14. Fever

2.2K 249 15
                                    

Cinta itu tentang pembuktian
bukan sekedar ucapan

~Couple A & A~

●●> ♡♡♡ <●●

“Ini hadiah kamu.”

Alda yang semula sibuk dengan drakor di laptopnya refleks menoleh ketika Ardian menghampiri. Pemuda itu baru saja pulang dari kantor.

“Apa nih?” Begitu saja fokusnya teralihkan pada sebuah paper bag yang dibawa Ardian.

“Liat aja.”

Alda mengangguk. Dengan antusias menggeledah isi dari paper bag tersebut.

“Saya nggak tau kamu sukanya apa. Yaudah, saya beliin itu aja,” ujar Ardian ketika Alda membolak-balik satu paket skincare pemberiannya.

Gadis itu menoleh. Jangan tanyakan bagaimana perasaannya sekarang. Jelas saja ia senang luar biasa. Lebih-lebih paket skincare itu sudah lama diincarnya. Namun, karena harganya yang cukup menguras kantong, jadilah ia menahan keinginan untuk membelinya. Tapi, hari ini tanpa diduga Ardian malah memberikannya secara cuma-cuma.

Pemuda itu menghela. Kini menatap Alda yang masih menatap paket skincare pemberiannya. “Kamu nggak suka, ya? Yaudah deh, nanti saya ganti sama hadiah yang baru,” ujarnya lesu. Ia mengira Alda tidak menyukai barang tersebut.

Seketika gadis itu menoleh. Mendekat ke arah Ardian dengan senyuman merekah. “Aku suka hadiahnya. Suka banget,” balasnya senang. Senyumannya belum luntur.

Ardian tersenyum. Begitu saja mengusap pucuk kepala sang istri. “Saya senang kalau kamu suka.”

Alda bungkam. Perasaan ini lagi. Ketika tangan pemuda itu mengusap pelan kepalanya, hatinya kembali berdesir lembut. Irama jantungnya mulai tidak beraturan. Bersamaan dengan pipinya yang terasa memanas. Ah, rupanya perlakuan manis Ardian akhir-akhir ini tidak aman untuk kesehatan jantung.

“Kamu kenapa? Dada kamu sakit?”

Gadis itu gelagapan. Hanya menatap Ardian bingung ketika sang suami mencecarnya dengar tanya. Raut pemuda itu tampak khawatir. “Hah? Aku kenapa?” Konyol. Ia malah balik bertanya.

“Kamu sakit? Dari tadi megang dada terus. Perlu ke rumah sakit, nggak?”

Alda refleks menurunkan tangannya dari atas dada. Wajahnya berubah memerah. Malu? Tentu saja.

“Aku nggak apa-apa.” Kabur sepertinya adalah jalan terbaik.

“Aku ke kamar mandi bentar.”

“Alda,” panggil Ardian ragu.

“Apa?” balasnya setengah dongkol.

“Kamar mandinya ada di sana. Itu pintu keluar kamar.”

Jika sudah begini, Alda mendadak ingin membenturkan kepalanya ke dinding saking malunya. Atau mungkin lebih baik langsung amnesia saja. Sumpah, malunya sampai ke ubun-ubun.

~♡♡♡~

“Hatchim!”

Ardian mendekati Alda yang sudah meringkuk di balik selimut tebalnya usai melaksanakan shalat isya.  Menerobos hujan ketika pulang kuliah sore tadi ternyata baru berefek sekarang. Gadis itu jadi bersin-bersin.

ARALDA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang