"Tidak semua orang mampu menutupi luka dengan tawa, percayalah depresi itu nyata."
Part nyesal nya belum ygy
😭😭😭♡♥︎♡
Prang
Prang
Prang
Sedari tadi bunyi pecahan dari dalam kamar lelaki tampan dengan kaos putih penuh darah itu tak berhenti. Ada saja bunyi-bunyi pecahan sebagai tempatnya meluapkan amarah.
Wajah Arthur memerah, matanya menajam. Sekali lagi, semua rangkaian parfum kaca di dalam lemari ia lempar menuju dinding sehingga pecah dan hancur.
"Kenapa harus Amara..." lirih nya.
"KENAPA HARUS ADA ANAK SIALAN DI DALAM PERUTNYA! AKHHH!" teriaknya lantang, berjalan menuju dinding tanpa meringis sekalipun saat kakinya menginjak beling.
Bugh
Bugh
Bugh
Sakit, tapi ia suka.
Kesakitan itu sudah melekat kuat dalam dirinya.Sebenarnya Arthur sangat takut jika hal ini terjadi, tapi ia lebih takut jika harus kehilangan keluarganya dan juga kekasihnya, Clara.
Arthur tau seberapa sayangnya keluarga nya kepada Amara karena Amara adalah anak gadis satu-satunya dari keluarga besar mereka. Arthur tak akan bisa membayangkan apa yang akan dibuat Papanya jika tau hal ini.
Akhirnya Arthur menghempaskan diri di atas ranjang menatap kosong langit-langit kamarnya. "Amara hamil, dia hamil," gumamnya lirih. Bohong jika ia bisa tenang, sebenarnya gengsinya lebih besar untuk bertanggungjawab kepada sepupunya itu. Terlebih lagi, ia bisa saja diusir dari keluarganya karena membuat anak orang hamil. Arthur tak memiliki apapun ia tidak ingin itu terjadi.
Ia ingin egois.
Ia tak suka anak itu.
Ia membenci Amara juga.
Dan ia belum mengambil haknya di dalam keluarga ini.
Ia ingin masa depan yang cerah bersama Clara kekasihnya, bukan Amara sepupunya.Arthur mengacak rambutnya frustasi bingung dan bimbang. "Gue harus ngapain?!"
Arthur berdiri tatapannya kembali dingin. "Oke, gue gak bakal peduli mau dia hamil anak gue atau gugurin anak itu gue gak peduli. Gue harus punya sifat itu."
"Melepas Clara sama aja dengan kematian gue," ujarnya, lalu menatap jendela besar di samping nya yang memperlihatkan indahnya kota dari atas jendela apartemen nya.
"Gue yakin, Amara itu kuat, kalau dia gak kuat tinggal gugurin. Beres."
♡♥︎♡
Pertahanin anak ini. Bilangin ke Arthur kalau aku hamil. Dia tanggung jawab dan kami menikah. Belajar mencintai, membangun keluarga yang harmonis dan bahagia.
Amara melepaskan pena di tangannya, tersenyum tipis membaca tulisan rancangan hidupnya yang baru ia buat.
Mengusap perutnya, Amara tersenyum. "Aku bakal pertahanin kamu, apapun alasannya kamu harus tetap hidup," ujar Amara cukup enggan untuk menyebut dirinya dengan sebutan 'Mama'.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARTHARA (TERBIT)
Jugendliteratur(END) FOLLOW SEBELUM BACA! DON'T COPPY MY STORY, BABE♥ "kak Arthur, aku hamil." "Hm?" "Kakak bakal tanggung jawab, kan?" "Gak mungkin! Minggu depan gue tunangan!" "Apa?" ________ Amara tak mengerti lagi dengan takdir yang diberikan Tuhan untuknya...