluk Diandra yang terisak. "Aku kangen banget sama kamu Diandra, kangen sama semuanya juga, tapi nasib kita udah beda Diandra. Kita gak bisa kayak dulu lagi." Amara mengurai pelukannya kemudian duduk kembali di sisi ranjang.
"Jangan pernah berpikir kalau aku gak rindu sama kamu dan kalian semuanya, Dian," lirih Amara.
Diandra mendongakkan wajahnya ke atas guna menghalau airmata nya. "Kamu gak mungkin seegois ini kalau bukan ada sesuatu yang begitu luar biasa menekan kamu selama ini, kan, Ra?"
Diam, Amara terdiam lalu kembali melihat Allarich yang sudah menelusupkan wajah ke lipatan tangannya di atas meja rias. Wajah tertidurnya mengarah kearah kedua perempuan yang cantik itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARTHARA (TERBIT)
Jugendliteratur(END) FOLLOW SEBELUM BACA! DON'T COPPY MY STORY, BABE♥ "kak Arthur, aku hamil." "Hm?" "Kakak bakal tanggung jawab, kan?" "Gak mungkin! Minggu depan gue tunangan!" "Apa?" ________ Amara tak mengerti lagi dengan takdir yang diberikan Tuhan untuknya...