“Kakak kan pintar masak, nih. Bisa bikin kue juga. Mau dong diajarin bikin brownies.” Ardian yang tengah sibuk memainkan ponselnya mengalihkan pandangannya ke arah Alda.
“Ini masih di rumah ayah bunda, sayang. Nanti aja pas di rumah kita sendiri.”
“Emang kenapa? Kakak takut aku berantakin dapur?”
Ardian gelagapan. Mau bilang tidak tapi itu fakta. Mau bilang iya, takut si ibu negara mengamuk.
“Nggak gitu, sayang. Yaudah deh, ayo aku ajarin.”
Ardian sudah keluar dari kamar bersama Alda yang mengekorinya dari belakang. Sepertinya acara membuat brownies-nya sebentar lagi akan dimulai.
“Bahannya apa aja? Biar aku yang ambil.” Begitu tanya Alda saat sudah tiba di dapur.
“Margarin.” Alda mengangguk lalu mencari bahan yang dimaksud.
Usai beberapa saat, Alda menatap Ardian sembari mengangkat butter. “Ini bukan, Kak?” Ardian menghela. Benar dugaannya, bahkan Alda tidak tahu apa itu margarin.
Setelah menyelesaikan perkara bahan yang pada akhirnya selalu Alda tukar-tukar, saat ini Ardian sedang memanaskan margarin. “Tolong ambilin mixer!”
“Siap, laksanakan!”
“Ini, Kak,” ucapnya sembari menyodorkan barang yang diminta.
Ardian yang sudah selesai dengan masalah margarin, coklat masak pekat dan coklat pasta kini berbalik hendak menerima barang yang ia minta.
“Aku minta mixer, bukan blender. Kenapa malah blender yang kamu bawa?” Pemuda itu memijat pelipisnya pelan.
Sementara Alda hanya nyengir, “Salah lagi ya?” Gadis itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali. Sejak tadi, ia selalu saja salah mengambilkan permintaan Ardian.
Ardian menatap Alda jengah. “Telur itu dikocok pake mixer, Alda. Bukan diblender. Astaghfirullah, untung istri.”
Ini sebenarnya Alda yang minta diajari cara membuat brownies namun ujung-ujungnya malah Ardian semua yang mengerjakan sebab orang yang mau belajar saja ternyata tidak tahu membedakan antara butter dan margarin, mana mixer dan mana blender.
Sekian saat, brownies buatan Ardian sudah hampir selesai. Sementara Alda, sejak tadi gadis itu malah asik sendiri melumuri wajah pemuda itu dengan tepung terigu. Tertawa terpingkal-pingkal usai berhasil mengoles tepung terigu ke seluruh permukaan wajah sang suami. “Kakak lucu--”
Kalimat Alda langsung terhenti kala Ardian tiba-tiba menyumpal mulutnya dengan lima batang sayur kangkung mentah. Entah dari mana pemuda itu mendapatkan sayur tersebut, yang jelas sayur itu sekarang sudah berada di dalam mulut Alda.
“Tunggu!”
Alda yang sudah hendak mengeluarkan sayur kangkung tersebut dari mulutnya mendadak terhenti. Bodohnya, ia malah mematung saat Ardian mengambil ponselnya dari saku celana dan memotretnya secara tiba-tiba.
Sekarang giliran Ardian yang dibuat tertawa. “Kamu lucu banget, sih. Mirip kambing.”
“Nih, makan nih tepung.” Jiwa bar-bar seorang Alda langsung keluar. Ardian sendiri, pemuda itu masih berusaha menghindari Alda sembari mengeluarkan tepung terigu itu dari dalam mulutnya. Alda yang barbar membuat adegan perang tepung ini tak dapat lagi terelakkan.
THE REAL OF MASA KECIL KURANG BAHAGIA!!
Setelah semua tepungnya sudah berhasil ia keluarkan dari mulutnya, Ardian lalu menatap Alda. “Ngajakin perang?” Sementara yang ditanya hanya mengangkat kedua bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARALDA [END]
RomanceSiap untuk petualangan yang penuh teka-teki, romansa, dan komedi? Cerita ini mengisahkan seorang pemuda konglomerat yang hidup dalam kemewahan dan seorang gadis mahasiswi biasa yang hidup sederhana. Keduanya terjebak dalam pernikahan yang tak terdug...