ARTHARA 40

9.4K 449 21
                                    

"Jangan menjadi lemah semua wanita tak sepenuhnya lemah, kamu cantik tunjukkan keberanian dan kepintaran mu terutama dalam hal bertopeng."

Hello!

Sherly kembali lebih cepat sekarang! Karena apa?
Karena aku pengen cerita ini cepat selesai!

Banyak hal yang akan aku perbuat kalau semuanya udah selesai! 💅👅

Kira-kira selesainya nanti part berapa ya?🤔😍

50 or 60? 🔥🔥🔥

♡♥︎♡
Bunda Anita segera melepaskan tangan putri bungsunya yang berada di rambut Amara. "Amora, kenapa ini?!"

Amora meringis karena cengkraman bunda nya yang bisa di bilang biasa saja. Namun Amora malah terisak kesakitan. "Bunda hiks tangan Mora!"

Bunda terkejut kemudian mengelus tangan putih itu yang mulai memerah. "Sayang, maafin bunda. Sakit ya?" Amora mengangguk dengan bibir mengerucut.

"Sekarang bunda antar Mora ke kamar ya? Kayaknya Mora udah ngantuk banget."

Amora mengangguk lucu. Melupakan kejadian tadi, keduanya pergi dari kamar Amara setelah Bunda memberi kode kepadanya.

Amara menghela nafas pelan kemudian menyisir rambutnya yang berantakan. Kepalanya pusing sekali karena ulah adik Kafael itu.

"Aku akan menyusun semuanya malam ini, serapi mungkin," gumam Amara seraya menatap pantulan dirinya di depan cermin hiasnya. Amara malam ini memakai gaun tidur tipis berwarna merah. Cukup membuatnya terlihat seperti akan ke club malam.

Beberapa menit kemudian pintu kamarnya di ketuk dari luar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa menit kemudian pintu kamarnya di ketuk dari luar.

"Amara?" Amara segera berjalan kearah pintu kemudian membukanya dan langsung mempersilahkan Bunda Anita agar masuk kedalam kamarnya.

"Bunda kira kamu sudah tidur." Amara menggeleng kemudian naik keatas ranjang, sementara Bunda duduk di pinggir kasur.

"Amara." Amara membuka matanya kemudian tersenyum tipis menatap Bunda Anita yang menatapnya dengan tatapan sendu.

"Bunda tau semuanya, Amara."

Amara berdiri di depan bunda Anita kemudian memeluknya erat. Ia menangis di bahu wanita itu. "Amara kira bunda lupa sama Ara," lirih Amara seraya menghapus air matanya.

Bunda Anita balas memeluk Amara tak kalah erat. "Impossible, Bunda bakal selalu ingat dengan anak manis ini. Kita kenal di Indonesia bukan cuma satu dua bulan tapi dari kamu baru lahir aja, Bunda udah ada di samping kamu. Mana mungkin bunda bisa lupa?"

ARTHARA (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang