42. Sepi

1.1K 114 106
                                    

Kenapa kamu uji seberapa besarnya cintaku dengan kepedihan?

-Ardian Elfaero-

•○> ♡♡♡ <○•

Sudah seminggu lamanya, namun Alda belum juga berniat membuka mata. Gadis itu masih berjuang untuk hidup dengan bantuan alat-alat medis yang menempeli tubuhnya.

Namun meski begitu, ternyata kedua orang tua Alda tetap abai. Mereka bahkan tidak pernah punya niat untuk menjenguk putri mereka saat Ardian mengabarkan jika Alda sedang kritis. Fokus mereka hanya pada Queen, si anak kesayangan yang selalu dibangga-banggakan.

Ardian hampa. Alda yang masih koma membuat hari-harinya tampak suram. Tidak ada secercah cahaya yang tampak dari wajahnya. Semuanya seakan sirna berganti dengan wajah yang selalu terlihat murung.

“Aku udah suruh beberapa orang untuk mencari tahu pelaku tabrak lari yang menimpa Alda dan pelakunya sudah ditemukan. Tapi sayangnya...” Meira menggantung kalimatnya. Gadis itu tampak menghela napas.

Ardian mengernyit. “Kenapa?” tanyanya dengan alis terangkat sebelah.

“Si penabrak udah meninggal karena dibacok. Setelah menabrak Alda, sepertinya ada orang yang sengaja bunuh dia. Aku curiga, Alda bukan murni kecelakaan biasa. Ada orang yang memang sengaja mau melenyapkan dia.” Ardian langsung menegakkan badannya.

“Dugaan sementara, dalang dibalik pelaku tabrak lari yang menimpa Alda ada kaitannya sama orang yang sering meneror Alda dan mungkin juga orang yang sama juga dengan pelaku yang sengaja mau menabrak Alda dengan motor beberapa bulan lalu.” Ardian hanya diam mendengar seluruh rentetan kalimat yang keluar dari mulut Meira.

“Beberapa bulan yang lalu, waktu aku sama Alda baru selesai makan bakso, Alda hampir ditabrak motor. Bukan cuma kebetulan. Tapi disengaja.”

“Bukan aku yang ceroboh, tapi memang motor itu yang niat pengen nabrak aku.”

Ucapan Alda saat Ardian mengobati luka di lutut gadis itu masih dengan jelas diingat Ardian.

“Jaga Alda lebih ketat Ar, terlebih sekarang dia juga masih kritis. Kita nggak tau siapa aja musuh Alda. Sekali saja lengah, kita semua bisa aja kehilangan Alda untuk selamanya.” Meira menepuk pelan bahu Ardian. Lagaknya seperti biasa. Seakan tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka.

“Musuh bisa siapa saja bahkan orang terdekat sekali pun bisa menikam tanpa kita sadari. Kenali siapa saja musuh Alda. Kalau bisa, awasi siapa pun yang keluar masuk ruangan Alda selama 24 jam karena kita nggak pernah bisa memastikan Alda akan selalu aman. Kapan pun, musuh Alda bisa aja kembali berniat mencelakakan Alda.” Meira tutup kalimatnya dengan helaan napas panjang.

“Makasih,” ujar Ardian tulus yang dibalas anggukan kepala dari Meira.

“Nanti, aku akan suruh beberapa orang untuk mengawasi Alda dari jauh.”

Ardian mengangguk.

~♡♡♡~

Semenjak Alda koma, sejak itu pula Ardian tak pernah ke resto. Semua pekerjaannya diambil alih oleh suruhan ayahnya. Waktunya hanya dihabiskan di rumah sakit menanti Alda segera bangun dari komanya.

“Kamu tega banget, semua orang nangis karena kamu kayak gini.” Ardian genggam tangan Alda. Harapannya bahwa gadis ini akan segera sadar masih sangat besar.

“Selama kamu koma, Ella suka ngurung diri di kamar. Dia nggak mau ke sekolah dan nggak mau ngomong sama siapa pun.”

Ardian eratkan genggamannya pada tangan Alda. Sesak di dadanya semakin menjadi-jadi. “Ella dan semua orang di rumah selalu nunggu kamu pulang.”

ARALDA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang