Halo, aku balik lagi🙌
Tandai kalo ada typo
Jangan lupa tekan vote dan komen juga yaa (;
-Happy reading-
“Hm, masalah Mr. X, ya?” Meira mengusap dagunya tanda berpikir keras. Usai mendapatkan keterangan-keterangan dari Alda dan permintaan tolong gadis itu, ia akhirnya bersedia membantu.
“Ini memang sedikit rumit sih. Karena aku yakin banget. Dia ini nggak sendirian.”
Tak lama setelahnya Meira menyodorkan sebuah flash disk. “Sebenarnya, sebelum kamu minta tolong, aku beberapa waktu ini sudah menyelidiki kasus ini secara diam-diam. Dari CCTV kampus kamu, aku dapat rekaman ini.”
Setelah file tersebut dibuka, muncullah 1 rekaman yang memperlihatkan sosok perempuan yang sedang berada di sekitaran kampus tepat saat teror pertama menyasar Alda. Seperti biasanya, ia setia menggunakan masker dan topi.
“Meski Netta memang berpotensi melakukan semua teror ini, tapi aku yakin yang di rekaman itu bukan Netta.” Satu pernyataan dari Meira yang membuat Ardian dan Alda kompak menatapnya.
“Seyakin itu?”
Suara Ardian yang baru memecah keheningan membuat Alda dan Meira kompak menatapnya.
Terlebih dahulu Meira berdehem. Menjawab pertanyaan Ardian dengan anggukan kepala.
“Hari itu tanggal 12 Maret, aku ingat banget. Netta sama aku—” Meira spontan menghentikan kalimatnya. Ia tatap Ardian dan Alda secara bergantian. Kontan meneguk ludah saat tatapan Ardian berubah mengintimidasi.
“Bu-bukan, maksud aku gini. Duh, gimana sih? Ardian, jangan natap gitu deh. Udah kayak mau nelen orang hidup-hidup.”
Alda yang tersadar ekspresi itu langsung menyikut lengan suaminya. Memberinya kode agar mengubah mimik wajah ke mode normal.
“Kenapa kamu bisa sama kak Netta?”
Terlebih dahulu Meira menghela panjang. Kali ini hanya berani menatap Alda saat ia lanjut menjelaskan. “Jadi gini, Netta kan punya adik namanya Clarissa. Nah, adiknya ini udah lama banget hilang. Mungkin kalau masih hidup sudah sekitar 20 atau 21 tahun gitu lah umurnya.”
Ngeri juga lama-lama di rumah ini. Tatapannya Ardian itu loh kayak mau nelen manusia
“Walaupun gitu, Netta sampai sekarang masih belum menyerah dan tetep mencari semua informasi tentang Clarissa. Dia yakin banget kalo Clarissa masih hidup.” Meira menjeda sejenak.
“Tanggal 10 Maret di situ salah satu anggota Black Eagle nemu satu petunjuk yang mengarahkan kalau adiknya Netta ini pernah ditemuin sama ibu-ibu. Informasi yang di dapat, Clarissa sampai mungkin usia satu tahun lebih sempat dirawat sama ibu itu. Tapi, setelah si ibunya meninggal, Clarissa dibawa sama saudaranya ke Bogor. Makanya di tanggal 12 Maret aku sama Netta ke Bogor buat mastiin itu. Kami juga nginap di sana selama tiga hari. Nah, kalau Netta saja selama tiga hari itu sangat sibuk mencari informasi tentang Clarissa, mana mungkin dia kembali lagi ke Jakarta cuma untuk meneror kamu.”
Black Eagle yang dimaksud Meira adalah tim khusus yang dibentuk olehnya untuk menyelesaikan berbagai misi. Contohnya seperti kasus adiknya Netta dan teror yang menimpa Alda.
“Duh, jadi merembet kemana-mana kan penjelasannya.” Gadis itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali.
Ardian menyipitkan matanya. Seingatnya, Meira dan Netta dulu tidak pernah seakur itu.
“Kok kalian bisa jadi akrab?” tanyanya penuh selidik.
“Sesama mantan kan harus saling sayang.” Begitu saja kalimat itu meluncur dari bibir Meira.
Duh berabe, jadi salah ngomong kan?
Meira menatap Ardian dengan cengiran khas andalannya. Tatapan itu masih sama. Dingin dan mengintimidasi.
Berdehem terlebih dahulu, Meira lanjut memberi argumentasi. “Aku curiga ini ada hubungannya sama saingan bisnis Ardian,” katanya yang membuat Ardian kontan menegakkan badan.
“Arthatama Company dulu saingan bisnis keluarga Adiwijaya, kan?” Ia tatap Ardian yang tampak mengangguk kecil. “Nah, coba pikirkan. Setelah adanya isu Alda yang selingkuh yang sedikit merusak citra Starry Land, persahaan itu semakin melebarkan sayap. Bukannya mereka sangat diuntungkan?”
Hening untuk beberapa detik. Ardian tampak mencerna kalimat Meira. Kalau dipikir-pikir ada benarnya juga.
“Satu lagi, aku dapat satu bukti yang mungkin bisa menguatkan kecurigaan aku.” Meira menyodorkan ponselnya yang memperlihatkan sebuah foto. “Di foto ini terlihat direktur perusahaan Arthatama Company mengunjungi Citramaya Media. Ini terjadi di tanggal yang sama dengan Alda yang dijebak. Masih ingat? Media itu yang sampai sekarang aktif menggembor-gemborkan kabar apapun yang menyangkut kamu atau pun Alda.”
“Kamu dapat dari mana foto ini?” Ardian mengamati foto tersebut. Di sana tampak seorang pemuda yang tengah selfie. Menariknya, di belakangnya tampaklah direktur perusahaan Arthatama Company yang sedang berada di lobby Perusahaan Citramaya Media.
“Vian, salah satu anggota Black Eagle juga. Kebetulan hari itu dia lewat di sana dan sempat foto-foto. Eh, gak sengaja dia juga jepret momen itu.”
“Ada satu lagi spekulasi yang menarik, soal pihak kepolisian yang seolah menutup-nutupi kasus ini. Kalian paham kan maksud aku?” Meira menoleh ke arah Ardian dan Alda yang kompak menatapnya.
“Maksud kamu itu juga ada hubungannya sama perusahaan Arthatama Company?” tebak Alda.
“That's point. Meski belum bisa dipastikan, tapi aku yakin mereka juga ada campur tangannya. Logikanya, pasti yang berani nyogok gede kayak gitu cuma yang punya kepentingan dan bukan orang sembarangan.”
“Soal kak Aksa gimana?” tanya Alda memastikan.
“Hm, kak Aksa ya? Mungkin aku meyakini dia sebagai penjahat cuma sekitar 20 persen. Sisanya, dia gak ada sangkut pautnya sama sekali.”
“Kenapa kamu bisa berpikir kayak gitu?” tanya Alda dan Ardian hampir bersamaan.
Meira menatap Ardian dengan helaan napas panjang. “Pertama, fakta bahwa kak Aksa terobsesi sama Alda itu bisa jadi membuat dia melakukan segala cara untuk mendapatkan Alda. Contohnya mungkin dengan menghancurkan kamu Ardian. Tapi, dengan alasan itu juga kemungkinan untuk dia nyakitin Alda sangat kecil. Logika aja, kalau kita sayang sama seseorang artinya kita mau selalu lindungin dia, mau dia selalu aman. Nah, si peneror ini sendiri gimana? Bukannya terornya itu lebih banyak menyasar Alda? Seakan-akan orang ini benci banget sama Alda.”
“Masuk akal.” Alda tampak manggut-manggut.
Baru saja Ardian hendak angkat suara Meira sudah menyeletuk duluan. “Eh, kalian pasang CCTV ya di sini?” tanyanya yang membuat Alda dan Ardian sama-sama saling pandang lalu tak lama Ardian langsung berdiri dari duduknya dengan panik.
“Bukan kami yang pasang. Sepertinya mereka sedang memata-matai kita.
~♡♡♡~
Hope you like it!
Next nggak nih?
See you next part🙌
Brownisgosong
Rabu, 3 Januari 2024
09.09 WITA
KAMU SEDANG MEMBACA
ARALDA [END]
RomanceSiap untuk petualangan yang penuh teka-teki, romansa, dan komedi? Cerita ini mengisahkan seorang pemuda konglomerat yang hidup dalam kemewahan dan seorang gadis mahasiswi biasa yang hidup sederhana. Keduanya terjebak dalam pernikahan yang tak terdug...