ARTHARA 20

25.5K 1.1K 30
                                        

"Di saat aku pergi lantas kenapa kau harus mencari? Bukankah itu kemauanmu sendiri?"

Hay, maaf lambat up!
Aku banyak kesibukan di real life.

H-a-p-p-y R-e-a-d-d-i-n-g♡

♡♥︎♡

Mata indah itu mulai mengerjap pelan, tangannya terulur menekan dadanya yang cukup sesak.

"Dimana aku?" Ujar Amara seraya menggelengkan kepalanya pelan dengan mencoba bangun dari posisi berbaringnya.

"Mari saya bantu, nona." Amara menoleh saat seorang wanita paruhbaya membantunya bersandar di kepala ranjang.

Kedua alis Amara mengerut sempurna, ia menyentak pelan tangan wanita itu yang masih memegang lengannya itu. "Maaf, anda siapa?" Tanya Amara lembut seraya memijit pelipisnya.

Mata Amara membulat dengan tubuh sedikit bergetar saat mengingat kejadian beberapa jam yang lalu sebelum ia ada di sini.

"Saya pelayan di penginapan ini, Nona. Kalau begitu saya permisi dulu."

Amara menoleh saat wanita itu menjauh. "Iya, terimakasih." Wanita paruh baya itu hanya mengangguk lalu pergi.

Kaki jenjang Amara mulai turun hingga menginjak lantai. Amara menatap pakaiannya yang sudah berganti menjadi gaun tidur berwarna merah yang lumayan tipis. Tak memusingkan hal itu, Amara beranjak membuka gorden sehingga menampilkan bulan purnama yang bersinar terang. Bulan itu sudah naik ke atas yang menandakan tengah malam.

Amara membalikkan tubuhnya saat mendengar pintu berdecit dibuka dari luar.

"Kenapa kamu di situ, kamu belum benar-benar sehat."

Amara menggeleng kuat, remasan di gorden semakin menguat, kemudian menunduk. Amara menangis.
"Ternyata aku masih sama si bajingan ini," lirih Amara menatap lantai yang sudah ada airmatanya.

Dagunya di angkat menghadap pria tampan yang kini sudah berdiri menjulang di depannya. "Lihat aku!" tegas Arthur dengan nada dingin membuat Amara tak berkutik.

Amara hanya bisa menatap hidung Arthur yang mancung karena tak cukup kuat untuk melihat bola mata pria itu.

"Maafkan aku, Amara. Tolong maafkan aku. Dengan cara apa agar kamu bisa memaafkan aku, hm?" tanya Arthur dengan nada sedikit lembut, raut wajahnya jelas penuh penyesalan.

Amara menggeleng, membuat cengkraman Arthur di dagunya terlepas. "Gak ada! Aku harus pergi dari sini!" teriak Amara di depan wajah Arthur membuat pria itu menutup mata.

Amara berjalan menjauh dengan mundur hingga kini wanita itu sudah ada di depan pintu. Tangannya dengan cepat mencoba membuka yang sudah di kunci itu.

"Tidak akan bisa, sayang. Percuma," ujar Arthur dengan menyeringai saat Amara menatapnya dengan marah.

"Buka! Please!" ujar Amara. Jika bukan karena ia mengingat Allarich yang mungkin saat ini belum bisa tidur karena memikirkannya mungkin Amara akan rela bunuh diri dari pada memohon pada pria brengsek ini. Amara sangat khawatir dengan kondisi Al saat ini.

ARTHARA (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang