~Aku benci skenario takdir ini yang baru menyibak banyak fakta di saat kebersamaan kita mungkin tak lagi lama~
-Alnetta Widya Namira-
●●<< ♡♡♡ >>●●
Usai dikabarkan jika Clarissa sudah ketemu, Diana dan sang suami langsung ke rumah sakit tempat di mana Netta sekarang berada.
"Clarissa, ini mama sayang." Air mata Diana luruh seketika. Putri kecilnya yang selama ini ia nanti-nantikan perjumpaannya dengannya malah harus berada di sini. Berjuang antara hidup dan juga mati.
"Mama kangen sama Clarissa. Bangun sayang, peluk mama di sini." Wanita itu terisak hebat. Tangisannya terdengar memilukan. Betapa sakit hatinya melihat putrinya seperti ini.
"Putri kita Pa, dia belum mau bangun," adunya pada sang suami.
Arland mengusap sudut matanya yang berair. Ia memeluk istrinya yang kini menangis sesenggukan di dalam dekapannya. "Clarissa kuat, Ma. Dia pasti bisa melewati masa komanya." Pria itu coba menguatkan istrinya termasuk juga dirinya sendiri.
"Tapi kata dokter kemungkinan untuk Clarissa selamat di hanya sekitar sepuluh persen."
"Nyawa seseorang ada di tangan Allah. Doakan yang terbaik untuk putri kita. Jangan ngomong yang nggak-nggak."
Diana mengusap sudut matanya. Kebanyakan menangis membuat ia terlihat sangat kacau.
"Clarissa sayang, ini papa, Nak. Ayo bangun, kita kumpul sama-sama lagi." Arland melepas pelukannya pada sang istri. "Kita udah lama loh nggak ketemu. Masa Clarissa nggak mau bangun buat ketemu mama sama papa? Sama kakak kamu juga." Arland mengusap lembut wajah putrinya. Kesedihan yang amat mendalam juga menggerogoti jiwanya.
"Assalamualaikum."
Diana dan Arland kompak menoleh ke arah pintu dan mendapati Ardian sedang berdiri di ambang pintu.
"Loh, Ardian?" Diana langsung menyambut kedatangannya. Di belakang pemuda itu sudah berdiri Netta.
"Iya, Tante." Ardian tersenyum canggung. Netta yang mendengarnya lantas memukul bahu laki-laki itu lantaran gemas.
"Mama, bego. Dia mertua lo!" bisik perempuan itu geram.
"Ck, diem deh!"
Netta mendelik. Sudah diajari tata krama yang baik dengan mertua, bukannya berterima kasih malah bikin darah tinggi.
"Lama nggak ketemu. Kamu ke mana aja?" Masih dari Diana.
"Iya, kamu udah nggak pernah lagi jalan-jalan ke rumah." Arland menimpali.
Ardian tersenyum kikuk. Ia masih canggung berada di dalam situasi ini. "Nggak ke mana-mana kok, Om."
Lagi-lagi Netta mendelik. "Woi, dia papa mertua lo!" bisiknya geram. "Au ah, kesal lama-lama. Nggak direstuin mama papa, gue mampus-mampusin dah!"
Netta lalu melangkah ke arah brankar Alda. Perempuan itu menggenggam tangan Alda kemudian mengecupnya lama. Dalam hati, ribuan doa sedang ia panjatkan untuk kesembuhan sang adik.
"Cepat sembuh, Dek. Kita semua nunggu kamu di sini."
"Kakak udah ikhlas kalo Ardian sama kamu. Kamu yang lebih cocok dampingin dia."
Netta lalu mendekatkan wajahnya ke arah wajah Alda dan mencium dahi gadis itu lama. Sebait permintaan maaf sedang ia utarakan. Sesungguhnya, ia merasa sangat berdosa karena hampir membunuh adiknya ini hanya karena ingin mendapatkan Ardian kembali.
"Ardian, kamu sudah nikah?"
Netta langsung menoleh ke belakang saat pertanyaan ini tiba-tiba meluncur dari bibir Arland.
"Ia Ar, itu cincin pernikahan kamu?" Cincin yang terpasang di jari Ardian ternyata menjadi objek yang menyita perhatian Diana dan Arland sejak tadi.
Ardian gelagapan. Ia melirik ke arah Netta berniat meminta bantuan namun sialnya perempuan itu malah menjulurkan lidahnya sembari mengucapkan kata "mampus lo!" lewat gerakan bibirnya.
"Ia." Hanya kata ini yang bisa Ardian berikan.
"Kamu sudah lama menikahnya?" Diana tampaknya kepo akut.
"Sudah satu tahun."
"Terus, istri kamu mana?" Ini Arland yang bertanya.
Lah, istri aku itu anak om.
Dan Ardian hanya bisa menghela panjang.
"Ini dia istrinya Ma, Pa." Netta berucap gemas membuat Arland dan Diana langsung menoleh ke arahnya. "Clarissa istri Ardian. Dia menantu Mama sama Papa."
Arland dan Diana saling pandang untuk sesaat mencoba mencerna kalimat Netta. Hingga di detik berikutnya, Diana mendadak heboh sendiri. "Loh, dari tadi kenapa nggak ngomong?"
"Tau, suka banget kalian main rahasia-rahasiaan." Arland menimpali ucapan istrinya.
"Itu orangnya dari tadi udah dibilangin buat jujur aja. Tapi, dianya malah ngeyel. Yaudah." Lagi-lagi, Netta yang menjawab.
"Malu-malu tuh," ujar Arland dengan kekehan. Sementara Ardian tampak menunduk. Sial, telinganya mendadak memerah.
PUK!!
"Sok-sokan lo malu-malu meong. Sama Clarissa aja bucinnya nggak ketulungan!" Netta mencibir. Perempuan itu baru saja melempari Ardian dengan botol bekas air mineral yang entah dari mana ia dapat.
Sementara yang menjadi objek sasaran hanya bisa mengusap-usap pelan dahinya yang baru saja kena lemparan botol bekas dari Netta. Sifat saudara memang tidak jauh beda. Alda barbar ternyata turun dari kakaknya. Untung dahinya tidak apa-apa.
"Netta, Nggak baik kayak gitu."
Netta terkekeh pelan saat teguran dari Arland menyapanya.
"Dahinya Ardian terbuat dari tempurung kelapa kok, Pa. Nggak usah khawatir," balasnya terkekeh.
"Alda!"
Ardian yang lebih dulu bangkit dari duduknya saat tanpa sengaja pandangannya tertuju pada Alda yang kembali mengejang. Netta yang sudah kembali ke tempatnya semula, mendekat lagi ke arah brankar Alda. Tak jauh beda dengan Diana dan juga Arland.
"Tolong bertahan, sayang." Diana mengelus lembut wajah gadis itu. Tangisnya yang beberapa menit lalu reda kembali lagi.
"Panggil dokter, Pa!"
Arland mengangguk. Dia sudah berlari keluar ruangan.
"Tolong bertahan, Dek. Please, kasih kita kesempatan untuk bersama kamu lebih lama," bisik Netta tepat di telinga Alda.
Isakan perempuan itu lolos. Air mata kini membanjiri pipinya. Adik kecil yang selama ini ia nantikan untuk kembali ke rumah sedang berjuang antara hidup dan mati. Bodohnya, adik itu juga yang sempat ingin ia bunuh.
Netta menyesal. Ia sangat menyesal mengapa di saat perjumpaannya dengan Alda dulu ia tak pernah menyadari jika gadis itu sebenarnya adalah adik kandungnya yang selama ini ia cari. Bahkan bodohnya ia malah pernah melabrak dan memaki adiknya sendiri hanya disebabkan karena ia dibutakan oleh cinta.
Netta benci keadaan ini, keadaan yang baru menguak semua fakta di saat dirinya mungkin tak bisa lagi memperbaiki kesalahannya. Netta benci dirinya sendiri. Netta benci dirinya yang pernah berpikir ingin membunuh adik kandungnya sendiri. Netta benar-benar merasa jadi kakak paling bodoh di dunia.
"Kasih kakak kesempatan untuk memperbaiki kesalahan kakak. Kasih kakak kesempatan untuk menyayangi kamu lagi seperti dulu saat kita belum dipisahkan," mohonnya berkali-kali.
Netta menangis pilu. Ia sangat menyesali semuanya.
~♡♡♡~
Hope you like it!
Spam next?
See you next part...
Brownisgosong
Ahad, 28 Januari 2024
11.21 WITA
KAMU SEDANG MEMBACA
ARALDA [END]
RomanceSiap untuk petualangan yang penuh teka-teki, romansa, dan komedi? Cerita ini mengisahkan seorang pemuda konglomerat yang hidup dalam kemewahan dan seorang gadis mahasiswi biasa yang hidup sederhana. Keduanya terjebak dalam pernikahan yang tak terdug...