5. Sah

2.7K 284 11
                                    

Jalannya takdir seumpama sehelai daun di aliran air sungai. Yang mana akan terus bergerak tanpa kau tahu ke mana ia akan bermuara

~Couple A & A~

•○> ♡♡♡ <○•

085240******

Saya sudah di depan

Ardian.

"Guys, aku balik duluan, ya?" Alda buru-buru pergi usai mendapat pesan dari Ardian.

"Eh, kemana, Da?" Amel sedikit berteriak ketika gadis itu berlari kian menjauh. Namun, Alda tak membalas. Ia hanya melambaikan tangan.

"Mungkin lagi ada urusan. Ayo balik," ajak Vivi yang pada akhirnya mendapat anggukan dari Chaca dan Amel.

"By the way, kemarin Alda nelpon kalian nggak, sih?" tanya Amel sembari mengikuti langkah kedua sahabatnya menuju mobil Chaca. "Masa kemarin dia nelpon aneh banget. Cuma bentar terus dimatiin lagi. Aku pikir, dia pengen nyampein sesuatu tapi nggak jadi."

"Eh, iya. Kemarin, dia juga sempat nelpon. Tapi, pas tau kalo bokap nyokap gue lagi berantem, dia langsung matiin telponnya." Vivi menyahut duluan.

"Iya, gue juga kemarin ditelepon sama dia. Cuma, pas tau kalo gue lagi ada masalah sama Fino, dia buru-buru matiin telponnya." Chaca pula yang angkat bicara. "Itu, kira-kira dia mau ngomong apa, ya? Baru sekarang gue kepikiran."

Amel dan Vivi kompak mengangkat kedua bahunya.

"Gini aja, besok kita ke tempatnya. Kita tanyain dia ada masalah apa. Kalau hari ini, mungkin Alda lagi sibuk. Buktinya, dia tadi buru-buru banget."

Amel dan Chaca kompak mengangguk untuk saran dari Vivi. Namun, tak pernah mereka tahu bila semuanya sudah terlambat. Alda sudah lebih dulu menggadaikan hidupnya dengan menyetujui perjanjian yang Ardian buat.

Sementara itu, Ardian dan Alda sudah berada di dalam mobil untuk menuju ke butik Erlin. Namun, sejak tadi Alda tidak pernah tenang di tempatnya. Berkali-kali ia mengalihkan pandangan ke luar jendela dengan helaan napas panjang.

Ardian yang melihatnya hanya bisa menghela. Bagaimanapun, ia dan Alda sama. Mereka sama-sama belum siap untuk menuju ke jenjang pernikahan. Lebih-lebih ini terjadi secara dadakan.

Dua puluh menit menuju butik Erlin berlalu hening. Baik Ardian maupun Alda tidak ada yang membuka percakapan. Mereka sama-sama hanyut dalam pikiran masing-masing.

"Wah, calon mantu bunda makin cantik aja." Begitu pujian Erlin saat Alda sudah turun dari mobil. Lantas tanpa babibu langsung memeluk tubuh gadis itu. Membuat nyawa Alda sejenak seperti hilang di awang-awang.

"Gimana perjalanannya, sayang? Aman?"

Mendadak Alda kikuk. Kaget sekaligus senang karena Erlin yang ternyata menyambutnya dengan hangat. Padahal, sepanjang perjalanan ini juga yang ia khawatirkan. Takut bila Erlin tidak bisa menerimanya dengan baik.

"Aman, Tante." Alda tersenyum canggung. Ia tatap Ardian yang balas menaikkan sebelah alisnya.

"Mulai sekarang, panggil bunda aja, ya?" Erlin yang kelewat senang karena akan segera punya menantu langsung menarik lengan Alda untuk dibawa masuk ke dalam butik. "Kamu kan, bentar lagi jadi menantunya bunda. Nah, bunda ini juga sama kayak orang tua kamu."

ARALDA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang