Terkadang di beberapa situasi
kita perlu berkorban untuk mereka
yang tersayang~Couple A & A~
•○> ♡♡♡ <○•
"Halo, Ma---""Apa lagi, sih?! Mama sibuk!!"
"El---"
Tut...tut...tut...!!
Alda menghela panjang. Kembali menekan nomor mama saat tidak punya pilihan lain.
"Kenapa lagi?! Kamu ini nyusahin aja!!"
Gadis itu memejamkan mata. Mencoba menetralisir pedih yang lagi-lagi terasa mencekiknya. "Ella ada di rumah sakit---"
"Kamu kan kakaknya. Urusin dong. Gantiin mama selagi mama sibuk. Gitu aja kok nggak becus?!"
"Tap---"
"Udahlah, mama banyak kerjaan. Urusin adik kamu! Becus dikit jadi kakak!"
"El---"
Tut...tut...tut...!!
Alda akhirnya menyerah. Mama sepertinya memang enggan peduli. "Ella leukemia, Ma," lirihnya sedih. Sejak tadi, ini yang hendak ia sampaikan. Tapi bahkan mama tak memberinya kesempatan berbicara lebih dari enam kata.
Bukannya ia tidak mau meminta bantuan pada papa. Hanya saja, papa juga adalah orang yang tingkat kepeduliannya sangat kurang. Lagipula, sejak satu jam lalu papa menolak telepon darinya.
Dengan sedikit harapan yang tersisa, Alda mencoba menelepon Amel sahabatnya. Tadi ia sempat menghubungi Vivi dan juga Chaca. Namun keadaan mereka yang tidak baik-baik saja membuat ia tidak jadi menceritakan masalahnya.
"Halo, Da. Kenapa?"
"Jadi, gini---"
"Maaf, keluarga pasien atas nama Agus Ardhana?"
Suara dari seberang membuat Alda kembali urung melanjutkan kalimatnya. "Kamu ada di mana, Mel?"
"Aku lagi di rumah sakit. Kakek kemarin masuk rumah sakit karena serangan jantung."
Ia menghela. "Yaudah, aku tutup aja telponnya. Kamu bicara dulu sama dokternya. Semoga kakek kamu cepat sembuh."
"Iya, aamiin. Makasih doanya, Da."
"Sama-sama." Setelahnya, sambungan telepon terputus.
"Pasien mengidap penyakit leukemia. Dan karena leukemia yang dideritanya sudah cukup parah, kemoterapi harus segera dilakukan. Jika tidak, dikhawatirkan kanker akan menyebar dan yang paling buruk bisa mengancam nyawa pasien."
"Aku harus cari bantuan ke mana lagi?" Alda mengusap wajahnya kasar. Ucapan sang dokter kembali menghantuinya. "Tabungan dan penghasilan cafe juga udah habis."
"Saya bisa bantu kamu."
Ia yang semula menunduk kontan mengangkat wajah. Kini di hadapannya tengah berdiri sosok yang begitu menjulang tinggi. Dia yang sudah bertemu beberapa kali dengannya tanpa banyak sapaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARALDA [END]
RomanceSiap untuk petualangan yang penuh teka-teki, romansa, dan komedi? Cerita ini mengisahkan seorang pemuda konglomerat yang hidup dalam kemewahan dan seorang gadis mahasiswi biasa yang hidup sederhana. Keduanya terjebak dalam pernikahan yang tak terdug...