41. Gores pilu

1.2K 120 8
                                    

Saat ini, Alda masih ditangani dokter. Sebelumnya, Ardian sudah menelepon kedua orang tuanya dan juga orang tua Alda. Ia harap, ayah dan ibu mertuanya itu mau menengok putri mereka ke rumah sakit.

“Kak Alda mana?” Ella yang lebih dulu Ardian dapati berlari ke arahnya. Gadis itu datang bersama kedua orang tuanya.

“Masih ditangani dokter,” sahut Ardian. Laki-laki itu menghela panjang. Melihat tangisan Ella membuatnya tak tega. 

“Ganti pakaian kamu dulu. Biar bunda sama ayah yang nunggu kabar dari dokter.” Erlin menepuk pelan bahu putranya membuat Ardian mengangguk lesu. Dengan langkah gontai ia lalu menuju mobil.

Ardian hanya pulang ke rumah untuk ganti baju. Tak cukup tiga puluh menit, laki-laki itu kembali lagi ke rumah sakit untuk mengecek kondisi istrinya.

“Bagaimana kondisi Alda, Bun?” tanyanya langsung usai tiba di hadapan Erlin. Dapat ia lihat jika sejak tadi Ella menangis di dalam dekapan sang bunda.

“Istri kamu kritis. Alda kehilangan banyak darah.” Bagai disambar petir, ucapan Erfan membuat Ardian membeku di tempat.

~♡♡♡~

“Alda, please buka mata kamu sayang,” lirih Ardian di samping brankar Alda. Sejak tadi, genggamannya pada tangan sang istri tak pernah lepas.

“Zia Miralda itu kuat, kok malah kayak gini?” Mati-matian Ardian tahan air matanya yang kembali hendak menerobos keluar.

“Buka mata kamu sayang, katanya mau rayain anniversary kita yang ke satu tahun.” Sia-sia saja semua celotehan Ardian sejak tadi karena Alda tak kunjung membuka mata. Gadis itu masih setia menutup mata dengan berbagai peralatan medis yang melekat di tubuhnya.

“Di sini ada banyak orang yang nunggu kamu bangun, sayang. Ada aku, ada bunda sama ayah dan terutama Ella. Dia nangis terus dari tadi. Kamu satu-satunya orang yang selalu ada buat dia.” Ardian eratkan genggamannya pada tangan Alda. Tidak ada sahutan dari gadis itu. Hanya bunyi mesin yang ada di sampingnya yang terdengar.

“Katanya kamu sayang sama Ella. Masa nggak mau bangun buat dia.”

Meski sudah mati-matian ditahan, tetap saja air mata Ardian luruh juga. Katakan ia lemah. Ya, memang dirinya bukanlah Alda yang terlalu pandai menyembunyikan air mata.

“Ck, kamu ngeselin! Tega banget bikin suaminya nangis.” Ardian hapus air matanya cepat.

“Aku bukan orang sekuat kamu, Alda. Tolong, jangan bikin aku takut.” Ardian genggam tangan Alda lebih erat.

“Aku udah berkali-kali kehilangan. Aku benci yang namanya kehilangan. Please, kali ini aja jangan buat aku kembali kehilangan,” mohonnya dengan nada lirih. Isak laki-laki itu terdengar memilukan.

“Alda, kamu yang bikin aku kembali merasakan bagaimana rasanya dicintai dengan tulus, kamu yang ajari aku bagaimana caranya kuat dalam menghadapi masalah.” Ardian tarik napasnya dalam-dalam. Ada sesak yang kini menggerogoti rongga dadanya.

“Kamu yang bikin aku bangkit lagi. Saat hari itu kita benar-benar terpuruk, di mana hanya ada kita yang saling percaya, kamu yakinkan aku bahwa semua akan baik-baik saja. Tapi, kalau kamu begini, siapa lagi yang akan meyakinkan aku?” Ardian menunduk dalam. Dadanya terasa sesak. Hatinya sakit melihat kondisi Alda.

“Tanpa kamu, aku mungkin akan kembali jatuh. Nggak ada lagi yang akan siap menopang di saat aku nggak punya tumpuan.” Air mata pemuda itu kembali jatuh. Pertahanan yang ia bangun bukanlah pertahanan sekuat Alda.

“Kondisi Alda benar-benar memprihatinkan.”

“Karena benturan keras di kepalanya dia kehilangan banyak darah.”

Ardian menarik napas panjang. Semua kalimat menakutkan itu terputar secara bersamaan di dalam kepalanya. Ardian takut kehilangan. Ardian takut Alda tak bisa lagi diselamatkan.

“Tolong, jangan pernah berpikir untuk pergi dari aku, sayang,” lirihnya dengan mata terpejam rapat. Tak ada sahutan apapun dari Alda. Gadis itu diam dengan mata tertutup rapat.

“Aku sayang sama Kakak.” 

“Aku juga cinta sama Kakak.”

“Suaminya Zia Miralda kalo ngomong manis banget sih. Jadi tambah sayang jadinya.”

Ardian menangis dalam kebisuan. Kata sayang dan cinta yang selalu terucap dari bibir Alda untuknya bagaikan rekaman tak berjeda. Terus mengalun dan membuat dadanya semakin sesak.

“Tapi, katanya sayang dan cinta itu harus sekedarnya. Biar nanti kalau saatnya takdir menjadi pemisah, sakitnya nggak terlalu besar.”

Rasanya seperti ribuan beton mengimpit dada. Kalimat Alda yang ini yang paling Ardian takutkan. Ardian takut sesuatu yang buruk terjadi pada Alda. Ardian takut istrinya tak bisa lagi membuka mata.

“Kak, aku barusan nonton ceramah lewat di beranda instagram, katanya jangan terlalu cinta sama hamba. Allah harus tetap jadi nomor satu.”

“Cinta sama makhluk boleh tapi jangan melebihi cinta sama Pencipta. Nanti Allah cemburu.”

Ardian menangis pilu. Kalimat-kalimat Alda kembali terputar di kepalanya. Dan sadar ataukah tidak, selama ini cintanya untuk Alda ternyata terlalu besar. Amat sangat besar hingga mungkin lebih besar dari cintanya kepada Sang Pencipta.

“Mas.” Ardian menoleh ke belakang. Di sana sudah terdapat dokter wanita dan juga suster. Laki-laki itu mengangguk tanpa menunggu sang dokter berujar lebih jauh.

“Aku keluar dulu, semoga cepat sembuh.” Masa bodoh dengan suster dan dokter yang masih berada di belakangnya, Ardian lantas mengecup lembut dahi Alda.

“Tidurnya jangan lama-lama sayang, rumah sepi nggak ada kamu,” bisiknya sebelum benar-benar keluar dari ruangan itu membiarkan dokter dan suster memeriksa kondisi istrinya.

~♡♡♡~

Dari kejauhan tampak Meira berlari-lari kecil menghampiri Ardian dan Ella. Gadis itu baru saja mengetahui jika Alda masuk rumah sakit dari pelayan yang ada di rumah Ardian saat tadi ia mencari Alda ke kediaman keluarga Adiwijaya.

“Gimana kondisi Alda?” tanyanya dengan napas terengah-engah.

“Masih kritis.” Ella yang menjawab. Erlin dan sang suami baru saja pulang lima menit yang lalu.

“Kok bisa sampai kritis?” Meira yang tahunya Alda hanya masuk rumah sakit tentu saja terkejut luar biasa.

“Alda korban tabrak lari.” Meira menoleh kala pertanyaannya dijawab oleh Ardian.

Dari raut Ardian, kini Meira paham jika sang mantan telah sepenuhnya melabuhkan hatinya pada Alda. Dapat dengan jelas ia tangkap raut penuh kekhawatiran dari wajah itu.

Senyuman terukir tipis di bibir Meira. Kini, saatnya baginya untuk melakukan sesuatu. Tinggal hati Netta yang perlu ia luluhkan. Dirinya harus memastikan jika perempuan itu tidak lagi merecoki rumah tangga Ardian dan Alda.

~♡♡♡~

See you next part

Brownisgosong
Selasa, 23 Januari 2024
20.21 WITA

ARALDA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang