Kenyataan macam apa ini?
-Arrazella Erina-
•○> ♡♡♡ <○•
"Alda akan selalu baik-baik aja. Gue yakin." Vivi mencoba meyakinkan dirinya sendiri dan semua orang walau kini ia tak lagi bisa berbohong jika keraguan besar telah tersirat di balik ucapannya.
"Alda akan selamat," lirihnya terisak.
Chaca dan Amel langsung mendekap Vivi. Keduanya ikut dalam tangis gadis itu.
"Alda akan sembuh. Dia akan balik lagi kuliah bareng kita." Chaca berujar yang diangguki pelan oleh Amel. Mereka coba tetap optimis meski kini tidak lagi yakin akan kebenaran kalimat itu.
"Alda nggak akan pergi ninggalin kita." Ketiganya saling mendekap dalam tangis. Tangis begitu pilu yang mampu menyayat perasaan siapa pun yang mendengarnya.
Melihat itu, Ardian diam dalam kepedihan. Alda yang sedang kritis membawa kesedihan yang amat mendalam di hati orang-orang yang mencintainya.
Semuanya takut kehilangan Alda. Sosok kuat yang suka berbuat ulah demi meyakinkan semua orang jika dirinya baik-baik saja. Dia sosok ceria yang akan selalu menebar senyum di mana-mana meski hatinya sedang terluka parah.
"Ella, kakak kamu belum bisa dijenguk, sayang!" Sia-sia saja kalimat Erlin karena Ella tak lagi menghiraukannya. Gadis itu langsung menerobos masuk ke ruangan di mana Alda sedang dirawat.
Perlahan, Ella mendekat. Air mata di pipi gadis itu belum juga kering. Entah ini untuk yang ke berapa kalinya Ella menangisi Alda.
"Kak, aku datang," lirihnya tepat di telinga Alda. "Bangun dong."
"Kakak tau? semenjak Kakak koma, kak Ardian nggak pernah lagi ke resto. Aku liat dia suka ngelamun sendirian di taman belakang rumah. Terus, setiap pagi, aku liat matanya pasti bengkak. Mungkin habis nangis."
Ella tidak bohong. Selama seminggu Alda kritis, selama itu juga ia selalu mendapati Ardian melamun sendirian di taman belakang rumah. Pemuda itu juga sudah tidak tinggal di rumahnya dan sang istri. Setelah Alda koma, ia memilih pulang ke rumah orang tuanya. Restoran mereka sudah tidak lagi dipedulikan Ardian. Bahkan yang mengurusnya sekarang adalah orang kepercayaan Erfan.
"Ayah sama bunda juga sedih liat Kakak kayak gini. Banyak yang sayang sama Kakak. Please, bangun." Ella menggenggam tangan Alda lebih erat. "Aku butuh Kakak di sini."
Bagi Ella, Alda adalah figur kakak sekaligus orang tua untuknya. Gadis itu bahkan rela melakukan apapun demi dirinya. Sekalipun harus berkorban segala-galanya.
"Jangan sedih lagi. Kamu kan masih punya Kakak. Meski mama papa udah nggak pernah peduli sama kita, Kakak akan selalu ada buat kamu."
"Sabar ya, Dek. Kakak masih usaha cari uangnya. Intinya, kamu semangat aja sekolahnya. Belajar yang rajin. Soal uangnya, itu nanti jadi urusan kakak."
"Kita tinggal di kontrakan ini dulu, ya? Nggak apa-apa kan kecil? Kalo udah ada uang, kita sewa kost yang lebih bagus dari ini."
"Dek, kakak udah dapat kerja. Setelah ini, kebutuhan kita bisa tercukupi."
"Nih, kakak bawain martabak kesukaan kamu. Habis pulang dari toko roti kakak liat ada yang jual, terus inget adik kesayangan kakak kan suka martabak. Yaudah deh, kakak beliin."
Semua kenangan itu terputar begitu saja di kepala Ella. Dulu, ketika mereka tak lagi jadi prioritas di dalam rumah dan hidup bagai di penjara, Alda membawanya pergi dan mengajaknya hidup mandiri. Mereka tinggal bersama di sebuah kontrakan berukuran kecil dengan harga lebih murah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARALDA [END]
RomanceSiap untuk petualangan yang penuh teka-teki, romansa, dan komedi? Cerita ini mengisahkan seorang pemuda konglomerat yang hidup dalam kemewahan dan seorang gadis mahasiswi biasa yang hidup sederhana. Keduanya terjebak dalam pernikahan yang tak terdug...