“Nggak perlu tes DNA. Hasilnya udah keluar.”
Ketika rencana tes DNA diungkapkan Ardian pada Erlin, Aksa tiba-tiba datang bersama Nada. Di tangan laki-laki itu terdapat satu buah map.
“Ini yang sebelumnya mau gue bicarain sama lo. Tapi, sering lupa.” Aksa mengangsurkan map yang dipegangnya ke arah Ardian. “Sebenarnya gue udah lama curiga kalau Ella adalah Anna terlebih saat nggak sengaja melihat tanda lahir di lengan kirinya. Jadi, gue inisiatif buat tes DNA secara diam-diam.”
Aksa mendekati Ella. Tak lama ia memeluk gadis itu. “Kamu memang Anna.”
Sementara itu, Ella mematung di dalam pelukan Aksa. Plot twist macam apa ini? Ia adalah putri keluarga Adiwijaya?
Belum reda keterkejutan Ella, tiba-tiba Erlin memeluknya sembari menangis haru. “Bunda nggak nyangka anak bunda ternyata udah sebesar ini.”
“Alda bener, kamu masih hidup. Malah dia yang membawa kamu kembali ke rumah Adiwijaya.” Erlin memeluk Ella lebih erat.
Tak lama Erfan ikut dalam tangis haru itu. Pria paruh baya itu tak berkata apa-apa. Yang ia lakukan hanya mengusap rambut putrinya penuh sayang.
“Keluarga Adiwijaya tidak pernah punya hutang sama orang. Tapi kali ini, kita tidak hanya sekedar berhutang materi, kita juga berhutang nyawa. Kita berhutang banyak sama Alda.” Aksa menatap ruangan di mana Alda dirawat dengan tatapan sendu. Meski jodoh tak sehaluan, tetap saja Alda adalah sahabat sekaligus adik iparnya. Sampai kapan pun, kenyataan itu tak akan pernah berubah.
“Tidak hanya membawa Anna pulang ke rumah tanpa cacat sedikit pun, Alda juga yang selama ini menanggung biaya hidup dan biaya sekolah Anna. Dia juga yang melindungi Anna dari kejamnya orang tua angkat Anna.”
Erlin dan Erfan mengangguk bersamaan. Pelukan mereka telah terlepas.
“Alda udah boleh dijenguk?” Selang beberapa detik hening, Nada akhirnya bersuara. Ia mengintip ke dalam ruangan Alda dirawat.
Ardian mengangguk. “Cuma nggak boleh rame-rame.”
Nada melirik ke arah Aksa. “Aku jenguk Alda dulu. Nih, parsel buahnya Mas pegang aja. Lagian, aneh banget beli buah padahal orangnya koma.”
Aksa terkikik geli. “Kan emang bukan buat Alda, sayang. Ini buat Ardian. Liat tuh mukanya udah kayak orang nggak pernah makan.”
Ardian menggeplak kepala Aksa. “Kakak nggak punya adab lo!”
Nada yang melihat kelakuan kakak beradik itu hanya bisa geleng kepala. Setelahnya, ia masuk ke ruangan Alda.
Aksa mendelik. “Nah, ini apa? Lo mukul pala gue. Sopan kah begitu?” Tapi, tak lama Aksa merangkul bahu Ardian.
“Alda pasti sembuh. Percaya sama gue,” ujarnya menguatkan.
~♡♡♡~
Waktu terus berjalan. Detik akan berubah menjadi menit lalu menjadi hitungan jam. Dari hitungan jam lantas berubah menjadi hitungan hari. Dan meski sudah sebulan lamanya, Alda masih saja koma. Tidak ada tanda-tanda bahwa gadis itu akan segera membuka mata. Beberapa kali bahkan semua orang dibuat panik saat ia tiba-tiba mengejang.
“Jangan gila. Alda masih koma!!”
Di luar ruangan, Ardian sejak tadi tampak mengejar Netta yang ingin menerobos masuk ke ruangan Alda. Nasehat Meira beberapa waktu lalu ternyata tidak cukup ampuh untuk membuat seorang Netta serta merta mau mengikutinya.
Netta berbalik. Ia menatap Ardian sembari tersenyum miring. “Kalo aku nggak bisa dapetin kamu, itu artinya Alda juga nggak boleh dapetin kamu!”
“Nggak waras!!!” maki Ardian.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARALDA [END]
RomanceSiap untuk petualangan yang penuh teka-teki, romansa, dan komedi? Cerita ini mengisahkan seorang pemuda konglomerat yang hidup dalam kemewahan dan seorang gadis mahasiswi biasa yang hidup sederhana. Keduanya terjebak dalam pernikahan yang tak terdug...